PNS Uji Formil dan Materiil UU Pilkada
Berita

PNS Uji Formil dan Materiil UU Pilkada

Pemohon menilai terjadi diskriminasi bagi PNS yang akan mencalonkan diri menjadi kepala daerah karena dituntut untuk mengundurkan diri, baik secara pekerjaan maupun jabatan.

RED
Bacaan 2 Menit
Afdoli selaku pemohon saat menyampaikan pokok-pokok permohonan dalam sidang perdana pengujian UU Pilkada, Rabu (22/4). Foto: Humas MK
Afdoli selaku pemohon saat menyampaikan pokok-pokok permohonan dalam sidang perdana pengujian UU Pilkada, Rabu (22/4). Foto: Humas MK

UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang 'digugat' secara formil dan materiil. Permohonan tersebut diajukan oleh seorang pegawai negeri sipil, Afdoli.

Sebagaimana dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK), pemohon menilai secara formil, UU 8/2015 tidak memenuhi syarat pembentukan UU. Menurutnya, dalam pembahasan UU harus disertai naskah akademis. Namun, UU 8/2015 hanya dibahas sebanyak 3 kali dan dalam waktu 7 hari kerja telah berhasil mengubah norma pokok UU 1/2015.

“Perubahan tersebut telah menyentuh pasal utamanya, yaitu mengubah pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara berpasangan yang dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis,” ujarnya dalam sidang perdana perkara nomor 46/PUU-XIII/2015 di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (22/4).

Sedangkan dalam pengujian materiil, Pemohon menyatakan tiga hal yang menjadi pokok permohonannya. Pertama, pemilihan gubernur, bupati, dan walikota harus sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, walikota adalah kepala pemerintahan di tingkat provinsi kabupaten dan kota yang dipilih secara demokratis.

“Secara jelas dan tegas, rakyat ini menyatakan bahwa yang dipilih secara demokratis adalah gubernur, bupati, dan walikota. Namun di dalam perubahan dipilih secara paket bersama wakilnya,” jelasnya.

Kedua, Pemohon menggugat materi Pasal 7 huruf s, t, dan u UU 8/2015 terkait dengan persyaratan calon kepala daerah. Menurutnya, terjadi diskriminasi bagi PNS yang akan mencalonkan diri menjadi kepala daerah karena dituntut untuk mengundurkan diri, baik secara pekerjaan maupun jabatan. Sementara peserta kandidat calon yang lain, seperti pegawai BUMN, cukup mengundurkan diri dari jabatannya, sementara dari pekerjaan tetap.

“Anggota calon yang berdasarkan dari anggota maupun ketua DPRD, DPR yang berlatar belakang legislatif tetap secara jabatan maupun pekerjaan. Begitu juga dengan incumbent karena tidak tertulis dan sudah pernah diputuskan MK bahwa incumbent tidak mengundurkan diri secara jabatan,” urainya.

Tags: