Politik Perburuk Hukum di Indonesia
Aktual

Politik Perburuk Hukum di Indonesia

ANT
Bacaan 2 Menit
Politik Perburuk Hukum di Indonesia
Hukumonline

Citra hukum Indonesia merosot tajam karena kuatnya intervensi politik dalam sistem peradilan, peraturan perundang-undangan, dan proses penegakan hukum.

"Kondisi itu menyebabkan negara kita seolah bukan lagi negara hukum, tetapi negara politik. Dari lurah sampai presiden patuh pada partai politik," kata pakar hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Muchsan pada Sosialisasi dan Penjaringan Seleksi Calon Hakim Agung yang dilaksanakan Komisi Yudisial di Yogyakarta, Senin (11/2).

Menurut dia sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini merupakan hasil dari kesepakatan politik. Jika ada produk hukum yang dianggap merugikan kepentingan politik tertentu, para politikus akan mencari alasan untuk mengelimininasi produk hukum yang sudah dibuat.

Ia juga mengkritisi lahirnya berbagai sistem peradilan yang menurutnya melanggar dari amanah konstitusi. Tersebut hanya ada empat lembaga peradilan yang berlaku, yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

"Kini muncul lembaga peradilan semu berdasarkan produk hukum di DPR RI. Lembaga peradilan kita saat ini seperti cendawan di musim hujan," tuturnya.

Pengadilan khusus seperti peradilan anak, peradilan niaga, peradilan pajak merupakan salah satu di antara sistem peradilan semu yang tidak mengikuti UUD 1945. Dia membandingkan negara Prancis dan Jerman yang hanya ada empat sistem peradilan.

Jika ada tambahan itu merupakan bagian dari empat sistem peradilan yang sudah ada. "Contohnya, peradilan pajak kita itu seperti peradilan semu, sehingga muncul orang-orang seperti 'Gayus'," tukasnya.

Ia mengatakan hal itu memunculkan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum melalui plesetan dari nama profesi mereka. Beberapa plesetan tersebut di antaranya "hakim-hubungi aku kalo ingin menang, "jaksa-jika ada kepentingan siapkan amlop", dan "pengacara-pengemis cari-cari perkara".

Menurutnya plesetan itu membuatnya sedih. Mantan hakim agung ini menyatakan penegak hukum itu benteng terakhir penegakan hukum. Lebih baik produk hukum kita jelek atau sistem peradilan jelek asal para penegak hukumnya baik," ujar guru besar FH UGM ini.

Tags: