Praktik Mafia Kehutanan Tak Lepas dari Peran Aparat
Fokus

Praktik Mafia Kehutanan Tak Lepas dari Peran Aparat

Banyak kebijakan Menteri Kehutanan yang lebih berpihak pada pengusaha. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum diharapkan bisa bekerja lebih intensif.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Praktik Mafia Kehutanan Tak Lepas dari Peran Aparat. foto: Sgp
Praktik Mafia Kehutanan Tak Lepas dari Peran Aparat. foto: Sgp

Tak bisa dipungkiri, kondisi hutan Indonesia semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan, laju kerusakan hutan rata-rata per tahun adalah 1,09 juta ha. Sedangkan TELAPAK/EIA mengklaim, angka 2,8 juta ha hutan Indonesia rusak setiap tahunnya. Penyebab klasik berkurangnya luas tutupan hutan adalah kejahatan kehutanan.

 

Selasa, (25/5), beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Kehutanan menyambangi DPR, tepatnya bertemu dengan Wan Abubakar, anggota Komisi IV DPR untuk mendiskusikan masalah tersebut. Sebelumnya, mereka telah membicarakan hal yang sama kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Wakil dari Koalisi Anti Mafia Kehutanan, Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, saat ini koalisi fokus pada sejumlah kasus korupsi kehutanan di daerah Riau. Ke depan diharapkan bisa lebih luas meliputi kawasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah atau daerah lainnya di Indonesia.

 

Menurut Febri, salah satu kasus yang yang menjadi sorotan utama adalah kasus Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar yang sudah diproses di KPK dan divonis hingga tingkat kasasi Mahkamah Agung. Dalam waktu yang sama, koalisi juga akan mengadvokasi sembilan kasus dugaan korupsi kehutanan yang harus dibongkar dalam waktu dekat.

 

“Khusus untuk kasus Bupati Pelalawan, Riau sejumlah pekerjaan rumah menunggu. Tidak hanya KPK, tetapi juga masyarakat sipil dan DPR,” katanya.

 

Dijelaskan Febri, putusan kasus Bupati Pelalawan merupakan salah satu kasus yang berhasil dijerat melalui UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain itu, terdapat dua putusan lain yang diharapkan bisa menjadi Yurisprudensi dalam pemberantasan mafia kehutanan, yaitu; Kasus Adelin Lis dan Kasus Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna Abdul Fatah.

 

Dari ketiga kasus tersebut, kata Febri, semakin kuat keyakinan bagi koalisi, bahwa sejumlah kebijakan pemerintah pusat ataupun daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada bisa dijerat dengan UU Tipikor. “Dengan kata lain, tidak terkukung pada UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” tambahnya.

 

Di sisi lain, praktik mafia kehutanan sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari praktik kotor korupsi dan kolusi. Aliran uang berupa suap, gratifikasi, fee atau sebagainya, seringkali terjadi antara penyelenggara negara dan pihak perusahaan. Dalam kasus Tengku Azmun Jaafar, misalnya. Bupati sendiri mendapatkan keuntungan sekitar Rp19,38 miliar dari 15 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) yang dikeluarkannya.

 

“Namun, jumlah tersebut ternyata masih sangat kecil dibanding keuntungan yang didapatkan oleh pihak perusahaan,” terang Febri.

 

Mengacu pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi No. 06/2008 dalam kasus Azmun tersebut, angka kerugian negara ternyata terhitung paling tinggi dibanding semua semua kasus yang pernah diproses oleh KPK. Setidaknya, sambung Febri, BPKP dan hakim mengakui kerugian keuangan negara Rp1.028 triliun hanya untuk satu kasus.

 

“Bayangkan jika fenomena yang sama juga terjadi di kabupaten lain di Provinsi Riau. Ternyata praktik mafia kehutanan semacam ini dianggap hal yang jamak,” tuturnya.

 

Berikut kasus kejahatan di sektor kehutanan yang dijerat korupsi:

 

No.

Nama

Jabatan

Deskripsi Kasus

Kerugian Negara

Proses Hukum

1.

Suwarna Abdul Fatah

Gub. Kaltim

Menerbitkan Izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit, dengan tujuan semata untuk memperoleh kayu

Rp346,82 miliar

KPK, vonis kasasi 4 tahun

2.

Martias alias Kian Hwa

Pengendali Surya Dumai grup

Penerima IPK dan penikmat kebijakanyang diterbitkan oleh Gub. Kaltim, Suwarna AF  

Sda

KPK, vonis kasasi 18 bulan penjara, uang pengganti Rp346,82 miliar 

3.

Waskito Suryodibroto

Dirjen Pengusahaan Hutan Produksi Dephutbun

Bersama-sama dengan Gub. Kaltim Suwarna AF. Pemberian izin prinsip

Sda

KPK, Vonis 2,5 tahun

4.

UU Aliyudin

Ka. Kantor Wilayah Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Bersama-sama dengan Gub. Kaltim Suwarna AF. Pemberian izin prinsip (fase pemberian)

Sda

KPK, vonis 4 tahun

5.

Robian

Ka. Dinas Kehutanan Kaltim

Bersama-sama dengan Gub. Kaltim Suwarna AF. Pemberian izin prinsip (fase perpanjangan). Tidak berupaya menagih PSDH dan DR

Sda

KPK, vonis 4 tahun

6.

H. Tengku Azmun Jaafar

Bupati Palalawan, Riau

Penerbitan IUPHHK-HT pada 15 perusahaan (Des 2002-Jan 2003). Padahal, dirinya mengetahui perusahaan-perusahaan itu tidak kompeten di bid. kehutanan 

Rp12,3 miliar

KPK, vonis kasasi 11 tahun, denda Rp500 juta, uang pengganti kerugian negara Rp12,3 miliar

7.

Burhanuddin Husin

Ka. Dinas Kehutanan Riau (2005-2006); Bupati Kampar, Riau

Penerbitan IUPHHK-HT terhadap sejumlah perusahaan di Kampar

 

KPK, ditetapkan sebagai tersangka. Cat. Tidak diketahui proses lanjutan. Bahkan sampai kini menjabat sebagai Bupati Kampar, Riau

8.

Arwin AS

Bupati Siak

Penerbitan IUPHHK-HT terhadap sejumlah perusahaan di Siak (2001-2003)

 

KPK, ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2009

9.

Asral Rachman

Ka. Dinas Kehutanan Riau

Terkait kasus H. Azmun Tengku Jaafar

 

KPK, ditetapkan sebagai tersangka. Baru ditahan pada 10/2/2010 

10.

Syuhdana Tasman

Ka. Dinas Kehutanan Riau (2003-2004)

Terkait kasus H. Azmun Tengku Jaafar

 

KPK, ditetapkan sebagai tersangka. Cat. Tidak diketahui proses lanjutan

11.

Adelin Lis

Dir. Keuangan/Umum PT Keang Nam Development Indonesia

Penebangan kayu di luar RKT yang disahkan selama tahun 2000-2005. Total penebangan mencapai 84.953 batang

Rp119.802 miliar

Polri, vonis kasasi 10 tahun, uang pengganti Rp119,802 miliar, dan denda Rp1 miliar. Cat. Meski divonis bersalah AL terlebih dahulu kabur ke LN

12.

GR

Staf Dishut Kab. Kotim

Dalam kedudukan sebagai P2SKSHH pada Dinas Kehutanan Kab. Kotim menerbitkan 3 SKSHH dengan nomor seri DF 110066, 110068, dan 110044

Rp2,12 miliar

Polri, (Satgas Illegal Logging)

 

Berikut pihak yang diperkaya akibat korupsi di sektor kehutanan yang dilakukan Bupati Pelalawan, Riau (Berdasarkan Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakpus No.06/PID.B/TPK/2008/PN.JKT.PST)

 

Perorangan

Nilai (Rp)

Perusahaan

Nilai (Rp)

T. Azmun Jaafar

T. Lukman Jaafar

Asral Rahman

Fredrik Suli

Sudirno

19,83 miliar

8,25 miliar

600 juta

190 juta

50 juta

PT Riau Andalan Pulp and Paper

PT Merbau Palalawan Lestari

PT Selaras Abadi utama

PT Uniseraya

CV. Putri Lindung Bulan

CV. Tuah Negeri

CV. Mutiara Lestari

PT Rimba Mutiara Permai

PT Mitra Tani Nusa Sejati

PT Bhakti Praja Mulia

PT Trio Mas FDI

PT Satria Perkasa Agung

PT Mitra Hutani Jaya

CV. Alam Jaya

CV. Harapan Jaya

PT Madukuro

PT Yos Raya Timber

939.29 miliar

7,68 miliar

6,999 miliar

13,03 miliar

54,48 miliar

4,63 miliar

282 juta

7,11 miliar

16,88 miliar

10,74 miliar

13,39 miliar

94,82 miliar

87,92 miliar

12,93 miliar

13,73 miliar

17,6 miliar

6 miliar

Sumber: ICW

 

Tidak konsisten

Sementara itu, Wan Abubakar berpandangan, sejak dirinya menjadi ketua Tim Illegal Logging di Riau, banyak pejabat dengan mudah mengeluarkan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) kepada pengusaha, terutama sebelum tahun 2002. Pada saat itu, katanya, memang diberikan pelimpahan kewenangan kepada kepala daerah.

 

Bukan hanya itu, Kementerian Kehutanan dianggap banyak mengeluarkan peraturan yang sangat bertentangan sehingga terjadi banyak perubahan. Tidak sedikit kebijakan yang dibuat Menteri Kehutanan yang berpihak pada pengusaha kayu, bukan kepada rakyat. Itu terjadi di era MS Kaban maupun sebelumnya.

 

Namun setelah tahun 2002, lanjut Abubakar, keluar ketentuan pemerintah No 34 Tahun 2002 yang menyebutkan, Menteri Kehutanan melarang pemerintah daerah melarang untuk mengeluarkan atau menerbitkan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPPHK-HA). “Jadi, sebenarnya ini adalah ulah dari kebijakan Menteri Kehutanan yang tidak konsisten,” katanya.

 

Ia juga meminta kepada Menteri Kehutanan yang sekarang untuk berani melakukan reformasi terhadap perubahan peraturan yang selama ini tidak konsisten tersebut, terutama UU Nomor 41 tahun 1999.

 

Terkait kasus Tengku Azmun Jaafar, dirinya meyakini bahwa yang bersangkutan tidak melakukannya sendiri. Sebab ada mata rantai terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur yang bernama Rencana Kerja Tahunan (RKT). “Izin itu tidak akan keluar bila tidak ada RKT,” ujarnya.

 

Abubakar mengaku, saat pertemuan pertamakali dengan Menteri Kehutanan, ia sudah meminta agar kasus-kasus mafia kehutanan diselesaikan. “Bahkan, untuk kasus di Riau, kami sudah beri masukan dan beberapa bahan kepada menteri kehutanan,” tuturnya. Tapi, sambungnya, ternyata itu masukan itu mentok dengan alasan kasus tersebut sudah di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).

 

Lebih Intensif

Jik meilihat kinerja aparat yang ada saat ini, masyarakat memang sulit berharap kasus-kasus kejahatan kehutanan, termasuk di dalamnya masalah illegal logging, dapat teratasi dengan baik. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum memang pernah berjanji akan mengusut mafia kehutanan yang merajalela.

 

Bahkan, anggota Satgas Mas Achmad Santosa mengatakan, saat ini pihaknya masih membidik para cukong yang bergerak di bidang illegal logging. Menurutnya, tindakan mereka yang berkongsi dengan aparat penegak hukum sudah merugikan negara puluhan miliar rupiah.

 

Namun, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki mengatakan, dalam bertindak, satgas sebaiknya tak perlu menunggu laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan mafia hukum. Menurutnya, satgas harus lebih proaktif dalam memberantas korupsi. Hal ini didasari karena kurang maksimalnya kinerja penegak hukum, seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.

 

Ia menambahkan, ikatan antara penegak hukum dengan pengusaha hitam kerap mengarah kepada praktik mafia hukum. Solusi sederhana untuk mengatasinya diperlukan adanya peremajaan dan penggantian di aparat hukum yang ditengarai menjadi beking para cukong.

 

“Jika pembersihan aparat hukum yang dekat dengan cukong sudah dilakukan, maka penegakkan hukum di Indonesia dijamin akan berjalan pada relnya,” tandasnya.

Tags: