Perorangan | Nilai (Rp) | Perusahaan | Nilai (Rp) |
T. Azmun Jaafar T. Lukman Jaafar Asral Rahman Fredrik Suli Sudirno | 19,83 miliar 8,25 miliar 600 juta 190 juta 50 juta | PT Riau Andalan Pulp and Paper PT Merbau Palalawan Lestari PT Selaras Abadi utama PT Uniseraya CV. Putri Lindung Bulan CV. Tuah Negeri CV. Mutiara Lestari PT Rimba Mutiara Permai PT Mitra Tani Nusa Sejati PT Bhakti Praja Mulia PT Trio Mas FDI PT Satria Perkasa Agung PT Mitra Hutani Jaya CV. Alam Jaya CV. Harapan Jaya PT Madukuro PT Yos Raya Timber | 939.29 miliar 7,68 miliar 6,999 miliar 13,03 miliar 54,48 miliar 4,63 miliar 282 juta 7,11 miliar 16,88 miliar 10,74 miliar 13,39 miliar 94,82 miliar 87,92 miliar 12,93 miliar 13,73 miliar 17,6 miliar 6 miliar |
Sumber: ICW
Tidak konsisten
Sementara itu, Wan Abubakar berpandangan, sejak dirinya menjadi ketua Tim Illegal Logging di Riau, banyak pejabat dengan mudah mengeluarkan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) kepada pengusaha, terutama sebelum tahun 2002. Pada saat itu, katanya, memang diberikan pelimpahan kewenangan kepada kepala daerah.
Bukan hanya itu, Kementerian Kehutanan dianggap banyak mengeluarkan peraturan yang sangat bertentangan sehingga terjadi banyak perubahan. Tidak sedikit kebijakan yang dibuat Menteri Kehutanan yang berpihak pada pengusaha kayu, bukan kepada rakyat. Itu terjadi di era MS Kaban maupun sebelumnya.
Namun setelah tahun 2002, lanjut Abubakar, keluar ketentuan pemerintah No 34 Tahun 2002 yang menyebutkan, Menteri Kehutanan melarang pemerintah daerah melarang untuk mengeluarkan atau menerbitkan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPPHK-HA). “Jadi, sebenarnya ini adalah ulah dari kebijakan Menteri Kehutanan yang tidak konsisten,” katanya.
Ia juga meminta kepada Menteri Kehutanan yang sekarang untuk berani melakukan reformasi terhadap perubahan peraturan yang selama ini tidak konsisten tersebut, terutama UU Nomor 41 tahun 1999.
Terkait kasus Tengku Azmun Jaafar, dirinya meyakini bahwa yang bersangkutan tidak melakukannya sendiri. Sebab ada mata rantai terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur yang bernama Rencana Kerja Tahunan (RKT). “Izin itu tidak akan keluar bila tidak ada RKT,” ujarnya.
Abubakar mengaku, saat pertemuan pertamakali dengan Menteri Kehutanan, ia sudah meminta agar kasus-kasus mafia kehutanan diselesaikan. “Bahkan, untuk kasus di Riau, kami sudah beri masukan dan beberapa bahan kepada menteri kehutanan,” tuturnya. Tapi, sambungnya, ternyata itu masukan itu mentok dengan alasan kasus tersebut sudah di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).