Polemik Keterbukaan Informasi Pasien Covid-19 Akibat Regulasi yang Tak Memadai
Utama

Polemik Keterbukaan Informasi Pasien Covid-19 Akibat Regulasi yang Tak Memadai

Berbeda dengan negara-nagara lain seperti Korsel atau Singapura, aturannya relatif komprehensif.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Langkah ini semata-mata agar masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan, menghindari ketertularan, menjaga agar diri, keluarga, dan lingkungannya agar tidak terinfeksi Covid-19 yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya. Hendra menilai segala hal harus dikesampingkan demi melindungi kepentingan masyarakat. 

 

Secara tegas ia bahkan menilai semua norma hukum positif bisa dikesampingkan jika norma hukum positif itu justru memperlambat apalagi sampai menghambat upaya melindungi kepentingan masyarakat untuk menghindari penularan Covid-19, termasuk dan tidak terbatas pada informasi sumber penyakit yang sangat mudah menular tersebut.

 

"Menerapkan norma hukum yang terdapat UU yang dibuat untuk keadaan normal dalam situasi darurat seperti Pandemi Corona, hanya akan membawa musibah dan malapetaka bagi masyarakat dan negara, termasuk dan tidak terbatas menerapkan norma yang terdapat dalam UU Keterbukaan Informasi Publik yang melindungi data nama, alamat, dan rekam jejak kontak pasien Corona,” tegasnya.

 

Hendra tampaknya tidak sendirian, Senin (23/4) lalu, Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat menyurati Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Melalui surat yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat tersebut, KI Jawa Barat meminta agar Gubernur mempertimbangkan untuk bisa membuka data pasien positif Covid-19 kepada publik secara transparan dengan terlebih dahulu meminta izin kepada Presiden. 

 

“Guna mendorong terlaksananya program penanggulangan dan pencegahan penyebaran Covid-19 oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat sehingga dimungkinkan untuk dapat memberikan informasi tambahan kepada masyarakat berkenan dengan riwayat perjalanan (tracking) pasien positif Covid-19 sebagai antisipasi dan menambah kewaspadaan dini masyarakat,” bunyi surat yang ditandatangani Ketua KI Jabar, Ijang Faisal. 

 

Wahyudi Djafar mengungkapkan di beberapa negara yang memiliki perangkat hukum Perlindungan Data Pribadi yang memadai, pembukaan informasi pasien Covid-19 dimungkinkan sepanjang hanya membuka rekam jejak lokasi yang pernah dikunjungi oleh pasien positif Covid-19. 

 

Tidak hanya itu, aspek lain yang juga harus diperhatikan adalah tahap pemrosesan data. Wahyudi menegaskan bahwa informasi data pasien yang dibuka tidak boleh menyertakan nama pasien sebagai bentuk identifikasi terhadap diri pasien. Menurut Wahyudi, aspek ini merupakan prinsip yang harus diperhatikan mengingat konsekuensi pengucilan secara sosial terhadap pasien Covid-19.

Tags:

Berita Terkait