Polemik UU KPK Hasil Revisi Dikhawatirkan Ganggu Iklim Investasi
Berita

Polemik UU KPK Hasil Revisi Dikhawatirkan Ganggu Iklim Investasi

Selama ini keberadaan KPK memberikan kepercayaan diri tentang perbaikan tata kelola pemerintahan. Orang akan berpikir berkembali untuk bermain dan melakukan abuse of power, apalagi terhadap keuangan negara.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: Resmi Jadi UU, 2 Fraksi Ini ‘Dissenting’ Soal Dewan Pengawas KPK)

 

Menurut Enny, selama ini keberadaan KPK sebenarnya memberikan kepercayaan diri tentang perbaikan tata kelola pemerintahan. Dia berpendapat KPK mampu memberantas tindakan korupsi di tubuh pemerintahan dan legislatif sehingga memberikan efek jera agar korupsi tidak terulang.

 

"Keberadaan penegakan hukum, termasuk KPK sebenarnya memberikan shock terapi yang luar biasa. Karena orang akan berpikir berkali-berkali lipat untuk bermain-main dan melakukan abuse of power, apalagi terhadap keuangan negara," ujarnya.

 

Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi Undang Undang. Pengesahan dilakukan melalui rapat paripurna.

 

Setidaknya ada tujuh poin revisi UU 30/2002. Seluruhnya, yaitu kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, pelaksanaan penyadapan, serta mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan.

 

Kemudian, soal koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta sistem kepegawaian KPK.

 

Korban Praktik Korupsi

Sebelumnya, kekhawatiran juga diutarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, berpendapat sengkarut revisi UU KPK oleh DPR dan upaya pelemahan KPK sangat mengharu biru publik di semua lini.

 

Menurutnya, pada konteks kepentingan publik klimaks dari praktik koruptif adalah publik dan atau konsumen sebagai korban, dengan menurunnya kualitas public services dan atau kenaikan harga/tarif suatu komoditas suatu barang/jasa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait