Polri Didesak Pulihkan Hak Korban Penyiksaan
Berita

Polri Didesak Pulihkan Hak Korban Penyiksaan

Belum ada peraturan tentang mekanisme pemulihan hak bagi korban.

ADY
Bacaan 2 Menit

Hal serupa dialami keluarga korban lain, Siti Maryanah yang suaminya ditangkap dini hari di rumah karena dituduh mencuri sepeda motor. Dalam penangkapan itu aparat kepolisian yang bertugas tak membawa surat penangkapan dan tidak mengenakan seragam Polisi. Ironisnya, pada hari yang sama, di pagi hari, Siti mendengar kabar suaminya tewas. Menurutnya, suaminya tewas ditembak di daerah Puspitek, Tangerang.

Siti menemukan kejanggalan atas kematian suaminya itu. Pasalnya, dalih aparat kepolisian menyebut suami Siti ditembak karena melakukan perlawanan. Namun, Siti menolak pandangan itu karena dia yakin ketika ditangkap, tangan suaminya itu diborgol. Siti mengatakan tiga aparat kepolisian yang terlibat penembakan itu sedang menjalani proses persidangan di PN tangerang. Diperkirakan tak lama lagi majelis hakim akan memberikan putusan.

Walau proses hukum untuk mencari keadilan sudah berjalan, Siti menyayangkan belum ada upaya pemulihan terhadap hak suami dan keluarganya dari pihak Kepolisian. Apalagi, saat ini Siti menyebut keluarganya kerap dicibir masyarakat sekitar akibat tuduhan pihak kepolisian yang dilayangkan kepada suaminya tersebut. Selain menuntut Kepolisian mengembalikan nama baik, Siti juga berharap aparat kepolisian yang melakukan penembakan diberi hukuman setimpal.

Revisi KUHAP dan KUHP
Menanggapi berbagai kasus itu, advokat publik LBH Jakarta lainnya Edy Gurning, menuntut agar RUU revisi KUHP dan KUHAP segera direvisi. Pasalnya, KUHP dan KUHAP yang berlaku saat ini dinilai belum memberi perhatian khusus terhadap HAM, seperti penyiksaan.

Tak ketinggalan, Edy juga mendesak agar Polri menerbitkan peraturan internal yang memuat mekanisme pemulihan hak korban salah tangkap, rekayasa kasus, penyiksaan dan kriminalitas. “Perlindungan HAM serta pemulihan yang efektif bagi para korban,” ujarnya.

Terpisah, anggota Kompolnas Syafriadi Cut Ali, mengatakan proses rehabilitasi terhadap korban idealnya diberikan pasca putusan pengadilan. Dengan mengacu putusan pengadilan, proses tersebut akan diposisikan secara tepat. Namun, persoalannya, sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur mekanisme untuk merealisasikan rehabilitasi atau pemulihan itu. Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, menurut Ali ternyata belum mengatur khusus tentang pemulihan bagi korban.

Oleh karenanya, untuk saat ini Ali mengatakan pihak yang paling bersinggungan untuk melakukan pemulihan itu misalnya dalam perkara pidana, adalah pihak di pengadilan seperti putusan hakim dan bagaimana jaksa mengeksekusinya. Walau begitu, Ali menegaskan bahwa Kompolnas siap untuk merekomendasikan kepada Polri untuk melakukan tindakan tegas kepada anggotanya yang terbukti bersalah.

Mengingat minimnya kewenangan Kompolnas dan aturan pendukung untuk pemulihan korban, menurut Ali Kompolnas membuka ruang bagi semua pihak termasuk LBH Jakarta untuk membahas mekanisme pemulihan itu. Seperti bagaimana menghitung ganti rugi yang dibutuhkan, anggaran mana yang akan digunakan untuk membayar dan lainnya. “Kita mau membahas mekanisme itu,” tuturnya kepada hukumonline lewat telepon, Senin (28/1).

Tags:

Berita Terkait