Presiden: Regulasi Internet Harus Hati-hati dan Perhatikan Kepentingan Konsumen
Berita

Presiden: Regulasi Internet Harus Hati-hati dan Perhatikan Kepentingan Konsumen

Apabila regulasi terlalu ketat dan menciptakan sistem yang tertutup, akan menyebabkan kegiatan ekonomi menjauh dari ekonomi siber.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa penetrasi internet sudah sangat besar selama 25 tahun terakhir. Kapasitas bandwith sudah meningkat pesat, sehingga sekarang istilahnya semua hal jadi viral. Namun demikian, Presiden mengingatkan agar regulasi mengenai internet dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kepentingan konsumen.

 

“Artinya, regulasi yang terlalu mengekang di tingkat nasional akan memaksa konsumer menuju ranah internet yang tidak teregulasi, dan mendorong mereka semakin jauh dari regulasi,” kata Presiden Jokowi seperti dilansir situs Setkab saat memberikan sambutan pada Seminar Bali Fintech Agenda, di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10) siang.

 

Seiring dengan perkembangan fintech dan ekonomi digital yang begitu pesat, Presiden mengakui ingin mengingatkan soal prinsip regulasi yang menjadikan internet begitu pesat pada ekonomi nasional sekitar 20 tahun lalu.

 

Ia mengutip peraturan tentang internet yang dicetuskan oleh Presiden AS Bill Clinton. Peraturan ini dianggap sangat ramah terhadap internet karena mencegah intervensi pemerintah yang berlebihan.

 

Selain itu, peraturan telah memberikan kepercayaan diri para innovator di bidang internet tanpa harus takut apabila eksperimen gagal. Hasilnya adalah inovasi tidak hanya menciptakan kesejahteraan tapi juga landasan modern internet saat ini.

 

“Kita tidak boleh terburu-buru meregulasi ini tapi biarkan inovasi ini tumbuh terlebih dahulu. Kita harus menyikapi gelombang inovasi dengan aturan yang ringan dan save harbour,” ujar Presiden Jokowi.

 

Presiden juga melihat apabila regulasi terlalu ketat dan menciptakan sistem yang tertutup, akan menyebabkan kegiatan ekonomi menjauh dari ekonomi siber. “Kita harus mendorong terciptanya standar dan keterbukaan global,” tegasnya.

 

Jadi Panduan

Sebelumnya, Direktur Pelaksana IMF mengatakan bahwa Bali Fintech Agenda akan membuat kebijakan yang akan dijadikan panduan dan dipastikan akan melibatkan seluruh institusi keuangan di dunia serta tidak mengganggu stabilitas keuangan dunia. Bali Fintech Agenda yang diluncurkan oleh IMF bersama dengan Bank Dunia berisi 12 elemen, yaitu:

 

1) mendukung perkembangan fintech;

2) memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan pelayanan jasa keuangan;

3) mendorong kompetisi serta berkomitmen kepada pasar yang terbuka, bebas dan teruji;

4) perlunya inklusi keuangan untuk semua orang dan mengembangkan pasar keuangan;

5) memantau perkembangan perubahan di sistem finansial; 

6) menyesuaikan kerangka kebijakan dan praktek pengawasan terhadap perkembangan teknologi dan stabilitas sistem keuangan;

7) melindungi integritas sistem keuangan;

8) menyesuaikan kerangka hukum agar sesuai dengan perkembangan terkini;

9) memastikan stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik;

10) mengembangkan sistem infrastruktur finansial dan data yang kuat guna memperoleh manfaat yang berkelanjutan dari fintech;

11) mendorong kerjasama informasi internasional; dan

12) meningkatkan pengawasan bersama oleh sistem moneter dan keuangan internasional.

 

Hasil dari Bali Fintech diharapkan akan dijadikan acuan pengembangan fintech, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.

 

Regulasi Tepat untuk Tingkatkan Ekonomi Digital

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menilai regulasi yang tepat menjadi kunci penting dalam pengembangan ekonomi digital. Menurutnya, peran pemerintah sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital dengan mengembangkan kebijakan afirmatif dan less regulate.   

 

"Peran pemerintah sangat penting untuk menciptakan ekosistem ekonomi digital. Hal yang pertama dilakuan kita ubah mindset, jika dulu kementerian saya lebih banyak memainkan peran sebagai regulator, kini peran kami lebih ke fasiitor dan menjadi akselerator," jelasnya dalam New Economy Talk: Maximizing Digitalization as Means to Improve Wealth and Income Distribution di Medan Room, BICC, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).

 

(Baca: Advokat Ini Ingatkan Risiko Kerahasiaan Data Pribadi Sebelum Lakukan Pinjaman Fintech)

 

Menurut Rudiantara, dirinya hanya mengalokasi waktu kurang dari 50% untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan urusan regulasi. Menteri Kominfo lebih banyak memainkan peran sebagai fasilitator. 

 

"Bagaimana pemerintah menjadi fasilitator dan menjadi akselerator ekonomi digital. Sebelumnya ada 36 tipe perizinan di Kementerian Kominfo. Sekarang kita mensimplifikasi hanya menjadi lima jenis perizinan. Dan permohonan izin diberikan same day, jika diajukan sebelum siang hari akan diterima sore harinya sebelum jam enam sore. Jika mengajukan setelah jam 12 siang, maka akan mendapatkan izin keesokan pagi hari," paparnya. 

 

Dalam paralel event Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018 itu, Menteri Kominfo menyatakan pihaknya akan selalu mengembangan ekosistem dengan cara pandang bahwa regulasi terbaik adalah less regulation

 

Rudiantara menggambarkan perubahan yang diambil pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang ramah terhadap dinamika ekonomi digital.

 

"Saya lebih memilih regulasi diserahkan kepada sektor, karena teknologi digital berubah dengan cepat. Sebelum tinta kering saat menandatangani aturan, teknologinya sudah berubah. Dengan menyerahkan kepada sektor, tentu akan dapat lebih mengakomodasi masukan dari pelaku industri dan ekosistem," tandasnya.  

 

Tags:

Berita Terkait