Presiden Diadukan Ke KIP Terkait PP Ekspor Mineral
Berita

Presiden Diadukan Ke KIP Terkait PP Ekspor Mineral

Untuk menegakkan azas keterbukaan informasi publik.

KAR
Bacaan 2 Menit
Presiden Diadukan Ke KIP Terkait PP Ekspor Mineral
Hukumonline
Pemerintah resmi melarang ekspor mineral mentah sejak 12 Januari 2014. Tanda waktu dimulainya pelaksanaan kebijakan pelarangan itu juga diikuti dengan terbitnya peraturan teknis sebagai paying hukum.
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara telah diteken. Sayangnya, hingga kini publik belum mengetahui apa isi peraturan itu.

Terkait dengan hal ini, Presiden SBY diadukan Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) kepada Komisi Informasi Pusat (KIP), Senin (13/1). IMES melaporkan Presiden karena PP No. 1 Tahun 2014 yang berisi aturan terkait ekspor mineral itu belum juga dirilis ke publik. Selain mendatangi KIP, rencananya IMES akan mendatangi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk meminta salinan PP.

"Kami akan mengadu kepada KIP," kata Direktur Eksekutif IMES, Erwin Usman, Senin (13/1).

PP No. 1 Tahun 2014 telah telah dicatat dalam Lembaran Negara No.54/11989 tanggal 11 Januari 2014. Pemberlakuan peraturan itu juga sudah diumumkan oleh Menteri Perekonomian Hatta Rajasa. Hanya saja, Erwin mengeluhkan, hingga saat ini masyarakat masih belum tahu apa yang menjadi aturan dalam PP itu.

"Hingga detik ini isi maupun salinan PP tersebut belum juga diumumkan kepada media massa maupun masyarakat luas," katanya.

Erwin menjelaskan, pengaduannya kepada KIP adalah untuk menegakkan azas keterbukaan atas informasi publik. Ia memaparkan, langkahnya juga dalam rangka menghindari distorsi pemahaman di tengah masyarakat. Pasalnya, sudah seharusnya PP yang sudah diberlakukan itu segera diumumkan.

"Pengumuman ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang KIP," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, menjelaskan inti dari aturan yang ditandatangani Presiden SBY adalah perusahaan dalam negeri tetap bisa menjalankan operasinya. Namun, ketentuan itu khusus berlaku bagi perusahaan yang sudah dan akan melakukan pengolahan. Wacik menuturkan, aturan yang termuat adalah sesuai dengan roh UU Minerba.

“Sesuai roh UU Minerba, itu untuk menaikkan nilai tambah. Di situ ada nilai ekonomi dan juga menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa peraturan baru itu dibuat dengan mempertimbangkan persoalan tenaga kerja. Ia menegaskan, aturan itu diupayakan agar jangan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Pertimbangan lain yang ada adalah pertimbangan ekonomi daerah. Wacik menegaskan, implikasi peraturan pemerintah ini tidak memberatkan pembangunan ekonomi daerah.

Ketentuan yang dirumuskan mengatur bahwa mineral mentah tetap tidak boleh diekspor gelondongan. Namun, ada instrumen tarif bea keluar yang dikenakan pada ekspor tersebut berdasarkan kadar pemurniannya. Secara garis besar  semakin sedikit pemurnian yang dilakukan tarif bea keluarnya akan semakin mahal. Selain itu, juga ada ketetapannya batas akhirnya kapan pelongaran aturan tersebut.

"Jadi, itu inti PP yang ditandangani presiden. Yang lain, nanti pada saatnya kami akan menjelaskan lebih detil termasuk ada Peraturan Menteri ESDM, ada Peraturan Menkeu, dan Peraturan Menteri Perdagangan," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait