Sekelompok Advokat Akan Praperadilankan SKPP Kasus Chandra-Bibit
Berita

Sekelompok Advokat Akan Praperadilankan SKPP Kasus Chandra-Bibit

Jum'at mendatang, permohonan praperadilan akan didaftarkan ke PN Jakarta Selatan. Penuntut umum menyatakan siap menghadapinya.

Nov
Bacaan 2 Menit
Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto saat<br>menandatangani berita acara SKPP di Kejari Jaksel. Foto: Sgp
Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto saat<br>menandatangani berita acara SKPP di Kejari Jaksel. Foto: Sgp

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto sudah ditandatangani penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Berita acara penerimaan SKPP pun sudah ditandatangani kedua pimpinan KPK non aktif ini. Namun, ada satu ketidaksepahaman antara pihak Chandra-Bibit dengan penuntut umum.

Seperti diketahui, penuntut umum, kemarin (30/11) menyatakan bahwa penghentian penuntutan dilakukan karena beberapa alasan. Yakni, alasan yuridis dan sosiologis. Alasan yuridis yang dikemukakan penuntut umum adalah perbuatan pidana kedua pimpinan KPK non aktif itu ada, tetapi mereka tidak menyadari akibat dari perbuatan tersebut. Apa yang mereka lakukan sudah berdasarkan ketentuan undang-undang, sama seperti apa yang dilakukan oleh para pendahulunya (pimpinan KPK sebelum Chandra-Bibit).

Kemudian, untuk alasan sosiologis, penuntut umum beranggapan jika kasus Chandra-Bibit ini diteruskan, maka lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya. Lagipula, dorongan masyarakat untuk menghentikan kasus ini sangat besar, karena dinilai tidak cukup bukti. Selain itu, untuk menjaga harmonisasi antar ketiga lembaga penegak hukum penuntut umum memilih tidak meneruskan kasus ini ke Pengadilan.

Atas alasan yuridis tersebut, pihak Chandra-Bibit tidak sependapat. Pasalnya, mereka bersikukuh menyatakan tidak ada perbuatan pidana. Hal ini dipertegas oleh salah satu kuasa hukum Chandra-Bibit, Luhut Pangaribuan. Luhut mengatakan tidak ada satupun bukti yang menunjukan adanya suatu tindak pidana yang dilakukan Chandra dan Bibit. Dan itu sudah sesuai dengan hasil rekomendasi tim verifikasi yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution.

Maka dari itu, lanjutnya, tim advokasi Chandra-Bibit akan melakukan kajian terhadap alasan yuridis yang dikemukakan penuntut umum. Meski begitu, Chandra dan Bibit tetap menandatangani berita acara penerimaan SKPP dan menghargai tindakan penuntut umum yang menghentikan penuntutan.

"SKPP merupakan kewenangan dari penuntut umum. Kita hargai itu, tapi kita tidak sependapat dengan alasan yuridisnya. Untuk menanggapi itu, kita akan mengkaji terlebih dahulu," ujar Alexander Lay, kuasa hukum Chandra-Bibit yang lain.

Ketidaksepahaman pihak Chandra-Bibit dengan alasan yuridis yang dikemukakan penuntut umum ini ditanggapi Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspen) Kejaksaan Agung Didik Darmanto. Didik menghargai hak mereka untuk berpendapat. "Yang jelas kita sudah keluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP). Itu kan ada alasan yuridis dan sosiologis. Selain alasan yuridis Pasal 50 KUHP, ada alasan sosiologis. Jadi, tidak semata-mata alasan yuridis". "Kalaupun para pihak, Pak Chandra (dan Pak Bibit) memberikan pendapat lain, itu hak, kita hormati," imbuhnya.

Merusak sistem hukum

Ternyata keberatan atas alasan-alasan dikeluarkannya SKPP itu tidak hanya datang dari pihak Chandra-Bibit. Sekelompok advokat yang menamai dirinya Komunitas Masyarakat dan Advokat Penegak Hukum dan Keadilan juga keberatan dengan alasan-alasan penghentian penuntutan yang dikemukakan penuntut umum. Bukan hanya keberatan dengan alasan penerbitan SKPP, mereka keberatan pula dengan penghentian penuntutan kasus Chandra dan Bibit. Untuk itu, Jum'at (4/12), mereka akan mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pengajuan praperadilan ini, menurut Komunitas yang terdiri dari 46 advokat ini -dua diantaranya OC Kaligis dan Petrus Balla Patyona-, dikarenakan sistem hukum Indonesia sudah dirusak. Sebagaimana diatur dalam Pasal 142 KUHAP, penghentian penuntutan dapat dilakukan dengan beberapa syarat, yakni tidak cukupnya alat bukti, bukan perbuatan pidana, atau demi kepentingan hukum. Namun, untuk kasus Chandra dan Bibit ini, kata Petrus, ketiga syarat itu tidak satupun terpenuhi.

