Polemik Soal Penyediaan Alat Kontrasepsi, Pemerintah Diminta Revisi PP Kesehatan
Utama

Polemik Soal Penyediaan Alat Kontrasepsi, Pemerintah Diminta Revisi PP Kesehatan

Ketentuan Pasal 103 PP No.28/2024 perlu diberi penegasan soal penyediaan kontrasepsi bagi remaja khusus untuk usia sekolah yang sudah menikah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher. Foto: Istimewa
Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher. Foto: Istimewa

Penyediaan alat kontrasepsi dalam upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana diatur Pasal 103 ayat (4) huruf e Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan menjadi perbincangan publik. Bahkan sejumlah kalangan mengkritik pengaturan penyediaan alat kontrasepsi tersebut dalam beleid tersebut.

Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera merevisi PP 28/2024 untuk memberi pengaturan yang lebih jelas dan rinci terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Tanpa pengaturan yang jelas, ketentuan itu berpotensi ditafsirkan lain sehingga menimbulkan kerancuan.

“Dalam pasal yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dan anak sekolah tidak dijelaskan secara rinci definisi remaja dan anak sekolah. Jadi pasal ini dipahami dalam pengertian umum,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (12/8/2024).

Baca juga:

Dia mengatakan Pasal 98 PP 28/2024 menjelaskan upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama. Dia menolak klaim pemerintah yang menyebut remaja dan anak sekolah tersebut adalah yang sudah menikah dan atau remaja berisiko, misal, remaja dengan kasus HIV/AIDS.

“Sekali lagi, tulis secara eksplisit dalam pasalnya atau dalam penjelasan bahwa yang dimaksud adalah ‘remaja dan anak sekolah yang sudah menikah’. Kalau sekadar penjelasan lisan dari pejabat terkait, ini kan tidak permanen dan tidak memiliki kekuatan hukum,” lanjut Netty.

Bagi Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pendidikan kesehatan reproduksi untuk pelajar dan remaja perlu diformulasi secara holistik. Berbasis pada pemahaman bahwa mereka adalah subjek hukum dari aturan berbasis Ketuhanan yang Maha Esa. Pendidikan kesehatan reproduksi ini jangan sampai bertentangan, dengan nilai agama.

Terpisah, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fahira Idris, mengatakan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin telah memberi penjelasan soal ketentuan penyediaan alat kontrasepsi. Intinya, penyediaan alat kontrasepsi yang dimaksud bukan untuk kalangan pelajar secara umum, tapi remaja usia sekolah yang sudah menikah.

Dia menilai, penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup. Salah satunya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja hanya diberikan kepada remaja usia sekolah yang sudah menikah. Tujuannya, agar remaja yang menikah dini ini dapat menunda kehamilan hingga nanti siap secara fisik dan mental untuk memiliki anak.

Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko pada ibu dan bayi yang dilahirkan. Guna mencegah berulangnya polemik, Fahira mengusulkan pemerintah mencantumkan keterangan atau penegasan dalam penjelasan Pasal 103 ayat (4) huruf e PP 28/2024 yang intinya menyebut penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah.

“Pemberian penjelasan 'hanya untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah' ini penting agar terdapat kesatuan penafsiran dan pemahaman saat diimplementasikan,” ujarnya.

Senator asal DKI Jakarta itu menilai, PP 28/2024 ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hukum setelah diundangkannya UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Selain memberikan kepastian hukum, PP ini menjadi panduan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan secara komprehensif.

Beleid itu mengatur, menegaskan, dan memberikan penjelasan lanjut atas penyelenggaraan upaya kesehatan kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia, kesehatan penyandang disabilitas, kesehatan reproduksi, keluarga berencana, gizi hingga mengatur soal pelayanan kesehatan tradisional, dan berbagai upaya kesehatan lainnya.

Selain itu, PP 28/2024 juga mengatur lebih rinci pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan. Serta sistem informasi kesehatan, penyelenggaraan teknologi kesehatan, penanggulangan KLB dan wabah, pendanaan Kesehatan, partisipasi masyarakat dan pembinaan serta pengawasan terhadap penyelenggaraan kesehatan.

Senator asal DKI Jakarta itu memberikan contoh, dalam PP diatur beragam upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja. Mengamanatkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Informasi dan edukasinya seperti mengenai sistem, fungsi dan proses reproduksi.

“Bisa juga mengenai bagaimana menjaga kesehatan reproduksi dan keberanian untuk melindungi diri serta berani menolak hubungan seksual,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait