Potret Penjatuhan Sanksi Hakim di KY-MA
Utama

Potret Penjatuhan Sanksi Hakim di KY-MA

Dari 58 hakim yang direkomendasikan KY untuk dijatuhi sanksi sebagian besar tidak ditindaklanjuti MA. Namun, hingga Juni 2019, KY dan MA telah menggelar sidang MKH yang telah menjatuhkan sanksi sanksi berat terhadap 3 hakim terlapor.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Sidang MKH di Mahkamah Agung. Foto: RES (Ilustrasi)
Sidang MKH di Mahkamah Agung. Foto: RES (Ilustrasi)

Pada periode Januari-Juni 2019, Komisi Yudisial (KY) telah merekomendasikan 58 hakim untuk dijatuhi sanksi karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Rekomendasi penjatuhan sanksi ini telah disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk pelaksanaan sanksinya baik berupa sanksi berat, sedang, dan ringan. Jumlah ini lebih banyak jika dibandingkan semester I Tahun 2018 yang berjumlah 30 hakim.   

 

“58 hakim direkomendasikan ke MA untuk dijatuhi sanksi. MA baru menindaklanjuti usulan KY terhadap 3 hakim melalui sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk penjatuhan sanksi berat,” ujar Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim Sukma Violetta di Gedung KY Jakarta, Senin (8/7/2019). Baca Juga: KY: Rekomendasi 42 Hakim Didominasi Sanksi Ringan

 

Sukma mengatakan banyaknya hakim yang diusulkan dijatuhi sanksi menunjukkan KY tegas  menegakkan KEPPH untuk menjaga kemuliaan profesi hakim. Namun, KY menjamin pengawasan terhadap hakim tetap menjunjung kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Sebelum menjatuhkan sanksi, KY telah memeriksa berbagai pihak, seperti pelapor, saksi-saksi dilengkapi pembuatan BAP, mengumpulkan bukti-bukti detail sebelum memeriksa hakim terlapor dan memberi sanksi sesuai tingkat kesalahannya.

 

“Namun, pelaksanaan usulan sanksi KY ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti rekomendasi sanksi KY ini karena ada tumpang tindih tugas pengawasan (KY dan Bawas MA),” tuturnya.

 

Misalnya, usulan sanksi terhadap 58 hakim, 25 hakim diantaranya sampai saat ini belum mendapat respon dari MA bagaimana pelaksanaan sanksi yang diusulkan tersebut. Terhadap usulan sanksi 8 hakim, MA memutuskan tidak dapat menindaklanjuti dengan alasan objek pemeriksaan masuk wilayah teknis yudisial. Sementara usulan sanksi 22 hakim masih dalam proses minutasi. Sisanya, 3 hakim telah dijatuhi sanksi berat melalui sidang MKH.  

 

Menurutnya, rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap 58 hakim terlapor didominasi sanksi ringan yakni sebanyak 43 hakim terlapor. Rinciannya sanksi ringan, KY memberi teguran lisan terhadap 8 hakim; teguran tertulis terhadap 12 hakim; pernyataan tidak puas secara tertulis terhadap 23 hakim.

 

Sanksi sedang, KY memberi sanksi terhadap 10 hakim terlapor. Rinciannya, penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 tahun terhadap 5 hakim; penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 tahun terhadap 1 hakim; dan hakim nonpalu paling lama 6 bulan terhadap 4 hakim. Untuk sanksi berat, KY memberi sanksi pemberhentian dengan hormat terhadap 2 hakim dan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap 3 hakim.

 

“Kualifikasi perbuatan hakim yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH didominasi perilaku tidak profesional (36 hakim); tidak berperilaku adil (13 hakim); tidak menjaga martabat hakim (7 hakim); dan selingkuh (2 hakim),” paparnya.

 

Tiga hakim sanksi berat

Hingga Juni 2019, KY dan MA telah menggelar sidang MKH yang telah menjatuhkan sanksi sanksi berat terhadap 3 hakim terlapor. Pertama, Hakim PN Lembata Nusa Tenggara Timur berinisial RMA telah diputuskan dijatuhi sanksi penurunan pangkat selama 3 tahun pada Kamis (14/2/2019).

 

Hakim RMA diajukan ke MKH atas laporan telah memberi konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara. Hakim RMA saat itu juga sedang menjalani sanksi berat dari Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) yakni sanksi nonpalu selama 2 tahun terhitung sejak Januari 2018 atas pelanggaran hampir serupa yakni memberi konsultasi hukum.

 

Kedua, MKH memberhentikan dengan tidak hormat Hakim Yustisial di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang berinisial MYS pada Selasa (30/4/2019). Fakta persidangan, hakim terlapor MYS terbukti memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya di PN Menggala. Berdasarkan hasil tes urin oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung, Hakim MYS terbukti mengkonsumsi narkoba jenis metamphetamine.

 

Ketiga, MKH memutuskan Hakim SS dijatuhi sanksi penurunan pangkat pada tingkat lebih rendah selama 3 tahun. Hakim SS yang merupakan Hakim PN Stabat Sumatera Utara diajukan ke sidang MKH karena adanya laporan masyarakat bahwa hakim terlapor telah melakukan pernikahan siri hingga akhirnya memiliki anak dari pernikahan tersebut tanpa izin dari istri yang sah.

 

“Jumlah sanksi oleh MKH pada semester I 2019 ini juga tercatat lebih besar daripada periode yang sama tahun 2018 lalu karena MKH belum menjatuhkan sanksi,” katanya.

 

Terpisah, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto mengatakan proses penanganan rekomendasi KY ke MA dan sidang MKH sudah diatur dalam Peraturan Bersama antara KY dengan MA No. 02/PB/MA/IX/2012. Awalnya, surat rekomendasi penjatuhan sanksi hakim yang dikirim ketua KY dikirim ke ketua MA.

 

“Dalam hal usulan sanksi berat, ketua MA sendiri yang memeriksa/meneliti berkas rekomendasi KY, apakah rekomendasi sanksi hakim tersebut kewenangan KY atau tidak?” kata Sunarto saat dihubungi Hukumonline, Selasa (9/7/2019). Baca Juga: Kendala KY Saat Usulkan Penjatuhan Sanksi terhadap Hakim

 

Ia melanjutkan jika rekomendasi sanksi merupakan kewenangan KY berupa pelanggaran KEPPH, maka langsung disposisi ke Ketua Kamar Pengawasan MA untuk ditindaklanjuti. Kemudian, mendisposisikan lagi ke Kepala Badan Pengawasan MA untuk dibuat draf bersama MKH dengan menunjuk empat orang komisioner KY dan tiga orang hakim agung.  Bila hasil rekomendasi KY, sidang MKH dipimpin komisioner KY. Sebaliknya, jika hasil pemeriksaan Bawas MA, sidang MKH dipimpin hakim agung.

 

“MKH itu hanya untuk hakim yang direkomendasikan disiplin pelanggaran berat sebagai forum pembelaan hakim yang diberikan sanksi berupa diberhentikan. Nantinya, jadwal sidang MKH ditentukan oleh ketua sidang MKH,” kata dia.

 

Sunarto menjelaskan Kepala Badan Pengawasan MA ex officio menjadi Kepala Kesekretariatan MKH. “Jadi yang menyiapkan semua teknis administrasi persidangan MKH ialah kepala badan pengawasan,” kata dia.

 

Terkait eksekusi keputusan MKH, Sunarto menjelaskan keputusan MKH yang telah ditandatangani tujuh anggota MKH, diserahkan ke ketua MA. Dari ketua MA didisposisi ke Ketua Kamar Pengawasan dan kemudian disampaikan ke Kepala Bawas MA untuk melaksanakan keputusan MKH. Setelah itu, Kepala Kesekretariatan MA mengirimkan salinan keputusan ke Dirjen Peradilan Umum atau Dirjen Peradilan Agama, atau Dirjen Peradilan TUN tergantung lingkungan asal hakim yang bersangkutan.

Tags:

Berita Terkait