Praperadilan Anggodo Dimenangkan Lagi
Utama

Praperadilan Anggodo Dimenangkan Lagi

Menurut KUHAP, putusan tingkat banding untuk praperadilan atas penghentian penuntutan adalah putusan akhir.

Inu/Dny
Bacaan 2 Menit
Anggodo kembali menang. Foto: Sgp
Anggodo kembali menang. Foto: Sgp

Dewi Fortuna kembali berpihak kepada Anggodo Widjaja. Kamis (3/6), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan putusan menolak banding yang diajukan Kejaksaan. Banding ini diajukan Kejaksaan setelah permohonan praperadilan Anggodo yang mempersoalkan terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto dikabulkan.

 

Putusan ini otomatis memperkuat putusan tingkat pertama yang dibacakan 19 April lalu. Ketika itu, hakim tunggal Nugraha Setiadji menyatakan SKPP Bibit-Chandra tidak sah karena didasari alasan yang kurang tepat.

 

“Menetapkan setelah memperbaiki yang dipandang perlu menolak banding Kejaksaan atas putusan pengadilan tingkat pertama,” ujar Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI Andi Samsan Nganro ketika dihubungi, Kamis (3/6).

 

Putusan ini, urai Andi, diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri dari Muchtar Ritonga selaku ketua, serta I Putu Widnya dan Nazarudin Tapo masing-masing sebagai anggota. Andi menegaskan bahwa dengan putusan tersebut, majelis banding memerintahkan Kejaksaan untuk meneruskan proses penuntutan atas Bibit dan Chandra.

 

Meski menguatkan, namun majelis banding berpendapat putusan tingkat pertama tidak seharusnya menyatakan Kejaksaan melakukan perbuatan melawan hukum. Hal ini, menurut majelis banding, merupakan ranah hukum perdata.

 

Majelis banding, tambah Andi, juga menyatakan kedudukan hukum Anggodo diterima sebagai pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan praperadilan. Pertimbangan ini dilandasi, karena Anggodo adalah pihak ketiga sesuai pasal dakwaan pada Bibit dan Chandra yang didakwa dengan pasal 12 huruf e UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001.

 

Sedangkan, Anggodo didakwa oleh KPK melakukan perbuatan percobaan penyuapan pimpinan dan pegawai KPK. “Dalam hal ini, majelis melihat ada keterkaitan kedudukan hukum Anggodo dalam dua perkara itu sehingga dia adalah pihak ketiga dalam praperadilan yang dia ajukan,” imbuh Andi.

 

Majelis juga berpendapat, dengan keterkaitan itu maka konstruksi hukum sudah jelas sehingga tidak ada lagi kekosongan hukum sebagaimana alasan terbitnya SKPP. Seharusnya, menurut majelis, berdasarkan pasal 35 huruf c UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, lembaga penegak hukum itu memilih deponir bukan lembaga penutupan perkara demi hukum yaitu SKPP.

 

Pasal 83 KUHAP

(1)  Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding.

(2)  Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.

 

Berharap pada Kejaksaan

Sementara itu, Humas KPK Johan Budi SP mengaku belum mendengar secara resmi putusan pengadilan tingkat banding. Makanya, Johan enggan mengomentari putusan. Meski begitu, KPK tetap berharap Kejaksaan melakukan upaya hukum lain jika memang dimungkinkan, demi mempertahankan SKPP. “Kami yakin Kejaksaan mau,” ujarnya menyiratkan optimis.

 

Mengenai dampak putusan tingkat banding terhadap Bibit dan Chandra, Johan mengatakan penonaktifan keduanya harus menunggu dikeluarkannya keputusan presiden. Jika penonaktifan terjadi, Johan khawatir KPK akan kembali pada kondisi tahun lalu, dimana Pimpinan KPK tersisa hanya dua orang.

 

Kondisi ini,  kata Johan, tentunya akan mempengaruhi kinerja KPK, khususnya dalam penanganan kasus. Padahal, saat ini KPK justru tengah menangani sejumlah perkara yang menarik perhatian publik. “Saat ini, pimpinan tengah membahas putusan tersebut didampingi pejabat struktural,” tukasnya.

 

Mantan anggota tim kuasa Bibit-Chandra, Taufik Basari menuntut tanggung jawab Kejaksaan sebagai institusi yang menerbitkan SKPP. Menurut advokat yang biasa disapa Tobas ini, sedari awal tim kuasa hukum sebenarnya telah menyarankan Kejaksaan agar mengadopsi temuan Tim Delapan. “Tentunya kondisinya pasti akan berbeda jika mereka mau melakukan itu,” ujarnya.

 

Dihubungi hukumonline, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto terkesan kaget mendengar kabar bahwa upaya hukum banding Kejaksaan ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. “Kapan ada putusan? tahu dari mana? kapan? kami belum terima kok.”

 

Diminta komentarnya lebih jauh, Didiek hanya berujar singkat, “Kita nunggu dulu putusan secara resmi dari pengadilan tinggi.

 

Menilik Pasal 83 ayat (1-2) KUHAP, berarti putusan tingkat banding ini adalah putusan akhir. Dengan kata lain, kesempatan Kejaksaan untuk melawan putusan banding melalui pengadilan praktis tertutup.

Tags: