Presiden: Pertumbuhan Ekonomi Hanya 5,8 Persen
Berita

Presiden: Pertumbuhan Ekonomi Hanya 5,8 Persen

Pemerintah diminta berperan aktif turunkan defisit neraca transaksi berjalan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Presiden: Pertumbuhan Ekonomi Hanya 5,8 Persen
Hukumonline

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2013 hanya mencapai angka maksimal 5,8 persen. Perkiraan tersebut disebabkan oleh pengaruh kondisi eksternal dan internal sepanjang tahun ini.

Kendati pertumbuhan ekonomi melambat, SBY tetap mengapresiasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di atas 5 persen. "Andai kata sejelek-jeleknya di kuartal keempat pertumbuhan ekonomi 5 persen, maka rata-rata pertumbuhan bisa mancapai 5,7 persen. Diperkirakan akan berada di antara 5,6-5,8 persen," kata SBY di Jakarta, Rabu (27/11).

Presiden melanjutkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi yang mencapai angka maksimal 5,8 persen harus diikuti dengan kerja ekstra keras. Apalagi untuk saat ini Fitch Ratings masih menempatkan investment grade bagi Indonesia pada outlook yang stable.

Diakui Presiden, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif ttinggi tetap ditopang konsumsi rumah tangga yang tinggi, investasi yang kuat, defisit APBN yang rendah serta debt to ratio yang terjaga.

Hanya, berita buruknya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar yang semakin melemah, harga saham melemah, defisit neraca berjalan yang masih tinggi dan defisit neraca perdagangan. Yang paling mengkhawatirkan, lanjut SBY, adalah apabila Federal Reserve AS mengambil keputusan untuk tapering off (pengurangan pembelian obligasi).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo berharap pemerintah lebih berperan aktif untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan tahun ini. Defisit diharapkan dapat ditekan ke angka 1,7 persen. Hal ini bertujuan agar angka pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah bisa sejalan dengan perubahan lansekap ekonomi global. "Kami harapkan current account yang sustainable, yaitu antara minus 0,25-2,5 persen," kata Agus.

Defisit transaksi berjalan yang paling ideal, dalam kalkulasi BI, sebesar 1,7 persen. Angka ini dinilai sesuai dengan perkembangan situasi global, karena kondisi ekonomi dunia juga sedang terjadi perubahan landscape. "Minus 1,7 persen itu dirasa baik, karena kondisi ekonomi dunia sedang terjadi perubahan landscape," lanjutnya.

Diakui Agus, untuk mengembalikan neraca transaksi berjalan ke angka surplus merupakan hal yang sulit bagi Indonesia. Hingga kuartal kedua 2013, lanjutnya, current account deficit mencapai sebesar 4,4 persen atau senilai 9,8 dolar Amerika Serikat (AS). Dan hingga kuartal ketiga, defisit neraca transaksi berjalan mengalami penurunan menjadi 3,8 persen atau senilai 8,4 miliar dolar AS.

Kendati mengalami penurunan, defisit neraca transaksi berjalan tersebut masih dinilai tinggi oleh BI. Tingginya defisit neraca transaksi berjalan disebabkan oleh meningkatknya impor migas. "Kita harus menyikapi impor, persoalan neraca jasa dan neraca pendapatan," paparnya.

Situasi saat ini, lanjutnya, tidak bisa dianggap sebagai persoalan yang ringan. Apalagi, pergeseran struktur perekonomian global terus terjadi. Ekonomi AS dan Jepang yang mulai menunjukkan penguatan. "Dan Eropa hampir mulai lepas dari jeratan krisis. Sebaliknya momentum ekonomi emerging market mulai kehilangan tenaga," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait