Poin Penting UU Sistem Budidaya Pertanian
Berita

Poin Penting UU Sistem Budidaya Pertanian

Mulai pemanfaatan lahan bagi keperluan budidaya pertanian; kewajiban pemerintah menyediakan bank genetik dan lain-lain; pengecualian petani kecil dari perizinan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik; hingga pemberian insentif bagi petani pemula.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES

Aksi demo mahasiswa dan elemen masyarakat di luar Gedung DPR, tak menyurutkan DPR menggelar rapat paripurna. Pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah mengetuk palu sidang sebagai tanda persetujuan DPR terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan menjadi UU. 

 

“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan dapat disetujui menjadi UU?” ujar Fahri bertanya kepada anggota dewan yang hadir di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (24/9) kemarin. Baca Juga: Ini 27 RUU Prolegnas 2019 Berstatus Pembahasan Tingkat Pertama

 

Wakil Ketua Komisi IV Michael Wattimena dalam laporan akhirnya berpandangan pertanian menjadi sektor penting dalam berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Sektor pertanian selama ini diatur UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Namun, seiring perkembangan zaman, UU 12/1992 dirasa sudah tidak relevan lagi dan memiliki kekurangan. Bahkan, belum mampu memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.

 

Pertama, adanya pergeseran cara pandang sentralistik menjadi desentralistik sebagaimana tertuang dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dampaknya, mempengaruhi cara pandang kewenangan dalam pengelolaan budidaya pertanian. Kedua, substansi UU 12/1992 telah diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK No.99/PUU-X/2012. Putusan ini intinya menyatakan Pasal 9 ayat (3) UU 12/1992  bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk perorangan petani kecil.”

 

Ketiga, dalam Pasal 12 ayat (1) UU 12/1992 dinilai MK bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri.” Keempat, kebutuhan atas sistem pembangunan berkelanjutan perlu dikembangkan dalam pembangunan bidang pertanian.

 

Tentu saja melalui sistem budidaya pertanian dalam mencapai kedaulatan pangan dengan memperhatikan iklim untuk mewujudkan sistem pertanian yang maju, efisien, tanggung jawab, dan berkelanjutan. Dari berbagai kekurangan dan permasalahan, maka diperlukan adanya perbaikan dan perubahan dari UU 12/1992. Berdasarkan hasil pembahasan, kemudian menjadi RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.

 

Politisi Partai Demokrat itu melanjutkan dari hasil pembahasan RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan disepakati menjadi 22 Bab dengan 132 pasal. Dia memaparkan sejumlah materi penting diatur dalam RUU ini. Pertama, pemanfaatan lahan bagi keperluan budidaya pertanian dilakukan pendekatan pengelolaan agroekosistem dengan prinsip pertanian konservasi yang bertujuan melindungi, memulihkan, hingga meningkatkan fungsi lahan dalam meningkatkan produktivitas pertanian berkelanjutan.

 

Kedua, peredaran hasil pemuliaan petani kecil dikecualikan dari proses pelepasan oleh pemerintahan. Ketiga, pengecualian bagi petani kecil dari perizinan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik. Sementara petani kecil hanya melaporkan kepada pemerintah. Keempat, kewajiban pemerintah menyediakan bank genetik, cadangan benih tanaman, benih hewan dan/atau bibit hewan, hingga cadangan pupuk nasional.

 

Kelima, pemberian insentif bagi petani pemula. Begitu pula petani yang melakukan budidaya pertanian serta meningkatkan produksi hasil pertanian mendapat insentif. Untuk itu, pemerintah diminta segera mensosialisasikan UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan kepada para petani. “Agar petani tidak dirugikan dalam hal melakukan usaha budidaya pertanian,” ujarnya.

 

Tak hanya itu, penyuluhan terhadap petani mesti dilakukan secara gencar kepada para penyuluh, khususnya terkait tata cara membudidayakan pertanian sesuai kearifan lokal yang berlaku di masyarakat tersebut. Tak kalah penting, pemerintah harus segera menerbitkan aturan turunan dari UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang baru ini.

 

Mewakili Presiden, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memperjelas pandangan DPR. Menurut Amran, keberadaan RUU ini memang akibat adanya putusan MK No.99/PUU-X/2012 yang mengecualikan petani kecil dari perizinan dalam melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik. Namun begitu, pemerintah berkewajiban menjaga kekayaan alam sumber daya genetik tersebut.

 

Selanjutnya, petani kecil dalam melakukan peredaran sarana budidaya pertanian (benih) tak harus dilakukan pelepasan terlebih dahulu. Tetapi, peredarannya dibatasi dalam lingkup kelompok satu kabupaten/kota. Sementara definisi petani kecil adalah petani yang sehari-hari bekerja di sektor pertanian yang pernghasilannya hanya cukup untuk menghidupi keperluan hidup sehari-hari.

 

“Rumusan ini diambil dari intisari putusan MK pada bagian pendapat Mahkamah yang menyatakan bahwa perorangan petani kecil yang sehari-hari bergerak untuk mempertahankan hidup dan kehidupan mereka di sektor pertanian yang mata pencaharian mereka dari hasil pertanian,” terangnya.

 

Amran berharap RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan menjadi UU ini dapat memperkuat dan menyempurnakan UU yang terkait sektor pertanian. Seperti UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; UU No.41 Tahun 2014 jo UU No.13 Tahun 2010 tentang Holtikultura; dan UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

 

Dia menegaskan dalam RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan terdapat beberapa pasal yang mengamanatkan disusunnya aturan turunan berupa peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana dari RUU ini agar berjalan efektif. “Dengan disahkannya RUU Sistem Budidaya Pertanian berkelanjutan menjadi UU, tugas pemerintah yang harus dilaksanakan menyelesaikan peraturan pelaksana dalam bentuk peraturan pemerintah dan peraturan menteri dalam rangka implementasi UU ini.”

Tags:

Berita Terkait