Prediksi Asumsi Makro BI Meleset dari APBN-P 2013
Berita

Prediksi Asumsi Makro BI Meleset dari APBN-P 2013

Pelemahan Rupiah diprediksi akan terus berlanjut.

FAT
Bacaan 2 Menit
Prediksi Asumsi Makro BI Meleset dari APBN-P 2013
Hukumonline

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) akhirnya merilis prediksi asumsi makro tahun 2013. Namun, prediksi asumsi makro yang dirilis BI meleset dari asumsi makro yang ada pada APBN-P 2013. Ketiga asumsi makro tersebut adalah angka inflasi, pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Eksekutif Humas BI Difi A Johansyah mengatakan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara tahunan (year on year-yoy) diperkirakan masih akan tinggi. Tapi, jika diukur secara bulanan (month to month-mtm), inflasi IHK pada Agustus ini akan jauh lebih rendah jika dibandingkan dari bulan Juli 2013.

“BI memperkirakan inflasi IHK pada akhir 2013 akan berkisar 9,0 persen - 9,8 persen. Tingginya inflasi terutama berasal dari volatile foods dan administered prices, sementara inflasi inti masih relatif terkendali,” tutur Difi dalam siaran persnya, Kamis (29/8).

Pelemahan nilai tukar rupiah, lanjut Difi, diprediksi masih akan terus berlanjut. Pelemahan ini disebabkan karena tekanan pasar keuangan global sebagaimana yang terjadi pada hampir semua negara emerging markets maupun karena faktor domestik terutama terkait dengan tingginya defisit transaksi berjalan dan inflasi masih terjadi.

“Pada 28 Agustus 2013, Rupiah ditutup pada Rp10.945 per dolar AS, atau terdepresiasi sebesar 11,9 persen secara point-to-point dari posisi akhir Desember 2012,” ujar Difi.

Menurut BI, angka nilai tukar rupiah yang terjadi pada akhir-akhir ini mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Nilai tukar tersebut juga diharapkan mendukung peningkatan ekspor dan penurunan impor dalam proses penyesuaian defisit transaksi berjalan.

“Namun demikian, ketidakpastian perkembangan Rupiah masih relatif tinggi, tercermin pada tingginya volatilitas dan lebarnya kisaran perdagangan, antara lain karena reaksi pelaku pasar yang cenderung berlebihan (overshooting),” kata Difi.

Sedangkan untuk aktifitas perekonomian, BI menilai pada tahun 2013 ini masih menunjukkan indikasi perlambatan sebagai dampak dari perlambatan ekonomi dunia. Pada semester I-2013, lanjut Difi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,9 persen, yakni menurun dari kinerja tahun 2012 yang mencapai 6,2 persen.

Difi mengatakan, perlambatan ekonomi ini diperkirakan masih berlangsung hingga semester II-2013. Penyumbang terbesar perlambatan ekonomi masih akan terjadi pada investasi non bangunan dan konsumsi swasta. “Secara keseluruhan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2013 akan menuju batas bawah kisaran prakiraan 5,8 persen - 6,2 persen,” ujarnya.

Angka inflasi yang dirilis BI tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan asumsi dasar makro ekonomi APBN-P 2013 yakni sebesar 7,2 persen. Sedangkan untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada APBN-P 2013 berada Rp9600 per dolarnya. Untuk pertumbuhan ekonomi pada APBN-P 2013 tercatat 6,3 persen.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR Harry Azhar Aziz mempersilahkan pemerintah untuk mengubah kembali asumsi dasar makro ekonomi pada APBN-P 2013. Pengubahan ini dapat dilakukan apabila sebagian besar asumsi dasar makro ekonomi di APBN-P 2013 meleset dari yang sudah direncanakan. Menurutnya, jika APBN-P akan diubah maka perlu ada ketegasan sikap dari pemerintah sebagai pihak yang mengusulkan ke Parlemen.

“Yang jelas, realisasi APBN-P 2013 tidak akan sesuai dengan target, artinya pemerintah gagal atau penyusunan rencana tidak becus. Apakah mau dan mungkin pemerintah mengubah kembali? Pada tahun 2005 memang pernah diubah sampai tiga kali. Kalau sekarang mau mengubah lagi, harus mereka yang mengusulkan, bukan DPR,” kata Harry di Jakarta, Rabu (28/8).

Harry menilai, realitas tersebut mengindikasikan bahwa perencanaan tidak dilakukan dengan baik. Padahal, kesepakatan antara pemerintah dan dewan yang tertuang dalam APBN-P 2013 itu merupakan perintah negara yang harus dijalankan. Menurutnya, kegagalan pemerintah dalam merencaanakan APBN di tahun ini juga dipengaruhi ketidaktegasan dalam menghadapi situasi riil yang terjadi saat ini.

"Perencanaan dan prediksi jauh meleset, karena kemampuan pemerintah memprediksi kurang," pungkasnya.

Tags: