Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia
Kolom

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia

Tulisan ini akan memaparkan pokok-pokok permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia.

Bacaan 2 Menit

 

d.      Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan

 

e.      Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yagn menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Selanjutnya pasal 67 menetapkan bahwa permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Walaupun telah terdapat pengaturan yang cukup jelas dan tegas mengenai pelaksanaan putusan arbitrase asing (internasional) dalam UU No. 30 Tahun 1999, dibandingkan dengan masa ketika belum adanya pengaturan yang jelas mengenai hal tersebut (yaitu sebelum adanya UU No. 30 Tahun 1999), Indonesia masih sering menuai kritik dari dunia internasional mengenai pelaksanaan putusan arbtirase internasional.

 

Kesan umum di dunia internasional adalah bahwa Indonesia masih merupakan “an arbitration unfriendly country”, dimana sulit untuk dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional. Karena mengantisipasi hal demikian itu, maka tidaklah heran jika Karahabodas sebagai pihak yang menang perkara arbitrase internasional mengajukan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase internasional di negara lain dimana terdapat kekayaan Pertamina.

 

Masalah utama yang sering dipersoalkan oleh dunia internasional bahwa pengadilan Indonesia enggan untuk melaksanakan putusan arbitrase atau menolak pelaksanaan putusan arbitrase asing (internasional) dengan alasan bahwa putusan yang bertentangan dengan public policy atau ketertiban umum. Seperti diketahui, walaupun public policy dirumuskan sebagai ketentuan dan sendi-sendi pokok hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa, dalam hal ini Indonesia, namun penerapan kriteria tersebut secara konkret tidak selalu jelas, sehingga keadaan demikian dilihat oleh dunia internasional sebagai suatu ketidakpastian hukum.

 

Adalah menarik untuk mencatat bahwa UU No. 30 Tahun 1999 hanya mencantumkan public policy sebagai alasan bagi penolakan putusan arbitrase asing (internasional), padahal Konvensi New York dalam pasal 5 mencantumkan pula sejumlah ketentuan-ketentuan lainnya yang dapat merupakan alasan bagi penolakan putusan arbitrase asing (internasional), yang menyangkut hal-hal yang menyangkut due prosess of law dapat dipertanyakan walaupun ketentuan-ketentuan lainnya tersebut tidak dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia (UU No. 30 Tahun 1999) apakah hakim pengadilan Indonesia tidak terikat pada ketentuan-ketentuan tersebut, sedangkan Indonesia adalah anggota Konvensi New York.

Tags: