Presiden Diminta Keluarkan Ampres RUU KUHAP
Berita

Presiden Diminta Keluarkan Ampres RUU KUHAP

KUHAP memberikan kewenangan yang besar kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) <br> meminta Presiden untuk segera menerbitkan Amanat Presiden agar<br> Rancangan Undang-Undang KUHAP bisa segera dibahas.<br> Foto: Sgp
Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) <br> meminta Presiden untuk segera menerbitkan Amanat Presiden agar<br> Rancangan Undang-Undang KUHAP bisa segera dibahas.<br> Foto: Sgp

Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menerbitkan Amanat Presiden agar Rancangan Undang-Undang KUHAP bisa segera dibahas. Permintaan Komite ini dilansir dua bulan setelah Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan KUHAP. PP ini merupakan pengganti beleid serupa, yakni PP No. 27 Tahun 1983.

 

Alih-alih mempercepat pembahasan RUU KUHAP, Pemerintah malah mengeluarkan peraturan pelaksanaan KUHAP. PP 58 Tahun 2010 memperjelas status Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

 

Komite beranggotakan kelompok masyarakat sipil ini menghargai upaya Pemerintah mengajukan hak inisiatif atas RUU KUHAP dalam Program Legislasi Nasional. Komite bahkan mengapresiasi RUU ini menjadi salah satu prioritas pada 2010. “Kami nilai sebagai komitmen Pemerintah untuk memperbaiki sistim peradilan pidana yang saat ini jauh dari prinsip-prinsip HAM,” ujar Nurkholis Hidayat, salah seorang anggota Komite.

 

Agar komitmen Pemerintah terwujud nyata, Komite mendesak Presiden mengirimkan amanat (Ampres) yang menunjuk wakil Pemerintah dalam proses pembahasan RUU KUHAP dengan DPR. Jika Ampres itu tak keluar, Komite khawatir, RUU KUHAP tak akan dibahas sama sekali pada tahun ini. Apalagi mengingat waktu yang tersisa semakin sempit, dan ada beberapa prioritas RUU yang harus diselesaikan.

 

Bagi Komite, penyelesaian RUU KUHAP sudah mendesak lantaran maraknya penyimpangan hukum acara yang dilakukan aparat. Munculnya mafia hukum, makelar kasus, penyiksaan, dan kriminalisasi lebih disebabkan penyimpangan yang dilakukan aparat penegak hukum. KUHAP yang ada memberikan diskresi yang begitu besar kepada aparat penegak hukum, nyaris tak bisa dikontrol. Kalaupun ada mekanisme kontrol, mekanisme itu tak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, tersangka atau terdakwa sering kehilangan hak-hak hukum mereka. “Hal ini dikarenakan KUHAP memberikan kewenangan yang besar kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan”.

 

Mencermati perkembangan kasus mafia hukum, Komite berpandangan Indonesia butuh tindakan cepat dan responsif di ranah kebijakan demi memperbaiki sistim peradilan pidana. Jika upaya perbaikan tidak segera dilakukan, Komite khawatir pelanggaran HAM dalam proses pidana akan terus terulang.

Halaman Selanjutnya:
Tags: