Presiden Diminta Batalkan Kontrak Freeport
Berita

Presiden Diminta Batalkan Kontrak Freeport

Menyusul longsornya terowongan yang menewaskan belasan pekerja.

ASH/ANT
Bacaan 2 Menit
Presiden Diminta Batalkan Kontrak Freeport
Hukumonline

Peristiwa longsornya terowongan di pusat penambangan Tembagapura, Papua beberapa hari lalu nampaknya mengusik warga. Pasalnya, dua orang warga negara Indonesia, yakni FX Arief Poyuono dan Satya wijayantara yang mengaku mewakili korban longsor menggugat presiden dan PT Freeport Indonesia lewat gugatan citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.    

“Kami mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme gugatan warga negara kepada presiden dan PT Freeport terkait tragedi terowongan longsor  di Tembagapura, Papua, pada 14 Mei 2013 lalu. Gugatan ini tercatat dengan No. 243/PDT.G/2013/PN.JKT.PST,” kata Arief, di PN Jakarta Pusat, Senin (20/5).

Arief menilai tragedi terowongan longsor itu sangat memprihatinkan karena salah satu insiden kecelakaan kerja terburuk yang pernah terjadi di Indonesia. Hal ini diperparah dengan sikap pemerintah dan PT Freeport yang terkesan tertutup, lamban, dan tidak berupaya maksimal menyelamatkan para korban yang hingga saat ini masih terperangkap dalam reruntuhan terowongan itu.

“Gugatan ini kami daftarkan agar peristiwa serupa tidak terulang lagi dikemudian hari,” ujarnya.

Ironisnya, tragedi itu terjadi di area pelatihan tambang bawah tanah yang seharusnya menjadi area paling aman dibandingkan area kerja PT Freeport lainnya. Menurutya, jika area pelatihan saja bisa terjadi tragedi longsor, sangat mungkin peristiwa serupa akan terjadi di area kerja lain.

“Kami mendapat informasi sebenarnya peristiwa terowongan longsor dalam skala yang lebih kecil sering terjadi di area kerja PT Freeport. Tetapi, selama ini tidak ter-expose ke media massa karena lokasinya terpencil dan sulit dijangkau,” kata Arief.

Atas peristiwa itu, lanjut Arief, baik PT Freeport maupun pemerintah sama-sama layak digugat ke pengadilan karena telah lalai menjalankan kewajibannya hingga terjadi tragedi terowongan longsor ini. Selain itu, PT Freeport patut diduga tidak memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baik, sehingga tidak mampu melindungi seluruh karyawan secara maksimal.

Di sisi lain, pemerintah sebagai penyelenggara negara diduga mengabaikan kewajiban melakukan pengawasan dan audit guna memastikan PT Freeport memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang maksimal.

Padahal, pengabaian Sistem Manajemen K3 adalah pelanggaran serius terhadap Pasal 86 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 5 PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

“Konsekuensi hukum pelanggaran itu pencabutan izin operasi dan denda. Di banyak negara termasuk di Amerika Serikat tempat induk perusahaan PT Freeport berdomisili, sebuah pelanggaran terhadap sistem keselamatan dan kesehatan kerja juga bisa mengakibatkan pencabutan izin operasi perusahaan itu,” tegas Arief.

Karena itu, penggugat meminta presiden membatalkan Kontrak Karya dengan PT Freeport Indonesia dan melarang PT Freeport dengan cara menghentikan operasi penambangan di wilayah hukum negara republik Indonesia. 

“Kami berharap kasus ini tak lama diproses dan segera diputus bahwa Freeport harus berhenti beroperasi. Hal ini praktik yang lumrah di tingkat internasional. Bahkan di Amerika Serikat kita lihat bagaimana British Petroleum dilarang beroperasi di Amerika karena kecelakaan kerja di teluk Mexico. Hal yang sama kami harap diperlakukan dengan fair di sini,” kata kuasa hukum penggugat, Habiburokhman.

Pemohon juga menuntut PT Freeport untuk memberikan santunan atau ganti kerugian masing-masing sebesar Rp50 miliar untuk keluarga korban yang meninggal dunia dan Rp25 miliar untuk korban yang selamat.

Selain itu, para Tergugat dituntut harus meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dengan memasang iklan permintaan maaf di enam stasiun televisi nasional, enam surat kabar nasional, enam portal berita nasional, dan enam stasiun radio.

Terpisah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta dilakukan penyelidikan terkait kecelakaan longsor di lokasi tambang PT Freeport, Tembagapura, Papua, pekan lalu (14/5).

"Kita tahu perusahaan seperti Freeport memiliki sistem yang baik namun karena terjadi musibah kita akan melaksanakan investigasi secara menyeluruh apa penyebabnya," kata Presiden di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (20/5).

Menurut Presiden, penyelidikan tersebut diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga guna mencegah terjadinya musibah serupa di masa depan.

"Ke depan tentu menjadi pelajaran sangat berharga bagi semua, upaya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja," katanya.

Presiden juga meminta agar seluruh kementerian terkait untuk kembali melihat seluruh aspek keselamatan industri tambang di Indonesia.

Presiden menggarisbawahi perlunya pengawasan pada kondisi keselamatan dan keamanan kerja (K3) untuk memastikan keselamatan para pekerja.

Terkait dengan kecelakaan itu, Presiden mengatakan bahwa pemerintah menyatakan komitmennya untuk membantu PT Freeport guna mengevakuasi seluruh korban yang masih tertimbun longsor.

Ia mengatakan telah melakukan komunikasi langsung dengan pihak Freeport maupun tim Basarnas di lapangan terkait kondisi terakhir. Mengutip petugas di lapangan, Presiden mengatakan bahwa proses evakuasi di harapkan selesai dalam satu atau dua hari mendatang.

Pada kesempatan itu Presiden juga menjelaskan perbedaan kasus kecelakaan tambang di Freeport dan di Chile beberapa tahun lalu.

Menurut Presiden untuk kasus di Chile para pekerja terjebak di suatu ruangan sehingga dapat bertahan dengan logistik yang tersedia sementara itu untuk peristiwa di Freeport, para pekerja tertimpa atap yang runtuh.

Disebutkan bahwa dari 38 orang yang menjadi korban dari peristiwa longsor pada Selasa (14/5) itu 10 orang selamat, 14 orang meninggal dunia dan sisanya masih terjebak. 

Tags: