Presiden Diminta Beri Perhatian pada Seleksi Calon Anggota BPK
Berita

Presiden Diminta Beri Perhatian pada Seleksi Calon Anggota BPK

Karena keinginan pemerintah mengelola APBN tepat sasaran dan berdaya guna mesti diimbangi dengan keanggotaan BPK yang independen, memiliki kompetensi, dan berintegritas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Meskipun ada keterlibatan Dewan perwakilan Daerah (DPD), toh praktiknya DPR dapat mengesampingkan pertimbangannya,” lanjutnya.  

 

Dia menerangkan seleksi ini awalnya berjumlah 64 pendaftar dan mengundurkan 2 orang, sehingga tersisa 62 orang. Namun, dalam perjalanannya, Komisi XI kembali menggelar proses seleksi yang kemudian menghasilkan 32 nama calon dan disetorkan ke DPD. “Ada apa, kenapa awalnya 62 nama menjadi 32 nama yang disetor ke DPD? Komisi XI semestinya menjelaskan alasan 30 nama calon tidak diserahkan ke DPD,” tuturnya.

 

Staf Advokasi Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra), Gulfino Guevarrato mengatakan BPK dalam menjalankan wewenangnya didukung penuh para auditor sebagai ujung tombak kerja-kerja BPK. Sayangnya, BPK dalam menjalankan tugasnya tak jarang melakukan salah hitung, seperti kasus mengaudit kasus Rumah Sakit Sumber Waras.

 

“Artinya ada yang tidak beres dan kenapa seolah pengawasan para komisioner BPK tidak berjalan,” kata dia.

 

Menurutnya, sejumlah pekerjaan rumah di internal BPK semestinya dipahami terlebih dahulu oleh Komisi XI sebelum menggelar seleksi agar dapat mengetahui kebutuhan BPK. Selain itu, BPK memiliki kewenangan agar rekomendasinya direspon oleh lembaga lain. Berdasarkan laporan per 31 Desember 2018 terdapat 512.112 rekomendasi kepada berbagai entitas yang diperiksa. Namun, masih tersisa 58 persen dari jumlah rekomendasi yang diberikan ke berbagai entitas itu.

 

“Artinya, BPK seperti ‘macan ompong’, dia punya power, tapi tidak bisa ‘menggigit’,” katanya.

 

Permasalahan lain terkait komposisi calon komisoner BPK, dari 32 calon yang tersisa, ada 9 orang yang tercatat sebagai politisi dari berbagai partai yang gagal nyaleg. Ironisnya, beberapa nama yang lolos tersebut masih menjadi anggota Komisi XI DPR. Seperti Nurhayati Ali Assegaf dan Ahmadi Noor Supit. “Jangan hanya kepentingan dan hasrat politik saja. Ini masalah kebangsaan, harus punya kompetensi dan integritas,” tegasnya.

 

Seleksi ulang

Anggota Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi, Indonesia Coruption Watch (ICW) Dewi Aggraeni menilai berbagai proses seleksi yang tidak transparan, koalisi masyarakat sipil meminta agar dilakukan seleksi ulang. Dia mempertanyakan dari 64 calon, setengahnya gagal diantaranya beberapa calon berlatar belakang akademisi terhenti pada tahap pembuatan makalah.

Tags:

Berita Terkait