PPATK Siapkan Aturan Teknis Wajib Lapor Bagi Profesi
Utama

PPATK Siapkan Aturan Teknis Wajib Lapor Bagi Profesi

PP No. 43 Tahun 2015 mewajibkan sejumlah profesi untuk menerapkan prinsip ‘mengenal nasabah’, dan melaporkan dugaan pencucian uang. PPAT berharap MA memperkuat.

FITRI N. HERIANI/MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Diseminasi informasi PP No. 43 Tahun 2015 di gedung PPATK, Agustus lalu. Foto: RES
Diseminasi informasi PP No. 43 Tahun 2015 di gedung PPATK, Agustus lalu. Foto: RES
Enam bulan setelah Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 berlaku masih saja ada penyandang profesi gatekeeper yang mempertanyakan kemungkinan aturan pencucian uang menjerat notaris, advokat, atau akuntan publik. Seorang advokat bahkan telah mengajukan hak uji materiil PP tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang itu.

Pertanyaan dan langkah hukum itu bisa jadi muncul karena kurangnya pemahaman pihak-pihak yang diwajibkan menerapkan prinsip mengenal pengguna jasa dalam pidana pencucian uang. Notaris, PPAT, advokat, dan akuntan termasuk profesi yang diwajibkan PP No. 43 Tahun 2015 untuk melaporkan transaksi mencurigakan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, mengatakan peraturan teknis tentang wajib lapor bagi profesi dan pihak-pihak lain yang disebut masih disiapkan. Memasuki tahun 2016, Peraturan Kepala PPATK yang diamanatkan PP 43 tersebut akan dibahas. “Itu sudah kami agendakan mulai 16 Januari 2016 mendatang,” kata Agus kepada hukumonline, Selasa (22/12.

Dijelaskan Ketua Ikatan Alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung itu, Peraturan Kepala (Perka) PPATK kemungkinan akan mengatur hal-hal teknis yang selama ini dipertanyakan para pihak, termasuk masukan-masukan yang diperoleh PPATK saat diseminasi PP No. 43 Tahun 2015. Agus memastikan organisasi penyandang profesi akan diundang saat pembahasan rancangan Perka dilakukan. “Peluang untuk menyampaikan masukan bagi profesi yang wajib lapor terbuka lebar,” ujarnya.

Pertemuan dengan para pemangku kepentingan, lanjut Agus, juga bertujuan melakukan uji intensif, seperti bagaimana membangun sistem pelaporannya dan apa yang akan menjadi muatan Perka. Dalam hal ini, PPATK akan mengundang perwakilan organisasi profesi untuk menghindari adanya disharmonisasi dengan UU profesi, dan tidak memberatkan profesi.

Dalam seminar ‘Tanggung Jawab Korporasi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang’ di Jakarta, Senin (21/12), Kepala PPATK Muhammad Yusuf juga menyinggung PP No. 43 Tahun 2015. Penyandang profesi justru bisa terjerat atau terseret kasus pencucian uang, misalnya sebagai ‘turut serta melakukan’, jika tak melaporkan dugaan money laundering yang dilakukan pengguna jasa.

Pihak Terkait
Berkaitan dengan proses hak uji materiil PP No. 43 Tahun 2015, ternyata PPATK sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait. Tak hanya mengajukan diri sebagai pihak terkait, PPATK juga sudah menyampaikan pendapat atas permohonan uji materi itu disertai legal opinion dari tiga orang ahli. Ketiga ahli itu bertujuan memperkuat argumentasi PPATK.

Agus berharap Mahkamah Agung menolak permohonan sang advokat, dan sebaliknya memperkuat posisi PP No. 43 Tahun 2015. Sebab, saat pembentukan PP itu, Pemerintah sudah melibatkan wakil-wakil dari profesi wajib lapor. Pembentukannya pun sudah mengikuti alur yang diamanatkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Namun, Agus tak menampik sosialisasi terhadap mereka yang dikenai kewajiban lapor PPATK, masih kurang.

Dijelaskan Agus, minimal ada tiga poin penting yang disampaikan  PPATK kepada majelis yang menangani permohonan HUM PP. No. 43 Tahun 2015. Pertama, kehadiran wajib lapor bagi profesi avokat, akuntan, dan notaris bertujuan memberikan perlindungan kepada profesi. Jika profesi tersebut sudah menjadi pihak pelapor, maka apabila melaporkan dengan baik tidak mungkin ada dugaan sebagai sebagai pihak yang turut serta membantu, atau turut serta melakukan.

Kedua, melindungi kemuliaan dari profesi. “Agar profesi itu tidak dijadikan sarana kejahatan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang tidak ingin memuliakan profesi itu, atau menggunakan profesi itu sebagai sarana kejahatan. Dengan PP itu terlindungi kemuliaan karena seperti lawyer atau pengacara adalah unsur penegak hukum,” jelas Agus.

Ketiga, PP diyakini PPATK tidak bertabrakan dengan UU, khususnya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Menurut Agus, jika yang dilakukan advokat sudah dilindungi undang-undang, PPATK tidak akan masuk. PPATK hanya khawatir ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan profesi seperti advokat, notaris, dan akuntan untuk melakukan kejahatan atau menjadikan profesi-profesi itu  sebagai jalan untuk melakukan tindakan pencucian uang.

“Kita (PPATk) encourage-nya memang seperti itu, jangan profesi itu digunakan oleh oknum-oknum yang mengaku atau sudah bersumpah menjadi profesi advokat yang mulia malah membantu jadi sarana kejahatan,” tukasnya.

Melalui opini tersebut, Agus berharap MA dapat memperkuat PP tersebut sehingga memberikan kepastian hukum. Pihaknya juga mengaku membuka dialog yang seluas-luasnya bagi wakil profesi-profesi yang diwajibkan lapor dugaan tindak pidana pencucian uang.
Tags:

Berita Terkait