Presiden Baru Diminta Berani Cabut Subsidi Listrik
Berita

Presiden Baru Diminta Berani Cabut Subsidi Listrik

Untuk mengatasi defisit listrik dengan mendorong penghematan dari masyarakat.

KAR
Bacaan 2 Menit
Presiden Baru Diminta Berani Cabut Subsidi Listrik
Hukumonline
Presiden yang terpilih dalam pemilihan umum 2014 diharapkanberani mencabut subsidi listrik. Pencabutan listrik itu tentunya khusus bagi masyarakat menengah ke atas. Bagi mereka, yang terpenting disediakan listrik handal meskipun mahal ketimbang murah namun tidak handal.

Demikian harapan yang disampaikan oleh Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara, Nur Pamudji, terhadap presiden terpilih nanti. Nur berharap, presiden yang menggantikan SBY itu bisa memiliki penanganan berbeda terhadap sektor kelistrikan. Ia menginginkan adanya inovasi terutama terkait masalah pembebasan lahan.

"Presiden baru nantinya bisa menyelesaikan masalah pembebasan tanah dengan inovasi baru. Siapapun presidennya nanti persoalan listrik sangat penting ditangani cara yang berbeda. Salah satu faktornya perizinan lokasi kehutanan harus berbeda yang selama ini berjalan," ucap Nur di Jakarta, Selasa (1/4).

Selain itu, Nur menegaskan bahwa pencabutan subsidi listrik penting untuk dilakukan. Menurutnya, jika hal itu tak dilakukan maka Indonesia dinilai sulit lepas dari krisis energi. Ia mengatakan, listrik di Indonesia masih defisit dan rasio elektrifikasi masih rendah.

"Defisit listrik akan terus terjadi jika tidak ada penghematan dari masyarakat. Listrik golongan menengah seharusnya diberi harga tidak murah. Penghematan pasti ada dan angkanya saya hitung dan nanti saya berikan,” ujarnya.

Nur yakin, harga listrik yang tak murah bisa mendorong penghematan. Ia menilai, kelas menengah akan mau berhemat jika harga listrik mahal. Sebab, menurut Nur kelas menengah saat ini tak mempan didekati dengan kampanye penghematan karena harga listrik masih murah.

"Pada dasarnya sinyal kelas menengah harga tidak pantas disubsidi. Mereka harus bayar mahal biar mereka berhemat," tegasnya.

Lebih lanjut,Nur mengatakan harga listrik di negara lain sangat mahal. Ia mencontohkan, betapa mahalnya listrik di Prancis. Pembangkit di negara tersebut 80 persen menggunakan tenaga nuklir sehingga harga listrik sangat mahal. Kondisi ini memaksa masyarakatnya untuk berhemat.

"Jadi ketika saya di sana itu di tangga rumah mereka ada tombol ketika dipencet nanti lampu tangganya nyala tapi setelah saya sampai di atas, lampunya mati sendiri. Begitu juga di hotel di Prancis ketika saya naik lift dan berjalan di lorong hotel lampunya nyala. Tapi ketika saya masuk kamar lampunya mati," paparnya.

Sebagaimana diketahui, subsidi listrik tahun ini pun akan dicabut. Pemerintah dan DPR telah sepakat memutuskan untuk menghapus subsidi listrik bagi industri menengah dan besar serta industri rumah tangga besar. Keputusan itu akan berlaku mulai bulan Mei mendatang.

Ketua Harian Lembaga konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai pencabutan subsidi listrik sebagai kebijakan yang positif. Hal ini disebabkan selama ini beban yang harus ditanggung pemerintah untuk subsidi listrik cukup besar. Hanya saja, Tulus menenakankan pentingnya insentif dari pemerintah untuk kelompok industri sedang dan menengah.

“Pencabutan subsidi itu perlu, tetapi harus dengan insentif,” ujar Tulus.

Menurut Tulus, insentif diperlukan untuk  meredam gejolak yang timbul akibat penerapan kebijakan tersebut. Ia yakin, jika tidak diberikan insentif nantinya industri akan kelabakan.

Dampaknya adalah pada kelangsungan industri dan juga pemutusan hubungan kerja. Kalau hal tersebut tidak diperhatikan, akan menimbulkan persoalan baru. Insentif, menurut Tulus, hanyalah salah satu skema yang bisa diterapkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak yang dihadapi industri menengah dan besar.
Tags:

Berita Terkait