Polri Stop Penyidikan 15 Perkara Tindak Pidana Pemilu
Berita

Polri Stop Penyidikan 15 Perkara Tindak Pidana Pemilu

Salah satu penyebab diterbitkannya SP3 lantaran terdapat cacat formil.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Polri Stop Penyidikan 15 Perkara Tindak Pidana Pemilu
Hukumonline
Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terhadap 15 perkara tindak pidana Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Berbagai faktor menjadi penyebab Polri mesti menghentikan penyidikan perkara, antara lain perkara yang dilaporkan ke penyidik Polri tidak termasuk dalam kategori pelanggaran tindak pidana pemilu.

Demikian disampaikan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Kombes Pol Agus Rianto kepada wartawan di Gedung Mabes Polri, Senin (14/4). “15 lainnya kita hentikan atau SP3,” ujarnya.

Secara umum, kata Agus, kasus yang diterima penyidik tindak pidana pemilu dari Polri dilakukan sebelum masa kampanye. Faktor lainnya adalah kasus yang ditangani telah kadaluarsa. Pasalnya, penanganan kasus tindak pidana pemilu terbatas oleh waktu sejak dilaporkan. Sebagaimana diketahui, waktu yang dimiliki penyidik untuk menindaklanjuti sebuah laporan kasus tindak pidana pemilu hanyalah 14 hari.

Sebagaimana dalam Pasal 261 ayat (1) UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif dan DPD menyebutkan, “Penyidik Kepolisian Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama empat belas hari sejak diterimanya laporan”.

Selain itu, kata Agus, penyebab diterbitkannya SP3 lantaran terdapat cacat formil. Namun terkait cacat formil masih dikomunikasikan antara penyidika dengan Bawaslu. “Tapi mayoritas kadaluarsa,” imbuhnya.

Mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat itu lebih jauh menuturkan, pihaknya telah menerima laporan kasus tindak pidana pemilu sebanyak 116 perkara. Dari sekian banyak laporan itu, 73 kasus sudah dalam tahap penyidikan. Sedangkan 28 berkas perkara sudah dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan.

Dikatakan Agus, laporan kasus beragam. Mulai dugaan pemalsuan ijazah, politik uang, kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, perusakan alat kampanye hingga pencoblosan dilakukan lebih dari satu kali. “Dan laporan ini terjadi hampir di semua Polda,” katanya.

Dari sekian kasus sudah ada ditetapkan sejumlah tersangka. Namun, Agus enggan menyebut jumlah tersangka dimaksud. Yang pasti, kata Agus, jumlah tersangka mencapai ratusan.

Ia menuturkan Polri tidak melihat kepada partai. Tetapi lebih melihat kepada pelaku yang bersifat perseorangan. Misalnya, simpatisan partai hingga caleg yang berulah melakukan pelanggaran tindak pidana pemilu. “Beberapa diantaranya (caleg,red) jadi tersangka ditetapkan terkait tindak pidana pemilu,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Bawaslu Muhammad membenarkan perihal banyaknya laporan pelanggaran tindak pidana Pemilu masuk ke lembaganya. Laporan tersebut merupakan laporan dari pengawas pemilu yang tersebar di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Bawaslu melakukan laporan cepat melalui SMS dan laporan berasal dari pengawas pemilu yang ada di TPS," kata Muhammad.

Muhammad menjabarkan, setidaknya ada 111.456 lapooran yang masuk ke Bawaslu. Sekitar 76.541 laporan masuk ke Bawaslu langsung dari TPS hingga kemarin. Namun, masih ada empat  provinsi yg belum  memberikan laporan kepada Bawaslu. "Bawaslu itu sifatnya menampung informasi awal, membangun informasi cepat dengan SMS ke data center," ujarnya.

Beberapa informasi yang masuk, pertama, sebanyak 2361 masih ada Ketua TPPS yang tidak mengumumkan nama pemilih yang meninggal dunia atau nama-nama calon legislatif yang mengundurkan pemilu. Kedua, masih ada pemilih yang menerima surat suara tanpa tandatangan KPPS sebanyak 9387 TPS. Ketiga, masih ada pemilih yang menerima surat suara kurang dari empat jenis sebanyak 1131 TPS.

"Empat, tadi itu terkait legalitas," katanya.

Terkait perhitungan, sebanyak 1110 TPS, ada laporan keberatan dari saksi. Tetapi, sebesar 1122 TPS laporan keberatan tidak mendapatkan tanggapan. "Semua akan dinilai. Ini menyangkut legalitas,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait