Potensi Persulit Hak Memilih, UU Pemilu Dipersoalkan
Berita

Potensi Persulit Hak Memilih, UU Pemilu Dipersoalkan

Para pemohon meminta pasal-pasal terkait syarat prosedural administratif yang menghambat hak memilih dalam UU Pemilu harus dihilangkan dan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Sejumlah warga negara yang belum memiliki KTP elektronik (e-KTP), lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pemilu, dan perorangan yang bergelut soal-soal hukum tata negara dan kepemiluan bakal melayangkan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait prosedur administratif keikusertaan masyarakat dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden.  

 

Pendaftaran permohonan ini diwakili oleh Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) yang akan didaftarkan pada Selasa (5/3) besok di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK). Maksud pengujian UU Pemilu ini untuk menyelamatkan potensi hilangnya jutaan suara rakyat pemilih dengan alasan tidak memenuhi prosedur administratif dalam UU Pemilu yang bakal digelar serentak pada 17 April 2019 mendatang.

 

“Rencananya, besok kita daftarkan konstitusionalitas UU Pemilu ini terkait prosedur adminstratif pemilu,” ujar senior Partner INTEGRITY, Prof Denny Indryana saat dikonfirmasi Hukumonline, Senin (4/3/2019). Baca Juga: Data WNA dalam DPR Pemilu Mesti Diverifikasi

 

Namun, saat ditanya pasal-pasal apa yang akan dimohonkan pengujian di MK, Denny enggan menjawab. “Besok saja datang ke MK, kami akan daftarkan pengujian UU Pemilu ini,” katanya.   

 

Denny mengingatkan sebagai prinsip, hak rakyat untuk memilih dalam Pemilu 2019 harus difasilitasi sebaik mungkin karena salah satu hak asasi paling penting (fundamental) untuk hadirnya demokrasi di tanah air. “Karena itu, jangankan potensi hilangnya jutaan hak memilih, satu suara pun yang hilang harus diselamatkan demi terpenuhinya prinsip dasar konstitusi dan negara hukum Indonesia,” kata dia.

 

Dia mengutip Putusan MK Nomor 01–017/PUU-I/2003 yang menyebutkan hak rakyat untuk memilih dan dipilih adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara yang memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih.  

 

Selain itu, lanjut Denny, menurut Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009, hak rakyat untuk memilih dan dipilih sebagai hak konstitusional ini tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

 

Sebab pada kenyataannya masih ada rakyat pemilih yang haknya berpotensi hilang karena belum mempunyai e-KTP karena UU Pemilu mensyaratkan kepemilikan e-KTP untuk dapat terdaftar sebagai pemilih dan melakukan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).  

 

Menurut dia, syarat prosedural administratif yang menghambat hak memilih dalam UU Pemilu ini harus dihilangkan dan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Apalagi, alasan tidak dimilikinya e-KTP boleh jadi bukan karena kelalaian dari pemilih. Akan tetapi, karena peraturan perundang-undangan sudah mengatur demikian. Misalnya, pemilih yang akan berumur 17 tahun tidak akan memiliki e-KTP karena belum cukup umur dan tidak diperbolehkan menurut UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

 

Persoalan lain, kata Denny, pemilih yang akan pindah TPS berpotensi kehilangan suaranya untuk Pemilu Legislatif di berbagai tingkatan, dan hanya dapat memilih untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Aturan demikian yang ada dalam UU Pemilu perlu dibatalkan agar tidak menghambat, menghalangi, ataupun mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

 

Intinya, kata Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini permohonan ini untuk menguji konstitusionalitas berbagai norma dalam UU Pemilu yang berpotensi membatasi, meniadakan dan menghapuskan hak warga negara untuk memilih dalam Pemilu 2019. “INTEGRITY memohon kepada MK untuk dapat menjadi solusi dari persoalan konstitusional tersebut, dan memutus dalam waktu yang tidak terlalu lama, mengingat hari pemungutan suara sudah tinggal satu setengah bulan lagi,” harapnya.  

Tags:

Berita Terkait