PP Penyelenggaraan Bidang Perindustrian Diharapkan Beri Kepastian Investasi
Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja

PP Penyelenggaraan Bidang Perindustrian Diharapkan Beri Kepastian Investasi

Industri manufaktur memberikan efek yang luas bagi perekonomian, di antaranya peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan devisa dari ekspor dan pajak.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: RES
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: RES

Pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian. Pemerintah berharap terbitnya aturan pelaksana tersebut memberi kepastian bagi pelaku usaha sektor industri berinvestasi di Indonesia.

Lingkup pengaturan dari PP Perindustrian meliputi bahan baku dan/atau bahan penolong, pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian, industri strategis, peran serta masyarakat dalam pembangunan industri, serta tata cara pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri.

Di dalam PP Perindustrian disebutkan bahwa untuk menjaga kelangsungan proses produksi dan/atau pengembangan industri, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong. Sementara itu, perusahaan industri harus menggunakan bahan baku dan/atau bahan penolong dalam proses produksi secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. (Baca: Melihat Poin Penting PP Izin Usaha Berbasis Risiko)

Berikutnya, dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong, pemerintah pusat bakal menetapkan neraca komoditas yang memuat data lengkap, detail, dan akurat mengenai kebutuhan bahan baku dan/atau bahan penolong untuk industri dalam negeri. Pemerintah pusat dan daerah juga akan menjamin penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong di dalam negeri. Selanjutnya, pemerintah pusat akan melaksanakan pengawasan terhadap penggunaan bahan baku dan/atau bahan penolong oleh perusahaan industri dan ekspor bahan baku dan/atau bahan penolong.

Terkait pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian, pemerintah pusat melakukan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan standardisasi industri. Hal ini diselenggarakan dalam wujud penerapan SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara. PP 28/2021 menegaskan bahwa yang dimaksud industri strategis, yakni memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis, dan/atau mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara.

Pengaturan kepemilikan industri strategis, antara lain penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pusat, pembentukan usaha patungan antara pemerintah pusat dan swasta, atau pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PP 28/2021 juga menyebutkan peran serta masyarakat dalam pembangunan industri, antara lain berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan industri. Merupakan orang perseorangan, dan/atau kelompok orang yang berbadan hukum sepanjang mempunyai kepentingan atas kemajuan pembangunan industri nasional. Selain itu, harus memiliki kriteria WNI, memiliki latar belakang keilmuan di bidang perindustrian, dan memiliki keahlian di bidang perindustrian.

Lingkup lainnya, PP Perindustrian menjelaskan mengenai tata cara pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. Misalnya, pemerintah pusat melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri.

Pengawasan dan pengendalian tersebut dilakukan untuk mengetahui pemenuhan dan kepatuhan terhadap peraturan di bidang perindustrian yang dilaksanakan oleh perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri. Contohnya, perusahaan kawasan industri wajib memenuhi standar kawasan industri, yang meliputi infrastruktur, pengelolaan lingkungan, serta manajemen dan layanan kawasan industri.

Sebelumnya, pemerintah telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2020 tentang Kementerian Perindustrian. Perpres ini salahsatunya menegaskan bahwa struktur organisasi dan tata kerja Kemenperin menyesuaikan dengan kebutuhan UU Ciptaker terkait dengan penyelenggaraan bidang perindustrian.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengharapkandengan terbitnya aturan baru tersebut industri manufaktur memberikan efek yang luas bagi perekonomian, di antaranya peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan devisa dari ekspor dan pajak.

“Industri akan menjadi roda penggerak utama dalam upaya pemulihan ekonomi nasional akibat imbas pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah menerbitkan kebijakan guna mencapai sasaran tersebut,” kata Agus di Jakarta, Senin (22/2).

Dia meyakini PP 28/2021 ini mendukung akselerasi pertumbuhan sektor industri di tanah air sekaligus memacu pengembangannya agar mampu berdaya saing di kancah global. Pasalnya, beleid ini akan memberikan kemudahan dan kepastian usaha bagi pelaku industri, sesuai dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja. “Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan rebound pada tahun 2021 sebesar 5,3%, dan begitu juga dengan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas yang ditargetkan tumbuh sebesar 3,95%,” ungkapnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja.

“Hal itu akan dapat memperluas lapangan kerja baru, dan diharapkan akan menjadi upaya Pemerintah mengungkit ekonomi akibat pandemi COVID-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan sebesar 5,3 persen pada tahun 2021 ini,” ujarnya Minggu (21/02).

Secara substansi, peraturan pelaksanaan tersebut dikelompokkan dalam sebelas klaster pengaturan, yaitu: Perizinan dan Kegiatan Usaha Sektor (sebanyak 15 PP), Koperasi dan UMKM serta Badan Usaha Milik Desa (4 PP), Investasi (5 PP dan 1 Perpres), Ketenagakerjaan (4 PP), dan Fasilitas Fiskal (3 PP). Selanjutnya, Penataan Ruang (sebanyak 3 PP dan 1 Perpres), Lahan dan Hak Atas Tanah (5 PP), Lingkungan Hidup (1 PP), Konstruksi dan Perumahan (5 PP dan 1 Perpres), Kawasan Ekonomi (2 PP), serta Barang dan Jasa Pemerintah (1 Perpres).

Tags:

Berita Terkait