Praktisi Kurang Kuasai Hukum Acara, Akademisi Lemah Keilmuan
Seleksi Hakim Agung

Praktisi Kurang Kuasai Hukum Acara, Akademisi Lemah Keilmuan

Praktisi yang seharusnya paham hukum acara ternyata tidak paham. Akademisi. yang seharusnya kokoh dalam filsafat hukum, ternyata juga memble.

Aru
Bacaan 2 Menit
Praktisi Kurang Kuasai Hukum Acara, Akademisi Lemah Keilmuan
Hukumonline

Wawancara calon hakim agung berakhir sudah. Proses terakhir seleksi calon hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) ini, Rabu (1/11) merupakan lanjutan wawancara terhadap sembilan calon hakim agung, setelah sebelumnya tujuh anggota KY mewawancarai enam calon. Tiga calon yang diwawancarai terakhir adalah, Direktur Badan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara MA M. Hatta Ali, advokat Munir Fuady dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung Prof. Sanusi Husin.

 

Usai wawancara, advokat Bambang Widjojanto, yang termasuk panitia seleksi calon hakim agung menilai kemampuan para calon hakim agung lemah. Calon yang ia bedakan praktisi (hakim maupun advokat) serta akademisi justru mempunyai kelemahan di bidang yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya, praktisi yang seharusnya paham hukum acara ternyata tidak paham. Begitu juga akademisi. Mereka yang seharusnya kokoh dalam filsafat hukum, ternyata juga memble.

 

Sementara itu, Emerson Yuntho, Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat dari sembilan calon ada dua nama yang layak untuk menjadi hakim agung. Walau kesemuanya akademisi, Emerson menolak penilaiannya itu didasari ketidakpercayaan terhadap praktisi khususnya hakim. Dari calon yang latarbelakangnya praktisi, kalau tidak lemah kemampuan akademisnya, maka integritasnya yang dipertanyakan, ujarnya.

 

Soal prioritas praktisi dan akademisi, Hasril Hartanto, Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) menyatakan di MA sudah terlalu banyak akademisi. Menurutnya tidak bagus jika semakin banyak akademisi di MA. Nggak terlalu penting akademisi di MA, karena tidak ada sistem kamar di MA.

 

Selain itu, Bambang juga melihat adanya loyalitas ganda dari para calon. Loyalitas ganda itu menurutnya diukur dari segi independensi yang ia bedakan menjadi independensi individual dan struktural. Ia khawatir, independensi individual calon akan bertabrakan dengan independensi struktural yang akan dihadapi di masa depan. Bambang menilai independensi struktural cukup substansial, apalagi jika kelak calon berada pada situasi kepemimpinan lembaga yang jelek.

 

Masih soal independensi struktural ini, Hatta Ali yang notabene calon yang usulan MA, menyatakan hakim di Indonesia secara struktural tidak independen. Pernyataan ini dilontarkannya ketika dimintai pendapat soal walk out-nya tiga hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi. Hatta menjegaskan hal tersebut berpulang ke independensi individual hakim. Sayang, pertanyaan ini tidak dielaborasi lebih lanjut oleh anggota KY.

 

Saat ditanya apakah loyalitas ganda ini hanya untuk calon dengan latarbelakang hakim karir, Bambang menepis. Menurutnya, akademisi juga terbelit dengan urusan birokrasi kampus. Kalau akademisi cuma ngomong perubahan di sini, sedangkan dia tidak melakukan suatu aktifitas yang berkaitan dengan itu, misalnya advokasi, 'kan sama saja, ujarnya.

 

Wawancara  

Walau tidak seheboh wawancara sebelumnya, namun wawancara terakhir hari ini mengungkap hal menarik soal kedisiplinan salah satu calon. Anggota KY Soekotjo Soeparto menyoal masalah kedisiplinan Munir Fuady berkaitan dengan pekerjaannya sebagai kurator perusahaan pailit. Saya mendapat informasi dari hakim pengawas, anda tidak on time dalam membuat laporan rutin, tanya Soekotjo.

 

Munir Fuady yang menggondol gelar master dari Southern Methodist University membantah informasi tersebut. Menurutnya ia selalu membuat laporan tepat waktu. Iya, informasinya anda buat, tapi tidak tepat waktu, kejar Soekotjo. Bisa dicek tanggal laporan saya, tukas Munir Fuady tak mau kalah.

 

Selain itu, Munir Fuady juga dikonfirmasi mengenai isu tak becusnya ia dalam mengelola keuangan saat menjabat Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat Indonesia Jakarta Selatan. Itu fitnah. Biasa dalam berorganisasi selalu ada lawan dan kawan, tukasnya. Sebagai pembelaan, ia juga mengungkapkan diterimanya laporan pertanggungjawabanya sebagai Ketua dapat menjawab rumor yang dilontarkan Soekotjo.

 

Rampungnya wawancara hari ini menyisakan satu episode penentuan. Siapa yang bakal lolos namanya untuk dikirimkan ke DPR sebagai calon hakim agung. Menurut Ketua KY Busyro Muqoddas, KY akan menetapkan nama-nama yang lolos pada 15 Nopember 2006. Namun, mekanisme pengumuman masih akan dirapatkan lebih dulu, apakah akan diumumkan secara terbuka terlebih dahulu atau langsung ke DPR.

 

Adakah  kemungkinan jumlah sembilan calon akan susut? Busyro menyatakan kemungkinan itu terbuka.

Tags: