Polemik Putusan dan Pencabutan PKPU PT PP, Sudahkah Sesuai Aturan?
Utama

Polemik Putusan dan Pencabutan PKPU PT PP, Sudahkah Sesuai Aturan?

Permohonan pencabutan PKPU PP didasarkan pada desakan kreditur. Namun proses pencabutan tersebut dinilai tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) pada 29 Agustus lalu oleh Pengadilan Niaga (PN) Makassar membuat geger publik. Banyak pihak menilai bahwa putusan itu keliru, lantaran perusahaan pelat merah tersebut berdomisili di DKI Jakarta, sehingga perkara PKPU harusnya diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Pusat) sebagaimana diatur dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Namun berselang sebulan kemudian, Jumat (5/10/2023), Majelis Hakim PN Niaga Makassar yang terdiri dari Herianto sebagai hakim ketua, diikuti oleh Timotius Djemey dan Farid Hidayat Sopamena masing-masing sebagai hakim anggota, mencabut putusan PKPU bernomor 9/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Mks, yang dimohonkan oleh CV Surya Mas.  

Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, amar putusan berbunyi; “Mengabulkan permohonan Pencabutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Termohon PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, (Dalam PKPU), tersebut; menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, (Dalam PKPU), DICABUT; menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa bagi Pengurus sebesar Rp. 1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah); membebankan kepada Debitor (Termohon PKPU) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2.177.000,00-  (dua juta seratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah)”.

Baca Juga:

Saat dikonfirmasi, Kuasa Hukum PT PP Triangga Kamal menyampaikan pengajuan pembatalan PKPU oleh kliennya dilakukan atas dasar permintaan dari para kreditur. Bahkan, project owner yang merasa terhambat dalam menjalani hubungan kerja sama dengan PT PP. Pasca putusan PKPU, sebanyak 8 kreditur separatis dengan nilai tagihan sebesar Rp29 triliun, dan 358 kreditur konkuren dengan tagihan senilai Rp1 triliun, menghubungi PT PP agar PKPU tersebut dihentikan. Adapun total tagihan PKPU PT PP adalah sebesar Rp31 triliun. Selain itu, PT PP mempunyai kemampuan untuk membayar kewajiban kepada kreditur.

“Kita dapat dukungan dan desakan dari mayoritas kreditur. Atas dasar itu, secara terpisah kami melakukan pembicaraan secara internal dan meminta kreditur untuk mengirimkan surat kepada PN Makassar agar PKPU dibatalkan,” kata Triangga kepada Hukumonline, Sabtu (14/10/2023).

Dalam proses permohonan pembatalan, Triangga menyebut pihaknya turut mengajukan bukti tambahan berupa pembayaran pajak yang selama ini menjadi salah satu pertimbangan hukum majelis hakim dalam memutus PKPU PT PP. Bukti pembayaran pajak tersebut sekaligus membantah adanya utang yang berasal dari selisih nilai tagihan pemohon dengan nilai pembayaran yang dilakukan PT PP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait