Presiden Berjanji Akhiri Kebijakan Upah Murah
Berita

Presiden Berjanji Akhiri Kebijakan Upah Murah

Untuk membangun ekonomi berlandaskan kesetaraan dan keadilan.

ASH
Bacaan 2 Menit

Merujuk hal tersebut, Sharan mengingatkan agar seluruh negara di dunia memperhatikan agar kebijakan pembangunan ekonomi yang diterbitkan dapat menciptakan keadilan, kesetaraan dan kemakmuran. Bagi Indonesia, Sharan melihat kondisi perekonomian yang ada tergolong stabil ketimbang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Padahal, sejak tahun 2010 pemimpin negara Eropa dan Amerika Serikat berupaya memperbaiki perekonomian mereka dengan mematok pertumbuhan 5 persen. Sayangnya, sampai saat ini hal itu tidak tercapai. Bahkan, IMF menurunkan target pertumbuhan itu menjadi 3 persen.

Walau Indonesia pertumbuhan ekonominya baik, namun bukan berarti bisa lepas dari dampak buruk krisis ekonomi global. Pasalnya, Sharan mencatat kegiatan ekspor yang dilakukan Indonesia menurun. Baginya hal itu merupakan salah satu dampak dari krisis ekonomi global. Serta membuktikan bahwa Indonesia dan negara-negara lainnya, tidak bisa menghindar karena pasti bersinggungan dengan krisis ekonomi global. “Ini seperti bencana global,” tukasnya.

Namun, Sharan mengingatkan bahwa Indonesia mampu berkontribusi untuk menyelesaikan masalah perekonomian yang menghantui, baik itu tingkat pertumbuhan ataupun ketersediaan lapangan kerja. Misalnya, ketika permintaan ekspor turun, Indonesia dapat mencari pasar yang lebih besar untuk menjaga perekonomiannya. Salah satu target yang harus dilirik adalah pasar dalam negeri. Untuk merealisasikan hal tersebut, Sharan mengatakan pemerintah perlu meningkatkan konsumsi masyarakat dengan cara menetapkan kebijakan upah layak untuk pekerja.

“Kalau upah pekerja rendah, pertumbuhan ekonomi domestik akan melemah. Hal itu menyebabkan perekonomian nasional tidak bergerak,” ucap perempuan yang menjabat sebagai Presiden Australian Council of Trade Unions(ACTU) itu.

Bagi Sharan, peningkatan kesejahteraan untuk pekerja sektor informal turut menjadi perhatian penting. Pasalnya, pekerja informal menjadi mata rantai yang membantu keberlangsungan industri sektor formal. Sebab, sektor informal membantu penjualan barang produksi yang dihasilkan sektor formal untuk sampai kepada masyarakat. “Pekerja sektor informal harus dijaga kesejahteraannya,” tegasnya.

Soal produktifitas, Sharan mengatakan hal tersebut tidak terlepas dari dari tingkat upah yang diterima pekerja. Ia menilai antara produktifitas dan upah berkaitan erat. Ia mencontohkan, ketika IMF menggulirkan produktifitas berbasiskan kompetisi, faktanya yang terjadi yaitu eksploitasi terhadap pekerja karena upah ditekan serendah mungkin. Alih-alih menciptakan peningkatan dan kestabilan sistem ekonomi, yang muncul malah sebaliknya. Oleh karenanya, Sharan menekankan jika tujuan negara adalah menciptakan kesejahteraan, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meninggalkan upah murah dan menerapkan upah layak.

Bahkan, Sharan menilai hal tersebut juga menyangkut kepentingan pengusaha karena bisnis mereka akan berkelanjutan. Tak ketinggalan Sharan mengingatkan, sekarang ILO sedang menyusun regulasi yang menyelaraskan antara ketenagakerjaan seperti pemenuhan hak-hak pekerja dan bisnis. Ke depan, regulasi itu akan digunakan sebagai salah satu standar dunia. Beberapa poin yang diperkirakan bakal diatur dalam regulasi ILO itu menurut Sharan berkaitan peran serikat pekerja dalam sebuah forum yang membahas dan menentukan arah kebijakan. Serta adanya jaminan kesehatan dan sosial untuk seluruh rakyat.

Tags:

Berita Terkait