Polemik Aturan Klaim JHT, Serikat Pekerja Diimbau Uji Materi UU SJSN
Utama

Polemik Aturan Klaim JHT, Serikat Pekerja Diimbau Uji Materi UU SJSN

Labour Institute Indonesia mencatat ada empat aspek tentang implementasi Permenaker No.2 Tahun 2022.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Syarat batasan usia 56 tahun untuk menerima manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) seiring kemunculan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, menjadi polemik. Masyarakat khususnya buruh memprotes kebijakan tersebut karena memberatkan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun pengunduran diri atau resign.

Melihat persoalan tersebut, Labor Institute Indonesia menyarankan kepada serikat pekerja atau serikat buruh untuk melakukan uji material Undang Undang 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Terdapat empat aspek dalam implementasai Permenaker 2/2022 yang berkaitan dengan UU 40/2004.

Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, menjelaskan ada empat aspek tentang implementasi Permenaker No.2 Tahun 2022. (Baca: Pandangan Pakar Soal Polemik Aturan Baru JHT)

Pertama, secara yuridis Permenker No. 2 Tahun 2022 sudah sesuai dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN junto PP No. 46 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan PP No.60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Menurut Labor Institute Indonesia Menaker sudah benar mengikuti UU SJSN dan PP 46/2015.

“Jadi kalau serikat pekerja tidak setuju uji materi dulu UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosual Nasional (SJSN) ke Mahkamah Konstitusi (MK),” tulis Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, Senin (14/2).

Kedua, secara sosiologis menurut informasi yang dihimpun Labor Institute banyak pemimpin SP/SB terutama dalam Forum Tripartit Nasional menyatakan setuju mengembalikan pencairan JHT sesuai UU SJSN.  

Ketiga, secara filosofis Permenaker 2/2022 memastikan pekerja yang memasuki usia pensiun memiliki tabungan, sehingga tidak jatuh ke jurang kemiskinan di masa tua. “Artinya, ketika kawan pekerja sudah tidak produktif lagi dan memasuki usia pensiun dapat menikmati JHT,” kata Andi.

Keempat, secara ekonomis uang buruh di JHT diinvestasikan dengan imbal hasil lebih tinggi dari imbal hasil deposito biasa. Andi mengingatkan agar pekerja jangan takut kehilangan haknya karena sesuai UU BPJS uang buruh dijamin APBN.  

Dengan demikian, Andy mengimbau agar pemerintah harus mengatur jaminan atas pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Saat ini, pemerintah mulai memperkenalkan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan).

Aturan atau implementasi JKP ini harus jelas sehingga mekanisme pekerja dalam mendapatkan JKP ini harus lebih dipermudah. “Kalau memang BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola JKP ini, BPJS Ketenagakerjaan perlu membenahi birokrasi dalam mendapatkan JKP tersebut, agar tidak perlu berbelit-belit,” jelasnya.

Sementara, Perwakilan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Johan Imanuel, menyampaikan Permenaker No.2 Tahun 2022 meresahkan para pekerja di Indonesia. Salah satu ketentuan yang menjadi perhatian yaitu mengenai persyaratan pemberian JHT yang diterima pekerja dapat dilakukan pada usia 56 tahun seperti yang tercantum pada Pasal 5 Permenaker 2/2022.

Dia menyampaikan rencana pemerintah untuk mengembalikan fungsi JHT diberikan pada usia tertentu pernah disampaikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dalam rapat kerja dengan BP Jamsostek dan Komisi IX DPR pada Oktober 2021.

Dia menyarankan kepada para pekerja yang merasa resah dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tersebut dapat mengambil langkah formil melalui Hak Uji Materi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI).

"Karena Permenaker jadi materi Pasal 5 tersebut dapat diuji ke MA RI. Karena MA RI adalah lembaga yudikatif yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan materi dalam peraturan perundang-undangan yang kedudukannya dibawah Undang-Undang. Kalau ditanya diuji dengan undang-undang yang mana maka lebih baik diuji dengan materi yang bertentangan dengan undang-undang yang menjadi rujukan penerbitan Permenaker tersebut," ujar Johan.

Perwakilan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia lainnya, Indra Rusmi menegaskan kepada pemerintah dalam membuat aturan khususnya yang berkaitan dengan jaminan sosial harus memperhatikan asas dalam Undang Undang seperti dalam Pasal 2, 3, 4 UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN yaitu asas kemanusian, keadilan, kemanfaatan, kelayakan, keterbukaan, kehati-hatian.

Tags:

Berita Terkait