Potensi Konflik Ini Paling Dikhawatirkan Jika Tak Ada Batasan Belanja Kampanye
Berita

Potensi Konflik Ini Paling Dikhawatirkan Jika Tak Ada Batasan Belanja Kampanye

Pengawasan terhadap aktivitas kampanye yang menggunakan kekuatan keuangan dinilai masih lemah.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Ada semacam lingkaran anomali dalam penyelenggaraan kampanye jika dilihat dalam perspektif dana kampanye. Di satu sisi, pengawasan terhadap aktivitas kampanye yang menggunakan kekuatan keuangan masih dipandang lemah oleh sebagian pihak. Di sisi lain, belum ada batasan belanja kampanye yang ditetapkan penyelenggara. Padahal, atmosfir politik biaya tinggi (highcost politic) belum ditekan secara maksimal. Persoalan ini dapat mengancam penyelenggaraan pemilu yang bersih dan menghasilkan pejabat publik yang berintegritas.

Bisa dibayangkan aktivitas kampanye yang disokong modal besar. Peserta pemilu tampil dengan wajah royal di hadapan masyarakat pemilik hak suara, sementara di balik itu, mesin politik bekerja untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya demi menyelenggarakan kampanye yang tidak murah. Akses terhadap sumber uang yang tidak seimbang bisa berdampak pada ruang pertarungan yang juga tidak seimbang. Hal ini bisa dilihat dari struktur penyumbang dana kampanye pada Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Ada empat perusahaan. Macam-macam perusahaannya. Ada yang bergerak di bidang investasi, ada juga yang berasal dari perusahaan teknologi," terang perwakilan tim bendahara Tim Kampanye Nasional pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Syafrizal beberapa waktu lalu. Jika dilihat dari LADK pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dipublikasikan diwebsite resmi KPU, sumbangan yang berasal dari pihak lain dengan kriteria perseorangan sebesar Rp1.001.000.000,-; sementara sumbangan yang bersumber dari pihak lain dengan kategori badan usaha nonpemerintah sebesar Rp7.500.000.000.

(Baca juga: DPR: Jangan Cari Dana Kampanye di Luar Ketentuan).

Komponen ini yang tidak dimiliki oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lain, setidaknya berdasarkan LADK yang telah dilaporkan. Untuk itu, persoalan transparansi penyumbang dana kampanye muncul ke permukaan. KPU diminta untuk membuka ke publik, identitas penyumbang dana kampanye sebagaimana yang telah dituangkan lewat LADK. Komisioner KPU Hasyim Ashari mempersilahkan publik untuk mengakses informasi tersebut melalui website resmi KPU. “Diumumkan di website KPU,” jawabnya pendek.

Penguatan kapasitas pengawas Pemilu juga jadi persoalan penting. Lembaga pengawas harus mampu menjalankan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye, terutama dalam menemukan dan menentukan ada tidaknya kategori pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan dana kampanye. Ada kemungkinan terjadi manipulasi laporan penggunaan dana kampanye. Realitas di lapangan bisa digunakan untuk mengukur kesesuaian jumlah belanja kampanye yang dihabiskan, tetapi lembaga pengawas tak kan mungkin bisa melihat realitas di lapangan seluruhnya.

Undang-Undang Pemilu mengatur sanksi terhadap pelanggaran terhadap manipulasi laporan dana kampanye itu, termasuk sanksi diskualifikasi. Untuk itu, menurut Charles Simabura, penting meningkatkan kapasitas pengawas pemilu dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan terhadap penggunaan belanja kampanye. “Terutama menafsirkan pasal-pasal pidana dan administratif terhadap pelanggaran,” jelas akademisi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu.

Tags:

Berita Terkait