Pramono Anung, Puan Maharani dan Nama Lain Disebut Novanto Terima Uang e-KTP
Utama

Pramono Anung, Puan Maharani dan Nama Lain Disebut Novanto Terima Uang e-KTP

Novanto menyebut ada pemberian uang US$500 ribu kepada Puan dan Pramono Anung melalui Oka Masagung, tetapi hal itu dibantah pihak PDI Perjuangan.

Aji Prasetyo/Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Dalam persidangan sejumlah fakta menyebut adanya pertemuan yang dilakukannya untuk membahas proyek ini. Dan Novanto bersikukuh dirinya tidak mendapat apapun yang berkaitan dengan pengadaan e-KTP. "Ya itulah Pak, begitu jalan gak balik lagi. Masalahnya Pak begitu berhasil gak cerita, tahu tahu ada," aku Novanto.

 

Dalam persidangan Novanto hanya mengakui dirinya memperoleh jam Richard Mille dari hasil patungan antara Andi Agustinus dan Johannes Marliem. Namun yang berbeda mengenai momen pemberian jam yang sebelumnya disebut-sebut dalam rangka hari ulang tahun dirinya.

 

"Jam tangan itu, pada 2016 si Andi memang pernah datang ke saya. Saya tahu Andi orangnya lincah, jadi mau berikan oleh-oleh jam tangan," ujar Setya Novanto kepada majelis hakim.

 

Dia mengaku pemberian jam itu sama sekali tidak berkaitan dengan momen ulang tahunnya. "Tidak ada moment apa-apa. Cuma Andi memang orangnya pintar mencari hati orang," kata Novanto.

 

Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima sebuah jam tangan merek Richard Mille tipe RM 011 seharga AS$135 ribu. Menurut jaksa, jam tangan yang harganya sekitar Rp1,3 miliar itu diberikan oleh pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Johannes Marliem. Pemberian itu sebagai ucapan terima kasih karena telah meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR RI.

 

Bantahan PDIP

Terpisah, disebut-sebutnya sejumlah nama politisi PDIP yakni Puan Maharani dan Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo membuat PDIP “gerah”. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah jika dua elit politiknya menerima aliran uang e-KTP. Menurut Hasto, posisi politik PDI Perjuangan (PDIP) selama 10 tahun pemerintahan SBY saat itu berada di luar pemerintahan.

 

Makanya, tidak ada representasi menteri dari PDI Perjuangan di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu selama 10 tahun dan menjadi oposisi. Dalam beberapa keputusan strategis dilakukan melalui voting, PDIP juga selalu kalah. "Misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal Asing dan UU Free Trade Zone. Dengan demikian tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan e-KTP sekalipun," terang Hasto.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait