​​​​​​​Potret Budaya Pro Bono Advokat Indonesia
Fokus

​​​​​​​Potret Budaya Pro Bono Advokat Indonesia

​​​​​​​Dukungan dari kantor hukum berpengaruh pada pelaksanaan pro bono oleh advokat. Peran organisasi advokat belum signifikan.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Hukumonline menggelar Hukumonline Awards 2018 Indonesia Pro Bono Champions. Foto: RES
Hukumonline menggelar Hukumonline Awards 2018 Indonesia Pro Bono Champions. Foto: RES

Sejak awal, Hukumonline didirikan untuk ikut aktif mendorong perbaikan dunia hukum Indonesia. Salah satu perhatian besar ditujukan kepada profesi advokat. Hukumonline percaya bahwa advokat bukan profesi swasta yang sibuk mencari keuntungan semata. Ada idealisme mulia di balik profesi tersebut.

 

Idealisme ini secara terus menerus dirawat dalam keyakinan para advokat di Indonesia dengan jargon officium nobile. Selain itu, ada sebuah kewajiban moral yang dibebankan di pundak advokat sejak awal mereka bersumpah untuk menjaga kehormatan profesinya, yakni pro bono.

 

Pro bono atau bantuan hukum cuma-cuma bagi pencari keadilan yang tak berpunya adalah tanggung jawab individu setiap advokat. Idealisme mulia profesi ini menuntut advokat memiliki kepedulian sosial terhadap masyarakat marginal. Sejak awal, advokat dibebankan tugas untuk ikut menolong kalangan lemah tersebut. Bahkan di Indonesia telah menjadikan pro bono sebagai kewajiban profesi yang dituangkan dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Pada titik ini, Hukumonline berkomitmen untuk menggaungkan gerakan pro bono di kalangan advokat, melalui Indonesia Pro Bono Champions.

 

Acara yang diselenggarakan oleh Hukumonline ini merupakan bentuk apresiasi kepada para advokat dan kantor-kantor hukum yang telah berdedikasi dalam menjalankan pro bono. Semua kantor hukum diberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan ini yang diwakili oleh satu responden. Melalui survei yang diselenggarakan bulan Oktober lalu, Hukumonline mencari para juara untuk diberikan penghargaan Hukumonline Awards 2018.

 

Selain itu, survei yang digelar Hukumonline juga bertujuan untuk mengetahui secara lebih akurat sejauh mana budaya pro bono telah diterapkan oleh kantor-kantor hukum di Indonesia. Setidaknya yang diterapkan oleh kantor-kantor hukum yang bersedia menjadi responden. Upaya mengetahui hal tersebut telah dilakukan lewat survei terbuka. Pelaksanaan kegiatan pro bono yang disurvei meliputi periode 1 September 2017 hingga 31 Agustus 2018.

 

Baca:

 

Kategori juara dalam survei, dibagi atas dua jenis, yakni kantor hukum dan individu. Untuk kantor hukum, terbagi atas tiga tipe, yakni kantor hukum yang jumlah advokatnya 3-10 orang. Kantor hukum yang jumlah advokatnya 11-30 orang dan kantor hukum yang jumlah advokatnya lebih dari 31 orang. Dari masing-masing tipe ini akan dipilih juara 1 sampai juara 3. Lalu, tiga juara lagi untuk kantor hukum yang jumlah advokatnya terbanyak melakukan kegiatan pro bono. Pencarian juara dilakukan melalui metodologi kuantitatif.

 

Sedangkan untuk kategori juara individu dalam survei ini terdiri dari tiga juara, kategori catatan waktu pro bono terbaik, kategori pro bono paling inspiratif di bidang litigasi dan kategori pro bono paling inspiratif di bidang non litigasi. Untuk individu, pencarian juara dilakukan melalui penilaian oleh tiga dewan juri independen.

 

Ketiga juri tersebut adalah, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif Ari Juliano Gema yang juga pernah menjadi advokat, dan Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) Dio Ashar Wicaksono. Sehingga, dari 9 kategori terdapat 15 pemenangnya.

 

Baca:

 

Di samping itu, Hukumonline juga mendapatkan gambaran penerapan praktik pro bono melalui. Tentu perlu dipahami lebih dulu bahwa konsep pro bono yang digunakan berbeda dengan bantuan hukum (legal aid). Oleh karena itu hanya data-data dari responden yang berasal dari kantor hukum saja yang diolah dalam survei ini.

 

Setelah upaya maksimal menyebarkan lembaran survei secara online melalui semua jaringan yang dapat dijangkau. Dari ratusan calon responden, 80 responden mengisi kuesioner. Setelah dicek, sebanyak 65 responden lengkap, namun 8 responden di antaranya  merupakan LBH/Posbakum yang bukan target responden survei. Sehingga, total sebanyak 57 responden yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

 

Dalam rangka menyederhanakan pengumpulan data, survei ini memilih kantor hukum sebagai responden yang bertanggung jawab atas kebenaran data tentang pelaksanaan pro bono para advokat di kantornya. Hukumonline percaya bahwa kantor hukum yang telah bersedia mengikuti survei ini telah menunjukkan kepedulian dan kredibilitas yang baik terhadap pelaksanaan pro bono.

 

Meskipun pro bono melekat individu advokat, Hukumonline meyakini bahwa dukungan dari kantor hukum tempat para advokat bekerja sangat berpengaruh pada pelaksanaan pro bono. Asumsi ini tentu tidak meniadakan para advokat yang bekerja seorang diri dalam praktik. Berikut hasil olahan kuantitatif yang Hukumonline dapatkan melalui survei  Pro Bono Champions 2018.

 

Berdasarkan persentase, dari total 57 responden, sebesar 47% kantor hukum adalah pelanggan Hukumonline dan 53% bukan pelanggan Hukumonline. Sebaran wilayah kantor hukum responden terdapat di 16 provinsi di Indonesia, dari Aceh hingga Papua, dengan sebaran paling banyak dari wilayah DKI Jakarta yaitu sebesar 53%.

 

Hukumonline.com

 

Disusul 7 kantor hukum atau 12% dari Jawa Barat, 3  kantor hukum atau 5% dari DI Yogyakarta, masing-masing 2 kantor hukum atau 4% dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan Riau, dan masing-masing hanya 1 kantor hukum atau 2% dari Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Banten,Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Papua. Sebaran yang meliputi responden dari lima pulau besar di Indonesia menunjukkan survei ini telah berhasil menjangkau skala nasional secara wilayah geografis.

 

Usia kantor hukum responden paling lama adalah 38 tahun yaitu kantor hukum Makarim & Taira S, sedangkan usia paling baru adalah 1 tahun yang ditemukan pada 4 pada kantor hukum responden. Sebanyak 7 kantor hukum responden berusia 10 tahun atau sebesar 12% dari total 57 responden. Usia 10 tahun menjadi usia terbanyak yang dijawab oleh responden.

 

Kategori jumlah advokat terbanyak di antara responden adalah 126 orang pada kantor hukum Assegaf Hamzah & Partner. Dalam menjalankan fungsi khusus mengelola administrasi kegiatan pro bono para advokatnya, sebesar 49% kantor hukum mempunyai staf dan 51% tidak mempunyai staf.

 

Hukumonline.com

 

Mengenai mekanisme pelaporan, 14% kantor hukum mempunyai mekanisme pelaporan rutin sekali per 6 bulan, 12% mempunyai mekanisme pelaporan sekali per tahun, sedangkan 44% tidak memiliki laporan sama sekali. Sementara itu 30% mempunyai laporan bervariasi mulai dari sekali per minggu, sekali per bulan atau tentatif sesuai kebutuhan.

 

Secara tidak disangka, sebesar 54% kantor hukum menjadikan kegiatan pro bono sebagai salah satu syarat pertimbangan jenjang karier. Tercatat 23% kantor hukum memberikan insentif berupa uang bagi advokat yang melakukan pro bono sedangkan sebagian besar kantor hukum yaitu sebesar 40% tidak memberikan insentif sama sekali. Meskipun begitu 84% kantor hukum memberikan biaya operasional untuk menjalankan kegiatan praktek pro bono.

 

Mengenai motivasi dalam melaksanakan pro bono, alasan tertinggi, yaitu 81%, yang mendorong kantor hukum melakukan kegiatan Pro Bono adalah kewajiban moral advokat sebagai officium nobile. Sumber permintaan terbesar dalam melaksanakan praktik pro bono yaitu 72% adalah dari anggota keluarga atau teman. Penerima kegiatan pro bono paling banyak sebesar 93% adalah individu.

 

Hukumonline.com

 

Mengenai jenis perkara, 77% kantor hukum responden menangani jenis perkara baik litigasi maupun non litigasi. Perkara litigasi terbanyak yang ditangani adalah perkara perdata yaitu sebesar 74%. Di sisi lain, perkara non litigasi terbanyak adalah konsultasi hukum sebesar 88%.

 

Pro bono yang dilakukan advokat dapat berupa litigasi atau non litigasi. Survei ini menunjukkan sebesar 9% atau 5 responden menjawab jenis jasa yang diberikan hanya untuk perkara litigasi. Sebesar 14% atau 8 responden hanya memberikan jasa non litigasi, sementara itu sisanya sebesar 77% memberikan praktik pro bono untuk kedua jenis perkara yaitu litigasi dan non litigasi.

 

Untuk perkara litigasi, sebesar 74% atau 42 responden mengaku menangani perkara litigasi perdata, 33 responden atau 58% menangani perkara litigasi pidana, dan 10 responden atau 18%  menangani perkara litigasi tata usaha negara. Sementara itu untuk jenis non litigasi yang ditangani secara pro bono didominasi oleh konsultasi hukum, yakni sebesar 88% dengan total 50 responden.

 

Hukumonline.com

 

Survei ini tentu belum dapat mewakili secara utuh bagaimana kantor-kantor hukum ikut berperan aktif membangun budaya pro bono. Setidaknya hasil survei ini bisa dinilai sebagai potret budaya pro bono advokat Indonesia dari kacamata Hukumonline. Penelitian lebih lanjut dan mendalam tentu sangat diperlukan untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih luas.

 

Hukumonline berharap Pro Bono Champion dalam rangkaian survei dan Hukumonline Awards 2018 ikut berkontribusi menggerakkan advokat dan organisasi advokat untuk giat melakukan pro bono. Jalannya mungkin masih panjang dan berliku untuk menjadikan pro bono sebagai standar mengukur kualitas profesional advokat. Namun Hukumonline selalu percaya bahwa harapan itu akan selalu ada.

Tags:

Berita Terkait