PPAT Berwenang Proses Balik Nama Tanah dan Bangunan dalam Pengampunan Pajak?
Utama

PPAT Berwenang Proses Balik Nama Tanah dan Bangunan dalam Pengampunan Pajak?

Revisi PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Permen ATR/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2017 diatur keperluan balik nama atas harta berupa tanah dan/atau bangunan cukup menyampaikan fotocopy Surat Keterangan Pengampunan Pajak Penghasilan (PPh) atau Surat Keterangan Bebas (SKB) kepada Notaris.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Jajaran Pengurus IPPAT dan INI hadir di tengah acara jumpa pers Kemenkeu, Jumat (17/11). Foto: NNP
Jajaran Pengurus IPPAT dan INI hadir di tengah acara jumpa pers Kemenkeu, Jumat (17/11). Foto: NNP

Notaris bakal kebanjiran pekerjaan karena batas waktu balik nama atas harta berupa tanah dan/atau bangunan dari nominee menjadi atas nama Wajib Pajak (WP) berakhir Desember 2017. Dari 151 ribu WP, ternyata baru sekitar 34 ribu yang sudah melakukan balik nama. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengimbau agar WP segera menyampaikan harta berupa tanah dan/atau bangunan tersebut sehingga tidak termasuk dalam kategori “harta yang ditemukan” oleh pemeriksa pajak.

 

Ia mendorong WP untuk secara sukarela menyampaikan harta yang belum dibalik nama dan dideklarasikan saat program amnesti pajak sehingga harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan WP cukup membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai tarif.

 

“Banyak WP yang memiliki tanah atau bangunan yang sebelumnya diatasnamakan orang lain. Kemudian mereka didaftarkan atas nama tanah mereka. Maka diperlukan balik nama, mengubah jadi nama WP sebenarnya. Proses tersebut dibebaskan dari PPh, jadi tidak termasuk harta baru yang mereka harus bayar PPh,” kata Ani –sapaan akrab Sri Mulyani- di kantornya, Jumat (17/11).

 

Untuk mempermudah balik nama, Kementerian Keuangan memutuskan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana diubah dalam PMK 141/PMK.03/2016. Pemberian kemudahan dimaksud sejalan dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah dalam Rangka Pengampunan Pajak.

 

Revisi itu, kata Ani, dipertegas bahwa fasilitas pembebasan PPh cukup dengan menunjukkan fotocopy Surat Keterangan Pengampunan Pajak atau Surat Keterangan Bebas (SKB) sebagai bukti pembebasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan notaris. Revisi juga dilakukan terkait dengan pemberian kesempatan kepada WP baik yang mengikuti tax amnesty ataupun tidak, untuk mengungkapkan sendiri hartanya yang belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan maupun dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

 

(Baca Juga: Soal Pajak Alat Berat, Pengusaha Minta Pemerintah Patuhi Putusan MK)

 

Pengungkapan yang dilakukan sebelum 31 Desember 2017, maka WP berhak mendapatkan fasilitas berupa tarif PPh sebagaimana PP Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan. “Ini merupakan berita positif bagi WP, bagaimana mereka kita dorong untuk mengungkapkan sendiri harta yang belum dilaporkan, yang selama ini belum masuk dalam TA (tax amnesty) untuk masuk dalam SPT Tahunan dan Surat Pernyataan,” kata Ani.

 

Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menjelaskan, Permen ATR/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2015 mengatur bahwa ketentuan dan proses balik nama cukup didaftarkan ke kantor pertanahan atau BPN setempat sepanjang aset tersebut tercantum dalam bukti ikut serta dalam amnesti pajak. Sekalipun jangka waktu penyampaian paling lambat Desember 2017, pihak BPN memberikan kelonggaran pemenuhan syarat-syarat yang dimintakan.

 

“Kita tidak akan mempermasalahkan lagi pajaknya, selama aset tersebut sudah dimasukkan dalam bukti TA. Yang harus dibayar cuma BPHTB, karena dalam TA itu tidak termasuk yang diamnestikan. Begitu secara praktikal, kalau tadi tanah saya balikkan atas nama kawan saya, kemudian saya masukkan dalam TA, bahwa tanah dimilikinya, datang ke BPN dan BPN akan melakukan peralihan. Jadi cuma bayar BPHTB. Jadi straight forward,” kata Sofyan.

 

Terkait pelonggaran syarat, BPN hanya melonggarkan terkait pemenuhan dokumen sampai pertengahan 2018 dengan syarat WP telah mendaftar terlebih dahulu sebelum 31 Desember 2017. Pelonggaran tersebut diperbolahkan, misalnya tanah yang akan dilakukan balik nama ternyata belum bersertifikat sehingga harus diukur dan diterbitkan sertifikat. BPN juga akan menerbitkan surat edaran dan mensosialisasikan secara lebih detil kepada jajaran pegawai dan pejabat BPN agar pelaksanaannya tidak terkendala.

 

“Kami juga menyadari karena proses administrasi antara pendaftaran dengan sampai proses dikeluarkan hak itu di BPN perlu waktu, itu kita berikan batas waktu. Yang penting daftarkan dulu. Kemudian kita beri waktu untuk BPN mengurus hingga akhir Maret 2017. Yang penting daftarkan dulu, kalau sudah didaftarkan akhir Desember, kemudian proses BPN bisa proses sampai akhir Maret. Terutama peralihan tanah dan bangunan yang melibatkan badan hukum, kalau pribadi biasanya straight forward,” kata Sofyan.

 

Sekadar informasi. data yang disampaikan Ditjen Pajak menyebutkan bahwa WP yang memiliki harta berupa tanah dan bangunan yang akan dilakukan balik nama ada sekitar 151 ribu. Per tanggal 16 November 2017, baru sekitar 34 ribu WP yang melakukan proses balik nama dari nominee menjadi atas nama WP bersangkutan atau masih ada sekitar 120 ribu WP yang belum melakukan balik nama.

 

(Baca Juga: Kini, NPWP Badan Bisa Dibuat Oleh Notaris)

 

Dari 34 ribu WP yang sudah melakukan proses balik nama, ternyata ada yang ditolak proses balik nama sekitar 20 persen. “Dari 20 persen yang ditolak, alasannya adalah 48% persyaratan formalnya. Yang 28% alasannya adalah perbedaan data, misal beda lokasi dan ukuran. Yang 9% harta itu tidak masuk dalam TA, tiba-tiba sekarang masuk. Yang 9% lainnya itu adalah developer dan 8% adalah alasan lainnya,” kata Ani menjelaskan.

 

Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum Ikatan Notaris Indonesia (INI), Yualita Widyadhari mengklarifikasi bahwa menurut Permen ATR/Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2017 secara tegas menyebut bahwa akta pernyataan hanya dapat dibuat Notaris. Mengutip aturan tersebut, Yualita menyebutkan bahwa pengalihan hak atas tanah dilakukan melalui penandatanganan surat pernyataan antara WP dan nominee dihadapan Notaris yang isinya menyebutkan bahwa tanah dan bangunan dimaksud adalah milik WP.

 

“Kami apresiasi atas adanya kelonggaran SKB dan support-nya untuk proses balik nama terkait pemenuhan amnesti pajak,” kata Yualita.

 

Pasal 1

Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, maka:

a. tanah beserta bangunan yang berkaitan dengan tanah milik Wajib Pajak yang masih terdaftar atas nama orang lain, atau yang selanjutnya disebut Nominee, harus dialihkan menjadi atas nama Wajib Pajak;

b. pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan melalui penandatanganan Surat Pernyataan oleh kedua belah pihak, yaitu Nominee dan Wajib Pajak, di hadapan Notaris yang menyatakan bahwa tanah berserta bangunan dimaksud adalah benar milik Wajib Pajak;

c. pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) bagi Nominee;

d. sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Wajib Pajak dikenakan kewajiban membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dihitung berdasarkan NJOP tahun berjalan atas tanah dan bangunan tersebut, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

(1) Wajib Pajak harus mendaftarkan pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengalihan hak melalui Surat Penyataan dan pembebasan dari kewajiban pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dan huruf c, dan pendaftaran pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku dalam hal:

a. Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan telah membayar Uang Tebusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

b. pengalihan hak atas tanahnya serta permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanahnya dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember 2017.

(3) Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan bukti pelunasan pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, serta bukti pelunasan pembayaran BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d, dilampirkan dalam berkas permohonan peralihan hak atas tanahnya, dan dapat dalam bentuk dokumen turunannya atau fotokopi yang telah disahkan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang.

(4) Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk, melaksanakan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melakukan pencatatan di dalam Buku Tanah dan Sertipikat Hak Atas Tanah yang bersangkutan, sebagai berikut:

“Surat Pernyataan oleh kedua belah pihak yang menyatakan bahwa tanah dan bangunan tersebut adalah benar milik Wajib Pajak yang dibuat di hadapan Notaris:

........................., di ........................., pada hari: ........................., tanggal: ..., bulan: ........................., tahun: .........., Nomor: ..................................., sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak juncto Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.”

 

Sayangya, klarifikasi yang dilontarkan Yualita tidak ditanggapi detil oleh Menkeu maupun Menteri ATR/ Kepala BPN. Usai Yualita melontarkan pernyataan tersebut, baik Ani maupun Sofyan agaknya tidak mempermasalahkan soal kewenangnan membuat Surat Pernyataan apakah juga dapat dilakukan oleh PPAT. Lagipula, dalam pertemuan Jumat (17/11) pagi hari tadi, turut hadir pula Ketua Umum Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Syafran Sofyan yang juga turut berkomentar terkait revisi ketentuan PMK yang sebentar lagi akan diterbitkan Menteri Keuangan.

 

“SKB ini program yang baik, kita sangat mendukung. Dalam pelaksanaan, Permen ATR/Kepala BPN Nomor 15/2017 ini belum kita sosialisasikan sehingga PPAT banyak bertanya, di tambah SKB perlu ada SOP atau hal detil sehingga kita bisa bantu sosialisasikan ke seluruh wilayah Indonesia supaya pelaksanaan tidak terhambat,” kata Syafran dalam pertemuan pagi itu.

 

Menteri Sofyan bahkan menyanggupi permohonan perpanjangan pengurusan dokumen khususnya badan usaha lantaran dinilai waktunya terlalu singkat bila harus rampung sebelum Maret 2018 mendatang. Menteri Sofyan juga meminta masukan dari IPPAT terkait penyusunan SOP yang lebih detil agar praktik di lapangan tidak membingungkan para PPAT yang mendapat kepercayaan dari WP yang akan melakukan balik nama.

 

“Tentaang SOP detil akan kita rumuskan, kalau perlu berikan input. Saya pikir surat edaran sudah memadai tapi tidak cukup memadai bagi notaris dan ppat. sehingga tidak akan ganggu, atau secara teknis bisa diikuti PPAT kalau perlu form-formnya,” kata Sofyan.

 

Tags:

Berita Terkait