"Oke, kita analisa syarat-syarat itu. Tidak cukup bukti, tapi buktinya dinyatakan lengkap, P21. Lalu, bukan tindak pidana, tapi sudah terbukti tindak pidana. Kemudian, demi kepentingan hukum, kepentingan hukum yang mana?" terang Petrus.

Masalahnya, lanjut Petrus, "jika SKPP keluar atas dasar "lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya, dimana diatur?" Apabila alasan ini dipergunakan, tentunya akan merusak sistem hukum dan mengeliminasi asas persamaan seseorang di mata hukum. "Karena itu akan merusak sistem hukum. Kalau Bibit dan Chandra diperlakukan seperti itu, nanti semua perkara yang masuk ke Kejaksaan bilang, eh jangan lanjutkan, tidak ada manfaatnya, lebih banyak mudaratnya. Sama toh. Artinya apa, persamaan di depan hukum sudah tidak ada lagi".

Tengok saja, kasus-kasus lain, seperti pencurian tiga buah Cacao yang dilakukan seorang nenek bernama Minah. Kasus itu, Petrus menambahkan, kan tetap maju ke Pengadilan. "Padahal, kan manfaatnya apa? Itu hanya buat bibit.  Ada juga yang mencuri semangka, itu buat makan. Jadi, penerapannya ini tidak sama di hadapan hukum".

Maka dari itu, Petrus dan 45 advokat lainnya menganggap praperadilan perlu diajukan. Memang, ada kemungkinan praperadilan ini tidak diterima, karena terbentur syarat formil pengajuan praperadilan. Yakni, dianggap hakim bukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Tapi, Petrus Cs akan tetap akan berupaya. Karena, selain dalam Pasal 80 KUHAP tidak diatur definisi mengenai pihak ketiga berkepentingan, ada beberapa permohonan praperadilan yang juga diterima legal standing-nya sebagai pihak ketiga berkepentingan. 

Pasal 80 KUHAP

“Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya”.

Walau nantinya hakim tidak menerima atau menolak permohonan praperadilan Petrus Cs, ke-46 advokat ini merasa memiliki kepentingan untuk mengembalikan sistem hukum pada jalur yang semestinya. "Kita berkepentingan untuk memberi tahu bahwa cara kerja itu salah. Pesannya itu saja. Ini merusak sistem hukum, karena sudah jelas dalam Pasal 142 KUHAP, SKPP itu syaratnya a, b, c tadi. Lalu sekarang mereka tambah-tambah. Ini artinya sudah mengubah bunyi undang-undang. Itu saja, kepentingan kita di situ. Karena, bisa jadi, besok-besok itu akan dipergunakan sekian banyak orang," jelas Petrus.

Adanya niat sekelompok advokat untuk mengajukan praperadilan itu ditanggapi sederhana oleh Luhut dan Didik. Menurut Luhut, pihaknya merasa tidak berhak mengomentari ataupun menilai niatan orang-orang tersebut. "Kita nggak bisa mengomentari niat orang. Karena ini itu kan sebenarnya ditujukan ke kejaksaan. Jadi, yang bisa menjawab sebenarnya (menanggapi-red) ya kejaksaan. Untuk (kategori) pihak ketiga yang berkepentingan, itu kan hakim yang menilai. Memang, ada sih (praperadilan) yang diterima, tapi banyak juga kan yang kandas".

Atas hak ini, Didik menyatakan, "sampai sekarang kan belum ada, itu (baru) wacana mereka. Terserah, itu perhatian masyarakat atau sekelompok masyarakat. Kalaupun ada kita akan mengikuti perintah pengadilan dan kita akan sikapi".

Di lain pihak, penyidik yang memang dalam Pasal 80 diatur sebagai pihak yang berhak mengajukan praperadilan, ternyata sudah menegaskan bahwa mereka tidak akan mengajukan praperadilan. Hal ini dikemukakan Wakabareskrim Mabes Polri Dikdik Mulyana Arif Mansyur. "Oh tidak (akan mengajukan praperadilan), nambah-nambah kerjaan saja. Itu kan sudah menjadi tanggung jawab masing-masing pada yang 'di atas' (Tuhan)".

Lagipula, imbuhnya, penyidik bekerja dengan ikhlas. Sehingga, walaupun akhirnya bukti-bukti yang dikumpulkan penyidik tidak digunakan untuk membawa Chandra dan Bibit ke pengadilan, tidak menjadi alasan penyidik akan mengajukan praperadilan.

Tags:

Berita Terkait