Potongan Gaji 3 Persen untuk Tapera Dinilai Bebani Pengusaha dan Buruh
Utama

Potongan Gaji 3 Persen untuk Tapera Dinilai Bebani Pengusaha dan Buruh

Sejak awal asosiasi pengusaha dan serikat buruh menolak program Tapera sebagaimana daitur UU 4/2016 dan peraturan turunannya. Menurut Apindo, pemerintah seharusnya bisa lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan melalui program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Secara tegas, Shinta menyebut PP 21/2024 menambah beban baru bagi pemberi kerja dan pekerja. Saat ini beban pungutan (iuran/pajak) yang ditanggung pemberi kerja sampai nyaris 20 persen dari penghasilan pekerja. Beban yang ditanggung antara lain iuran Jaminan Hari Tua (JHT) 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24-1,74 persen), Jaminan Pensiun (JP) 2 persen, dan Jaminan Kesehatan 4 persen. Ditambah cadangan pesangon sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.24 Tahun 2004 berdasarkan penghitungan aktuaria 8 persen.

Mengenai perumahan untuk pekerja/buruh, Shinta menjelaskan Apindo sudah melakukan diskusi dan koordinasi dengan sejumlah pihak, seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempercepat perluasan program MLT bagi kebutuhan perumahan pekerja. Dalam diskusi tersebut, khusus pekerja swasta dapat dikecualikan dari Tapera dan mendapatkan fasilitas perumahan dari BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan).

Apindo juga menyebut telah melakukan sosialisasi kepada pengembang (developer) melalui DPP Real Estate Indonesia (REI) dan juga menginisiasi Kick Off penandatanganan kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan bank BTN dan BNI, serta 4 Bank (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yaitu Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh dalam rangka perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.

Saat ini ada 5 bank melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan yakni Bank Sumatera Utara, Bank Sulutgo, Bank Jambi, Bank Sumsel Babel, dan Bank Jawa Timur. “Hal ini menunjukkan program MLT JHT BPJS Ketenagakerjaan mencakup seluruh wilayah Indonesia,” imbuhnya.

Menurutnya, program Tapera lebih tepat ditujukan bagi aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri. Sementara pekerja/buruh sektor swasta yang menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan sudah memiliki kesempatan untuk memanfaatkan program MLT perumahan.

Senada, Koordinator Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, berpendapat UU 4/2016 tujuannya untuk mendukung semua masyarakat memiliki rumah. Awalnya ditujukan untuk pegawai negeri yang dikelola dalam bentuk program pemerintah bernama Taperum. Tapi sejak terbit UU 4/2016 junto PP No.25 Tahun 2020 junto PP No.21 tahun 2024, maka seluruh pekerja dan masyarakat mandiri diikutkan dalam penyediaan perumahan tersebut.

Timboel melihat kepesertaan pekerja swasta/BUMN/BUMD dalam UU 4/2016 patut dikritik. Misalnya, Pasal 7, 9, dan 18 UU 4/2016 mewajibkan pekerja dan pengusaha membayar iuran atau simpanan Tapera yang totalnya 3 persen. Tapi semua pekerja yang membayar iuran itu tidak otomatis mendapat manfaat Tapera berupa KPR, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah.

Penerima manfaat Tapera sebagaimana disebutkan Pasal 38 ayat 1b dan 1c UU 4/2026 hanya bagi pekerja yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan belum punya rumah. Pasal 39 ayat (2c) mengatur pemberian manfaat Tapera berdasarkan tingkat kemendesakan kepemilikan rumah yang dinilai oleh BP Tapera.

“Artinya, BP Tapera akan menentukan juga akses peserta terhadap manfaat program Tapera,” katanya.

Tags:

Berita Terkait