Polisi Enggan Menindak Si Ahli Nujum
KUHP:

Polisi Enggan Menindak Si Ahli Nujum

Pasal 545-547 KUHP mengatur tindak pidana bagi para peramal. Namun pihak aparat membiarkan ramal-meramal kian menjamur. Selain masyarakat sendiri abai, hukumannya pun ringan nian. Klausul ini akan dianulir dan digantikan pasal santet dalam KUHP anyar.

Nov
Bacaan 2 Menit
Polisi Enggan Menindak Si Ahli Nujum
Hukumonline

Pasal 545

(1) Barang siapa menjadikan sebagai pencariannya untuk menyatakan peruntungan seseorang, untuk mengadakan peramalan atau penafsiran impian, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.

(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidananya dapat dilipatduakan.

Pasal 546

Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1. Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

2. barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat-jimat atau benda-benda yang dikatakan olehnya mempunyai kekuatan gaib;

3. barang siapa mengajar ilmu-ilmu atau kesaktian-kesaktian yang bertujuan menimbulkan kepercayaan bahwa melakukan perbuatan pidana tanpa kemungkinan bahaya bagi diri sendiri.

Pasal 547

Seorang saksi, yang ketika diminta untuk memberi keterangan di bawah sumpah menurut ketentuan undang-undang, dalam sidang pengadilan memakai jimat-jimat atau benda- benda sakti, diancam dengan pidana kurungan paling lama sepuluh hari atau pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah.

Jika kita tinjau menjamurnya praktek jual-beli jasa ramalan itu, keampuhan pasal ini patut dipertanyakan. Publikasi besar-besaran di media tidak juga mengundang tindak lanjut aparat. Pembiaran yang dilakukan aparat ini sebagai upaya dekriminalisasi terhadap profesi yang dalam KUHP dianggap sebagai pelanggaran ringan.

Klausul ini tidak mengenal delik aduan. Artinya, pihak aparat dapat segera menindak jika mengetahui adanya praktek klenik tersebut. Sayang, kenyataannya tidak ada penindakan yang berarti.

Ariyanto Sutadi, Kepala Divisi Bidang Hukum Mabes Polri, mengakui hal itu. Aparat menjadi malas menindak karena telah terjadi pergeseran nilai di masyarakat. "Masyarakat menilai itu tidak penting. Untuk apa juga dipermasalahkan," ujarnya.

Ariyanto menganggap Pasal 545-547 KUHP sudah tidak cocok pada kondisi sekarang, sehingga implementasinya diabaikan oleh penegak hukum maupun masyarakat. Masyarakat sendiri sudah menganggap ramal-ramalan, bahkan transfer kesaktian, sebagai suatu tindakan yang tidak perlu dihukum. Ketika pelanggaran ringan itu tidak ada efeknya bagi masyarakat, penegak hukum juga jadi malas menindaknya, kata Ariyanto.

Polisi membenarkan telah terjadi pembiaran. Hanya, pembiaran tersebut lantaran masyarakat sendiri sudah menerima itu bukan lagi sebagai barang yang aneh. Lagipula, aparat juga memiliki dalih tersendiri untuk menindak sesuatu. Jika penindakan terhadap pelanggaran (Pasal 545-547) sudah tidak lagi menjadi kebutuhan masyarakat, maka aparat juga tidak menjadikannya sebagai prioritas. Jadi, menurut Ariyanto wajar saja kalau aparat tidak menindak.

Sebagai perbandingan, Ariyanto mengatakan kasus majalah Playboy kemarin, kemudian publikasi premium call cabul, dan praktek rentenir. Aparat juga tidak menindak pelanggaran-pelanggaran itu, Malah ditinggalkan, imbuhnya.

Harus Tetap Ditindak

Prof Andi Hamzah Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti menilai bahwa pelanggaran ringan yang dilakukan si ahli nujum ini patut ditindak. Apalagi pelaku-pelaku itu sudah terang-terangan memasang iklan di media. "Buktinya sudah sangat jelas. Harusnya ditertibkan. Walaupun sanksi terlalu ringan, kurungan atau denda," tukasnya.

Ia menyarankan aparat menindak pelaku pelanggaran, tetapi melalui pembayaran denda karena akan menguntungkan bagi negara. "Tidak bisa dipenjara, tapi bisa dengan denda. Setidaknya, akan menambah pemasukan negara."

Rudi Satrio juga sependat dengan Prof Andi. Pengajar Hukum Pidana Universitas Indonesia ini menganggap pembiaran yang dilakukan aparat merupakan bentuk ketidakpekaan aparat. Sudah jelas-jelas terjadi pelanggaran hukum di depan mata kepala mereka, tetapi tidak dilakukan apa-apa. "Yang enteng-enteng tidak diperhatikan. Ini kan menunjukan ketidakpekaan sosial si aparat," katanya.

Padahal, kalau dilihat dampaknya, sambung Rudi, masyarakat cukup dibuat resah. Menawarkan ramalan, jimat-jimat, mengajarkan kesaktian, "Itu kan mengajak orang untuk berbuat jahat," pungkas Rudi.

Sebenarnya ada alasan historis Pasal 545-547 ini tetap dicantumkan dalam KUHP. Pasal ini hendak memberikan porsi penghormatan kepada agama. Maksudnya, supaya orang tidak menawarkan hal-hal yang merugikan, mengancam, dan membahayakan. Rudi mencontohkan, "Orang mengajari melet. Itu bahaya sekali".

Rudi khawatir, jika hal ini dibiarkan, akan berbahaya. Masyarakat akan lebih mengedepankan mistis. Praktek ini akan membangun manusia menjadi tidak realistis.

Akan Dianulir, Diganti Pasal Santet

Kekhawatiran Rudi memang sempat menjadi perdebatan dalam perombakan KUHP yang sedang digodok Prof Andi dan tim. Ada beberapa kalangan yang tidak setuju pasal itu dihilangkan. Namun, Tubagus Ronny Nitibaskara yang diminta merumuskan kembali pasal ini mengatakan dalam revisi KUHP nanti nampaknya pasal itu akan dieliminir. Akan ada dekriminalisasi pada si ahli nujum karena tindakan yang mereka lakukan tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran.

Walaupun faktanya fenomena sosial seperti ini masih ada, pasal peninggalan Belanda itu akan dianulir dan digantikan pasal santet. Santet ini nantinya akan diklasifikasikan sebagau tindak pidana, bukan hanya pelanggaran, jelasnya.

Anda tentu akrab dengan iklan yang berserak di media massa. Entah koran, bahkan televisi. Ketik Reg Spasi Ramal, Ketik Reg Spasi Hoki, Ketik Reg Spasi Zodiak, dan sebagainya. Di era yang kebanyakan orang percaya modern ini, masih marak pula dunia pernujuman alias ramal-ramalan.

Tapi, tahukah Anda, bahwa sebenarnya ihwal ramal-ramalan ini ada ancaman pidananya? Cobalah tengok Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) peninggalan Belanda, tepatnya Pasal 545-547. Beleid itu menyatakan seorang yang berprofesi sebagai ahli nujum dapat dikriminalisasi. Selain mengancam peramal, klausul ini hendak menindak para pedagang azimat maupun dukun yang dapat mentransfer kekuatan jarak jauh. Bentuknya memang bukan kejahatan, tetapi hanya sebuah pelanggaran kesusilaan dengan sanksi kurungan ringan serta denda kecil.

Halaman Selanjutnya:
Tags: