PNKN Minta Dukungan DPD Terkait Uji Formil UU IKN
Terbaru

PNKN Minta Dukungan DPD Terkait Uji Formil UU IKN

Karena proses pembentukan UU IKN sangat jauh dari proses yang benar sesuai asas-asas pembentukan peraturan terutama partisipasi publik. Apalagi, DPD pun tidak dilibatkan secara intensif dalam pembahasan RUU IKN.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) sudah mempersiapkan menyusun dalil dan argumentasi pengujian UU Ibu Kota Negara seiring munculnya petisi penolakan pemindahan ibu kota negara. Untuk itu, sejumlah perwakilan PNKN yang sudah mendaftarkan pengujian formil UU IKN ke MK pun meminta dukungan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).    

Salah satu perwakilan PNKN yang juga Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua menilai UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundangan sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, secara substansi UU IKN ini, pemindahan IKN tak ada urgensinya bagi kebutuhan masyarakat.

“Apalagi saat ini sedang masa pandemi, seharusnya pemerintah lebih peka dengan hal itu," ujar Abdullah Hehamahua saat menyambangi kediaman dinas Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti di Jakarta, Kamis (10/2/2022) kemarin.

Selain itu, pos anggaran yang diperuntukan bagi pembangunan IKN, yang salah satunya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terbilang cukup besar yakni 53,5 persen. Padahal, semula Presiden Jokowi menyatakan dana APBN yang bakal digunakan proyek pembangunan IKN hanya 19 persen.

Dia menilai angka 53,5 persen amat membebani APBN yang ujungnya memberatkan masyarakat. Sementara negara di tengah pandemi Covid-19 masih berupaya bangun dari keterpurukan perekonomian secara nasional. “Harusnya ini yang diutamakan,” sarannya.

(Baca Juga: 5 Alasan Uji Formil UU Ibu Kota Negara ke MK)

Koordinator PNKN Marwan Batubara lebih menyoroti minimnya partisipasi publik dalam pembentukan UU IKN yang memuat 11 Bab dan 44 Pasal ini. Tapi sayangnya, durasi waktu pembahasan terbilang sangat cepat hanya dalam memakan waktu 43 hari terhitung sejak 7 Desember 2021. PNKN, kata Marwan, menengarai adanya konspirasi jahat antara pemerintah dan DPR dalam perumusan UU IKN.

“Proses pembentukan UU IKN sangat jauh dari proses yang benar sesuai asas-asas pembentukan peraturan,” katanya.

Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti merespon positif “gugatan” UU IKN ke MK. Dia beralasan upaya hukum tersebut konstitusional. La Nyalla menerangkan peran DPD melalui Komite I dalam pembahasan UU IKN bersama DPR dan pemerintah tidak terlibat secara intensif. Meskipun pihaknya telah memberi sejumlah catatan kritis, namun tidak diakomodir.

Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin menambahkan kecenderungan proses legislasi nasional semakin mengabaikan peran serta publik. Menurutnya, publik tak lagi disuguhi dengan narasi perdebatan dan argumentasi rasional yang memuaskan di ruangan parlemen. Alhasil, kebijakan yang dihasilkan seringkali menimbulkan celah atau kecacatan formil dan materil yang rentan digugat.

“Ini tentu menjadi auto kritik bagi DPD RI sebagai bagian dari lembaga legislatif, bahwa demokrasi harus diidentikan dengan kualitas, bukan perbandingan kuantitas. Mari kita buka ruang perdebatan yang intelektual pada setiap rumusan kebijakan, sebelum ditetapkan menjadi produk hukum,” kata dia.

Marwan menimpali. Menurutnya DPD sebagai lembaga negara yang memiliki peran dalam pembahasan RUU bersama DPR dan pemerintah tidak dilibatkan secara intensif. Masyarakat yang memiliki hak partisipasi memberi masukan pun jauh lebih miris. Karenanya, pihaknya mendorong MK membatalkan UU IKN.

“Yang punya wewenang membahas UU saja tidak diajak bicara intens, apalagi publik. Jadi ini sudah tidak benar,” katanya.

Untuk itu, PNKN berharap dukungan dan masukan untuk melengkapi uji formil UU IKN ke MK. Dia berharap DPD bersuara lantang untuk menguatkan dukungan terhadap proses uji formil atau materil UU IKN ke MK. “Ke depan DPD juga harus punya peran yang kuat. Jangan hanya parpol yang bermain, yang menentukan apapun di negara ini,” harapnya.

Sebelumnya, sejumlah warga negara yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) mengajukan uji formil UU Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu, (2/2/2022) lalu. Undang-Undang Ibu Kota Negara yang disahkan dalam rapat paripurna pada Selasa (18/1/2022) ini dinilai cacat formil karena tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Ada puluhan pemohon yang tercatat dalam permohonan diantaranya Abdullah Hehamahua; Marwan Batubara; H. Muhyiddin Junaidi; Letjen TNI Mar (Purn) Suharto; Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat; Mayjen TNI (Purn) Soenarko; Taufik Bahaudin (Alumni UI); Syamsul Balda; Habib Muhsin Al Attas; Agus Muhammad Maksum (Jatim); H.M. Mursalim R; Irwansyah (Alumni UI); Agung Mozin; Afandi Ismail (HMI MPO); Gigih Guntoro (Indonesia Club); Rizal Fadillah (Jabar); Narliswandi Piliang; Neno Warisman; H Memet Hakim (Jabar); Memet A Hakim (Jabar); Syafril Sofyan (Jabar); H. Memet Hamdan (Jabar); Prof Daniel M. Rosyid (Jatim); Masri Sitanggang (Sumut); Khairul Munadi (Sumut).

Tags:

Berita Terkait