Polri Minta Media Dukung Pemberantasan Terorisme
Berita

Polri Minta Media Dukung Pemberantasan Terorisme

Polri ingin dekat media, tetapi tidak kolutif.

RZK
Bacaan 2 Menit
Wakapolri Nanan Sukarna. Foto: SGP
Wakapolri Nanan Sukarna. Foto: SGP

Beberapa hari belakangan ini, Detasemen Khusus (Densus) 88 kembali beraksi. Sejumlah orang yang diduga terlibat tindak pidana terorisme ditangkap di beberapa daerah di Indonesia. Di saat pemberantasan tindak pidana terorisme kembali menghangat, Wakil Kepala Kepolisian RI Nanan Sukarna justru merasa risau. Pangkal masalahnya adalah pemberitaan media yang beberapa diantaranya dinilai menyudutkan Polri.

“Saya merasa prihatin karena kami (Polri) dituduh melakukan rekayasa dalam aksi pemberantasan terorisme, padahal ini real (nyata) terjadi di lapangan,” ujar Nanan dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Jakarta, Rabu (15/5).

Nanan mempertanyakan dimana posisi media terkait pemberantasan tindak pidana terorisme. Apakah mendukung atau justru meng-glorifikasi (membuat sesuatu terkesan menjadi hebat, red) aksi terorisme? Polri, kata dia, tentunya berharap media mendukung upaya pemberantasan tindak pidana terorisme di negeri ini. “Kami ingin dekat dengan media, tetapi tidak kolutif,” imbuhnya.

Masalahnya, Nanan mengaku masih melihat ada beberapa pemberitaan yang terkesan meng-glorifikasi aksi terorisme. Jenis pemberitaan dimaksud, misalnya, berupa wawancara dengan keluarga atau kerabat dari orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Menurut Nanan, pihak keluarga tentunya cenderung membela anggota keluarganya dan menyalahkan Polri.

“Media juga seringkali menonjolkan cerita ketika petugas Densus melakukan penyerangan sehingga terkesan brutal, padahal setiap aksinya kami selalu berupaya persuasif,” ujar Nanan.  

Nanan khawatir pemberitaan media yang cenderung meng-glorifikasi justru menyuburkan aksi terorisme. Terlebih, mekanisme pemidanaan yang berlaku ternyata juga tidak mampu meredam gerakan terorisme. Para terpidana kasus terorisme begitu masuk lembaga pemasyarakatan sulit disadarkan, sehingga begitu bebas mereka kembali beraksi. 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Boy Rafli Amar menegaskan bahwa tugas Densus 88 bukan semata melakukan penyerangan sebagaimana sering diekspos sejumlah media. Menurut dia, Densus 88 juga melakukan analisa intelijen dan olah tempat kejadian perkara.

“Sementara yang sering ditonjolkan media adalah sisi striking force (penyerangan, red) dari Densus,” ujar Boy. Dia mengatakan paradigma pemberantasan terorisme sudah bukan lagi War on Terorism tetapi Law Enforcement. Makanya, aparat Polri lebih mengedepankan pendekatan humanis ketika menangani tindak pidana terorisme.

Dalam acara yang sama, Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan menekankan pentingnya transparansi. Menurut mantan Ketua MA ini, Polri harus bersikap transparan terkait upaya pemberantasan tindak pidana terorisme. Dengan begitu, media pun akan memperoleh informasi yang lebih ketimbang aspek penindakan saja.

“Media kalau tidak dikasih tahu, ya mereka akan memberitakan apa yang ada di lapangan saja.” Makanya, menurut Prof Bagir, Polri harus menjalin komunikasi yang erat dengan media. Kedua belah pihak perlu juga menyepakati sampai mana batasannya liputan media terkait pemberantasan tindak pidana terorisme.

Tags:

Berita Terkait