Pokok-Pokok Perubahan Asumsi Makro RAPBN 2014
Berita

Pokok-Pokok Perubahan Asumsi Makro RAPBN 2014

Pemerintah diminta menyiapkan langkah-langkah mengatasi defisit anggaran.

FNH
Bacaan 2 Menit
Menkeu Chatib Basri (tengah) bersama Gubernur BI Agus Martowardojo (kiri) dan Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana (kanan). Foto: SGP
Menkeu Chatib Basri (tengah) bersama Gubernur BI Agus Martowardojo (kiri) dan Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana (kanan). Foto: SGP

Gejolak ekonomi dalam negeri yang terjadi beberapa bulan belakangan ini membuat pemerintah kembali melakukan perubahan pada asumsi makro ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2014. Semua asumsi makro yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah dan DPR akhirnya disesuaikan kembali dengan situasi perekonomian dalam negeri dan global.

Dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR di Komplek Senayan Jakarta, Senin (16/9) kemarin, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menyampaikan beberapa poin perubahan asumsi makro ekonomi dalam RAPBN 2014. "Beberapa perubahan asumsi makro dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan pelemahan rupiah," kata Chatib.

Poin perubahan tersebut telah disepakati Pemerintah dan Komisi XI DPR. Pertumbuhan ekonomi yang semula diperkirakan sebesar 6,4-6,9 dikoreksi menjadi 6,0. Inflasi dikoreksi menjadi 5,5 dari 4,5, nilai tukar rupiah dikoreksi menjadi Rp10.500 dari kesepakatan sebelumnya yakni Rp9.750.

Sementara itu terkait lifting minyak dan gas, pemerintah dan Komisi VII DPR telah menyepakati sebesar 2.110 ribu per hari. Sedangkan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 48 juta kilo liter - 51 juta kilo liter per tahun. Indonesia Crude Price (ICP) diperkirakan berada pada angka 100-115 dolar per barel.

Chatib juga menjelaskan beberapa perubahan asumsi belanja negara dari nilai yang sudah dipatok sebelumnya. Perubahan belanja negara menjadi sebesar Rp1849,8 triliun dari angka sebelumnya yakni Rp1816,7 triliun. Kenaikan belanja negara ini disebabkan oleh naiknya belanja energi menjadi Rp328,7 triliun dari perkiraan awal Rp284,7 triliun. Belanja non Kementerian/Lembaga pun turut melonjak menjadi Rp662,9 triliun dari angka Rp617 triliun.

"Subsidi BBM juga naik menjadi Rp230,8 dari perkiraan awal sebesar Rp194,9 triliun. Ditambah subsidi listrik yang juga naik sebesar Rp98 triliu dari perkiraan awal Rp89,8 triliun," jelas Chatib.

Naiknya subsidi BBM, sambungnya, merupakan akibat depresiasi rupiah, harga ICP, subsidi energi serta volume konsumsi subsidi BBM sebanyak 50,5 juta kilo liter.

Sayangnya, naiknya belanja negara tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan negara. Dikatakan Chatib, pendapatan negara diperkirakan turun menjadi Rp1638,9 triliun dari perkiraan sebelumnya yakni Rp1667,1 triliun.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan pertumbuhan ekonomi dalam negeri akan melambat dari perkiraan sebelumnya, yakni berkisar antara 5,8-6,2 persen. Hal tersebut disebabkan oleh krisis global dan menurunnya konsumsi Rumah Tangga (RT) serta konsumsi pemerintah.

"Konsumsi RT diestimasi turun dan berada pada angka 4,9-5,3 persen. Sebelumnya diperkirakan sebesar 5,0-5,4 persen. Sedangkan konsumsi pemerintah juga diperkirakan turun menjadi 1,6-2,0 persen dari perkiraan awal sebesar 1,9-2,3 persen," kata Agus.

Anggota Badan Anggaran DPR, Dolfie OFP, meminta Pemerintah menunjukkan landasan dasar dari penetapan angka-angka perubahan asumsi makro hingga penetapan defisit sebelum Banggar menyetujui perubahan asumsi makro ekonomi yang diajukan oleh pemerintah.

"Tunjukkan based effortnya, bagaimana skenario pemerintah terkait defisit anggaran. Jangan cuma menentukan saja, tapi dari mana datangnya angka defisit itu. Kalau seperti ini menyerahkan beban kepada DPR," tegas Dolfie.

Anggota Banggar, Nurdin Tampubolon, meminta pemerintah untuk membuat langkah mengatasi defisit anggaran. Selain itu, ia juga menilai pemerintah harus memikirkan bagaimana cara agar rupiah bisa berdaya saing. " Sekarang ini bagaimana caranya mengatasi defisit anggaran. Apa saja langkah-langkahnya," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait