PPh Pasal 29 dan Angsuran PPh Pasal 25 Turun, Begini Mekanisme Perhitungannya
Berita

PPh Pasal 29 dan Angsuran PPh Pasal 25 Turun, Begini Mekanisme Perhitungannya

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perppu No.1 Tahun 2020 tentang  Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk menangani Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

 

Dalam beleid itu salah satu yang diatur adalah penurunan tarif pajak penghasilan badan dari sebelumnya sebesar 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun-tahun pajak 2020 dan 2021, dan menjadi 20 persen mulai tahun pajak 2022.

 

Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama menyampaikan bahwa penghitungan pajak penghasilan untuk tahun pajak 2019 tetap menggunakan tarif yang berlaku untuk tahun pajak 2019 yaitu sebesar 25 persen.

 

“Dengan demikian penghitungan dan setoran pajak penghasilan kurang bayar yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019 (PPh Pasal 29) masih menggunakan tarif 25 persen,” kata Yoga dalam keterangannya, Sabtu (4/4).

 

Sebagai akibat dari penurunan tarif tersebut, lanjut Yoga, maka penghitungan dan setoran angsuran pajak penghasilan badan (angsuran PPh Pasal 25) untuk tahun 2020 dapat menggunakan tarif sebesar 22 persen mulai masa pajak SPT Tahunan 2019 disampaikan dan masa pajak setelahnya.

 

(Baca: Jaga Penerimaan Negara di Tengah Pandemi, Transaksi Elektronik Dikenai Pajak) 

 

Sementara bagi wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan 2019 sampai dengan akhir Maret 2020 penghitungan dan setoran angsuran PPh Pasal 25 adalah; angsuran PPh Pasal 25 auntuk masa pajak Maret 2020 (yang disetorkan paling lambat pada 15 April 2020) adalah sama dengan angsuran pada masa pajak sebelumnya; dan angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak April 2020 (yang disetorkan paling lambat pada 15 Mei 2020) dihitung berdasarkan laba fiskal yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019, namun sudah menggunakan tarif baru yaitu 22 persen.

 

Untuk itu, pemerintah mengimbau wajib pajak badan untuk segera menyampaikan SPT Tahunan 2019 agar dapat mulai memanfaatkan penurunan angsuran PPh Pasal 25.

 

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Dalam PMK ini, setidaknya pemerintah memberikan empat insentif pajak yang dinyatakan berlaku efektif pada 1 April mendatang.

 

Pertama, insentif PPh Pasal 21. Dalam beleid Menteri Keuangan (Menkeu) tersebut pemerintah menyatakan menanggung PPh Pasal 21 untuk penghasilan yang diterima pegawai dengan kriteria tertentu.

 

Apa saja kriterianya? Berdasarkan isi pasal 2 ayat (1) PMK 23/2020, PPh Pasal 21 dapat ditanggung oleh pemerintah dengan syarat; pegawai yang berkerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu bidang dari 440 bidang industri tertentu dan/atau pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), memiliki NPWP dan memiliki penghasilan bruto yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

 

Kedua, insentif PPh Pasal 22 Impor. Menurut Pasal 6 ayat (3) Insentif ini berlaku untuk kriteria bagi WP yang memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam lampiran huruf F dari PMK ini dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE.

 

Ketiga, insentif PPh pasal 25. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa WP diberikan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang. Insentif ini juga berlaku hingga September 2020. Insentif ini berlaku bagi wajib pajak yang bergerak di salah satu bidang dari 102 bidang industri tertentu dan/atau telah ditetapkan sebagai perusahaan yang mendapatkan KITE.

 

Keempat, insentif PPN. Restitusi PPN dipercepat bagi PKP berisiko rendah dengan kriteria bergerak di salah satu dari 102 bidang industri tertentu dan/atau telah ditetapkan sebagai perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE.

 

Menanggapi kebijakan tersebut, pengamat pajak Darussalam mengatakan PMK 23/2020 tersebut merupakan bentuk respons cepat pemerintah dalam rangka menjamin kestabilan ekonomi di tengah situasi Covid-19.

 

“Dengan kata lain, pemerintah memilih untuk switching dari pajak sebagai instrumen penerimaan kepada instrumen pendorong ekonomi. Dalam hal ini kita perlu apresiasi adanya kerelaan dari negara di sektor pajak, demi keberlangsungan aktivitas ekonomi,” kata Darussalam kepada Hukumonline, Jumat (27/3).

 

Pengamat perpajakan lainnya, Yustinus Prastowo, juga mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. Dia menilai kebijakan tersebut sudah cukup responsif. Apa yang direncanakan di Omnibus Law Perpajakan, ditarik ke depan agar segera memberi dampak bagi wajib pajak, maka tarif PPh Badan diturunkan menjadi 22% untuk Tahun Pajak 2020.

 

Tags:

Berita Terkait