Potensi Penghasilan Negara dari Sektor Laut Terhambat Sampah Plastik
Berita

Potensi Penghasilan Negara dari Sektor Laut Terhambat Sampah Plastik

Tanpa penanggulangan bersama, sampak akan bertambah dua kali lipat pada 2040.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Tidak hanya itu, komunitas bisnis pun saat ini telah mulai mengorganisir diri dan mulai mengambil aksi. Misalnya komitmen Unilever untuk mengurangi penggunaan plastik baru 50 persen pada 2025. Selain itu, oraganisasi masyarakat sipil perlu berpartisipasi dalam menggerakkan masyarakat dan pilot project se-Indonesia.

 

Advokat yang juga partner pada Ginting & Reksodiputro, Daniel Ginting mengungkapkan banyak sekali potensi bisnis dan investasi di sektor kelautan yang hingga kini belum tersentuh. Salah satu yang dapat digerakkan adalah pariwisata. Namun pengembangan investasi pariwisata di laut terkendala masalah sampah di laut. “Investasi yang ingin usaha di bidang kelautan mempunyai tantangan yang sangat besar,” ujar Daniel.

 

Selain sampah, perizinan juga harus diperhatikan. Dalam konteks ini, perlu ada kampanye berkesinambungan untuk mengajak seluruh pemangku kepentingan agar lebih sadar atas potensi bisnis sektor kelautan. Daniel berharap Pemerintah sebagai pihak yang memberi izin dan masyarakat pesisir yang akan menjadi garda terdepan mesti sadar akan pentingnya menjaga kebersihan pantai dan laut dari sampah.

 

(Baca juga: Gerakan Tanpa Plastik Sekali Pakai)

 

Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira mengungkapkan  tren peningkatan sampah plastik selama ini didukung tren penggunaan plastik. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Sejumlah negara maju didunia pun menurut Tiza menghadapi persoalan yang sama. Bahkan lebih jauh, negara-negara maju tersebut belum memiliki infrastruktur yang cukup untuk mendaur ulang sampah plastik yang dihasilkan. “Makanya mereka kemudian mengirim ke luar negeri di mana Indonesia menjadi salah satu tujuan,” ungkap Tiza.

 

Kini, masyarakat internasional tengah merumuskan strategi penanganan sampah. Hal pertama yang telah dimulai adalah dengan kampanye untuk mengurangi penggunaan plastik. Kampanye seperti ini bertujuan mengubah perilaku.Kebijakan pemerintah dapat dipergunakan untuk mendorong perubahan ini.

 

Climate Policy Initiative sudah turun ke beberapa daerah untuk mendorog pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan. Yang pertama kali disasar adalah daerah pesisir karena masyarakat pesisir paling potensial terdampak pertama kali masalah sampah di laut. “Berdasarkan studi World Bank, sampah kantong plastik merugikan pariwisata sebesar 170-an juta dolar Amerika Serikat. Bayangkan berapa kerugian kita?” ungkap Tiza.

 

Direktur Konservasi WWF Indonesia, Lukas Adhyakso menganggap perlu adanya kesadaran untuk mengubah pola relasi anatara manusia dengan laut. Jika hari-hari ini, kesadaran tentang menjaga kebersihan hutan dan gunung dari sampah, maka kesadaran yang sama kurang lebih harus bisa dibangun untuk menghadapi persoalan sampah di laut. “Kita harus berfikir mengubah hubungan kita dengan laut. Gerakan penyelamatan laut dari sampah plastik sedang gencar-gencarnya,” ujar Lukas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait