Polemik Living Law, Muncul Gagasan Kompilasi Hukum Pidana Adat
Utama

Polemik Living Law, Muncul Gagasan Kompilasi Hukum Pidana Adat

Dituangkan dalam satu buku dan diatur dalam Perda masing-masing daerah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Tapi sampai sekarang saya belum bisa menundukkan Prof Harkristuti Harkrisnowo. Saya belum menemukan bagaimana cara ‘merayunya’,” ujar Arsul sambil berkelakar.

 

Dia mengungkapkan 10 fraksi partai di Komisi III DPR saja terbelah memandang setiap pasal. Tak hanya pasal living law, pasal hukuman mati pun menuai perbedaan pandangan di Panja. “Kita berharap Panja bersama pemerintah bisa mencari jalan tengah (keluar) setiap perdebatan dalam pembahasan pasal-pasal dalam RKUHP.”

 

Anggota Tim Perumus RKUHP dari pemerintah, Prof Harkristuti Harkrisnowo mengakui pembahasan pasal living law ada perdebatan keras antara Panja dan tim pemerintah. Dia sendiri bersama kolegannya Prof Muladi pernah mengusulkan agar hukum adat dikompilasikan dalam satu buku. Kemudian, pengaturannya diatur melalui Perda masing-masing daerah karena dalam hukum (pidana) adat dikenal juga ada pemaafan. “Kita masih menunggu hasil dari rapat pleno Panja,” kata Prof Tuti.  

 

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu berpendapat tak menjadi persoalan bila hukum yang hidup di masyarakat diatur cukup diatur dalam Perda, tidak masuk dalam RKUHP. Menurutnya, bila norma ini tetap dipaksakan masuk dalam RKUHP penerapannya bisa menimbulkan masalah.

 

Menurutnya, konsep restorative justice (pemulihan keadilan tanpa pemidanaan) merupakan konsep yang berasal dari (hukum) barat. Belum lagi, tidak semua hukum yang hidup di masyarakat berbasis pada hak asasi manusia (HAM). Misalnya, hukum adat yang tidak menghargai hak-hak perempuan tentu tidak dapat dimasukkan dalam RKUHP. Intinya, kata dia, tidak semua hukum adat dapat masuk dalam RKUHP.

 

“Hukum adat tidak selalu bisa (dimasukkan dalam RKUHP), harus hati-hati sekali, terutama dengan kepentingan hak perempuan dan anak anak. Kalau hukum adat untuk mengurangi hukum pemidanaan (restorative justice), saya setuju. Tapi kalau hukum adat buat menghukum, saya tidak setuju,” katanya.

Tags:

Berita Terkait