Potensi Persulit Hak Memilih, UU Pemilu Dipersoalkan
Berita

Potensi Persulit Hak Memilih, UU Pemilu Dipersoalkan

Para pemohon meminta pasal-pasal terkait syarat prosedural administratif yang menghambat hak memilih dalam UU Pemilu harus dihilangkan dan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Sebab pada kenyataannya masih ada rakyat pemilih yang haknya berpotensi hilang karena belum mempunyai e-KTP karena UU Pemilu mensyaratkan kepemilikan e-KTP untuk dapat terdaftar sebagai pemilih dan melakukan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).  

 

Menurut dia, syarat prosedural administratif yang menghambat hak memilih dalam UU Pemilu ini harus dihilangkan dan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Apalagi, alasan tidak dimilikinya e-KTP boleh jadi bukan karena kelalaian dari pemilih. Akan tetapi, karena peraturan perundang-undangan sudah mengatur demikian. Misalnya, pemilih yang akan berumur 17 tahun tidak akan memiliki e-KTP karena belum cukup umur dan tidak diperbolehkan menurut UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

 

Persoalan lain, kata Denny, pemilih yang akan pindah TPS berpotensi kehilangan suaranya untuk Pemilu Legislatif di berbagai tingkatan, dan hanya dapat memilih untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Aturan demikian yang ada dalam UU Pemilu perlu dibatalkan agar tidak menghambat, menghalangi, ataupun mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

 

Intinya, kata Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini permohonan ini untuk menguji konstitusionalitas berbagai norma dalam UU Pemilu yang berpotensi membatasi, meniadakan dan menghapuskan hak warga negara untuk memilih dalam Pemilu 2019. “INTEGRITY memohon kepada MK untuk dapat menjadi solusi dari persoalan konstitusional tersebut, dan memutus dalam waktu yang tidak terlalu lama, mengingat hari pemungutan suara sudah tinggal satu setengah bulan lagi,” harapnya.  

Tags:

Berita Terkait