Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menjelaskan sudah banyak penyelenggara negara terjerat tindak pidana korupsi mulai dari kepala desa, bupati, walikota, gubernur, hingga menteri. Ia mengingatkan bahwa sejak KPK berdiri, sudah ada 1.398 tersangka yang dijerat karena kasus korupsi. Termasuk di dalamnya ialah 22 gubernur serta 148 bupati dan wali kota.
“Ini yang membuat kita prihatin. Sudah ada aparat penegak hukum korupsi baik dari Kepolisian, Kejaksaan, hingga KPK, tapi korupsi masih saja terjadi. Jawabannya karena kita gagal membangun budaya antikorupsi. Sehingga KPK berusaha membangun itu dengan cara menanamkan nilai-nilai integritas dan antikorupsi,” ujar Firli, Kamis (11/8).
Kemudian Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana juga menjelaskan bahwa pihaknya berupaya menanamkan nilai integritas kepada setiap insan masyarakat Indonesia melalui berbagai program antikorupsi.
Baca Juga:
- Ini Capaian Kinerja KPK Bidang Koordinasi dan Supervisi Semester I 2022
- KPK Jadikan Hasil Survei Motivasi Perbaiki Tugas Berantas Korupsi
- Kader Parpol Rentan Terlibat Pusaran Kejahatan Korupsi
“Korupsi tidak mengenal waktu maupun usia. Tidak ada jaminan orang tidak melakukan korupsi, meski sudah mendapat berbagai penghargaan, yang bisa jamin hanya kita sendiri. Oleh karena itu, kita berusaha menanamkan nilai antikorupsi kepada penyelenggara negara dan pasangannya di PAKU Integritas ini,” ujar Wawan.
Di Indonesia, sambung Wawan, dari 34 provinsi, 27 di antaranya pernah terjadi korupsi. Sementara di Kemendagri, pernah juga terjadi kasus korupsi, seperti yang dilakukan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Ardian Noervianto dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. “Dari kejadian-kejadian korupsi itu cukup menjadi sejarah saja, yang tidak boleh terulang lagi,” ujar Wawan.
Secara khusus, Wawan juga menyoroti risiko korupsi di Kemendagri berdasarkan hasil pengukuran Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2021. Di mana 55,8% responden pegawai menilai ada penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, 40,6% responden menyatakan terdapat pegawai yang membuat kwitansi, biaya transportasi, dan biaya lain dalam perjalanan dinas tidak sesuai dengan ketentuan, dan 35,2% responden menyebut ada penyedia barang/jasa pemenang pengadaan memiliki hubungan kedekatan dengan pejabat.