Polisi Persulit Proses Advokasi Demonstran
Berita

Polisi Persulit Proses Advokasi Demonstran

Bahkan Tim Advokasi hampir dijotos aparat Polda Metro Jaya.

Ady
Bacaan 2 Menit
Polisi persulit proses advokasi demonstran penentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Foto: Sgp
Polisi persulit proses advokasi demonstran penentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Foto: Sgp

Dalam waktu satu pekan terakhir berbagai elemen masyarakat aktif melakukan aksi demonstrasi menentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM pada 1 April mendatang. Di beberapa daerah terjadi bentrokan antara massa aksi dengan aparat keamanan, salah satunya terjadi di dekat istana negara pada Selasa (27/3).

Ketika itu aparat kepolisian, baik yang berseragam dan berpakaian sipil membubarkan pendemo dengan cara brutal, yaitu memukuli, mengejar, menangkap dan menembaki para demonstran.

Pilihan tindakan kekerasan yang ditempuh polisi dalam membubarkan pendemo ini disayangkan beberapa aktivis dan pegiat demokrasi. Menurut mereka, tindakan represif yang dilakukan mengingatkan masyarakat pada tindakan kekerasan yang biasa dilakukan oleh aparat keamanan pada masa pemerintahan Orde Baru.

“Ada tindakan represif dan berlebihan yang dilakukan kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi kenaikan BBM,” tutur ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma kepada wartawan di kantornya, Rabu (28/3). Ia mencatat sedikitnya ada 200 pengunjuk rasa yang menjadi korban tindakan represif aparat keamanan negara dalam 10 hari terakhir.

Alvon mengatakan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan berbagai elemen masyarakat adalah bukti dari buruknya keterwakilan suara rakyat dalam sistem politik Indonesia sekarang. Sementara penggunaan kekuatan represif merupakan bukti adanya penghancuran kesempatan penyaluran aspirasi masyarakat.

Kondisi itu menurut analisa YLBHI tidak muncul dengan sendirinya, tapi sudah dipersiapkan sebelumnya lewat berbagai jajaran aparatur pemerintahan mulai dari Presiden sampai Kapolri. Alvon melihat pemerintah mempersilakan masyarakat yang menolak rencana kenaikan BBM untuk berunjuk rasa. Tapi di sisi lain pemerintah sudah memikirkan sebuah aksi anarkis yang dibarengi dengan provokasi kebijakan politik. Dengan menempatkan TNI–Polri di area lokasi unjuk rasa. Kemudian terjadilah tindakan kekerasan.

Pada kesempatan yang sama pengamat politik Yudi Latif melihat tindakan represif yang dilakukan kepolisian terhadap aksi demonstrasi telah mencederai Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi. Menurutnya, pihak kepolisian seharusnya jangan cuma melindungi pemerintah, tapi harus mengayomi dan melindungi rakyat.

“Artinya yang dilindungi bukan hanya agenda kekuasaan (elit politik,--red) tapi juga aspirasi rakyat juga harus dilindungi,” kata Yudi.

Yudi merasa pemerintah tidak transparan kepada masyarakat untuk menjelaskan alasan-alasan yang digunakan untuk menaikkan BBM. Dampaknya rakyat yang harus memikul beban penderitaan dari ketidakberesan pemerintah mengelola negara.

Sementara Koordinator Nasional Tim Advokasi Mahasiswa dan Rakyat, Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti menyebut proses advokasi untuk para demonstran yang tertangkap masih berjalan. Khusus untuk wilayah Jakarta, Bambang menyebut para demonstran yang tertangkap setelah bentrokan di Gambir saat ini ditahan di Polda Metro Jaya.

“Setelah 1–10 menit saya tiba di sana tidak ada masalah ketika mendata (demonstran yang ditahan, -red). Data catatan saya diambil sama oknum polisi di sana, sejak itulah kita diusir keluar, harus punya surat kuasa dan lain sebagainya. Setelah hukum acara kita penuhi semua tapi tetap tidak (boleh, -red) masuk,” ujar Bambang menuturkan hambatan yang dialami tim advokasi saat berada di Polda Metro Jaya.

Bambang mengaku Tim Advokasi mendapat kesulitan ketika menyambangi Polda Metro jaya untuk melakukan advokasi terhadap demonstran yang tertangkap. Bahkan anggota tim advokasi nyaris mendapat bogem mentah dari aparat kepolisian di Polda Metro Jaya. Tim advokasi baru berhasil menemui para demonstran yang tertangkap setelah satu jam beradu mulut dengan pihak kepolisian.

Lebih lanjut Bambang menuturkan sedikitnya 29 demonstran yang ditahan dikenai Pasal 170 dan 363 KUHP. Dia menyayangkan sikap kepolisian yang mengenakan para demonstran dengan Pasal 363, karena pasal itu terkait pencurian. Ketika aksi demonstrasi dan penangkapan terjadi menurut Bambang dari pengakuan para demonstran tidak ada yang melakukan tindakan pencurian. Malah seorang demonstran mengaku telepon genggam miliknya dicuri oknum polisi.

Saat ini para demonstran yang tertangkap masih dalam proses pemeriksaan. Tim advokasi berusaha mendampingi para demonstran agar pemeriksaan tidak disertai dengan tindak kekerasan.

Terpisah Direktur Program Imparsial, Al Araf mengkritik keikutsertaan aparat TNI  dalam menangani aksi unjuk rasa. Hal itu dinilai sangat berlebihan karena TNI bertugas untuk menjaga pertahanan negara dari serangan pihak asing. Sedangkan elemen buruh dan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi bukanlah musuh negara, tapi rakyat Indonesia yang harus dilindungi.

“Masyarakat sedang menyuarakan aspirasinya. Itu merupakan kebebasan berekspresi warga negara yang dilindungi konstitusi. Jadi kita belum lihat gerombolan yang menggunakan senjata AK-47 atau rudal, nggak ada. Artinya tidak ada kondisi yang mengancam keamanan negara,” tegas Al kepada wartawan di kantor Imparsial Jakarta, Rabu (28/3).

Atas dasar itu Al menilai terjadi pelanggaran terhadap Pasal 7 UU TNI yang menjelaskan ada dua tugas pokok TNI. Pertama, operasi militer untuk perang yang berfungsi untuk menghadapi agresi militer dari negara lain. Kedua, operasi militer selain perang, dalam Pasal 7 ayat (2) UU TNI ada beberapa tugas di antaranya menangani konflik komunal, terorisme, pemberontakan bersenjata, membantu kepolisian dan lainnya.

Untuk melibatkan TNI dalam membantu kepolisian juga tak bisa sembarangan dilakukan. Mengacu Pasal 7 ayat (3) UU TNI, pembantuan TNI dalam kerja kepolisian harus dilandasi pada Keputusan Presiden. Sejauh ini Al Araf melihat syarat itu belum dipenuhi, tapi faktanya aparat TNI terjun langsung menangani aksi unjuk rasa. Contohnya peristiwa kericuhan yang melibatkan seorang anggota TNI dalam aksi demonstrasi mahasiswa hari Selasa (27/3) di Makassar, Sulawesi Selatan. Oleh karenanya Imparsial berseru agar pemerintah segera menarik seluruh aparat TNI yang terlibat menangani aksi massa.

Tags: