Pilot Dipecat, Garuda Indonesia Digugat
Berita

Pilot Dipecat, Garuda Indonesia Digugat

Dituding memakai narkotika, seorang mantan pilot Garuda Indonesia mengugat maskapai penerbangan nasional ini ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Septa Aviori, yang sudah menjadi pilot tetap sejak 1989, terpaksa menganggur setelah dinyatakan positif memakai narkotika. Tentu saja, dasar PHK inilah yang digugat mantan pilot Garuda ini.

Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Pilot Dipecat, Garuda Indonesia Digugat
Hukumonline

Melalui kuasa hukumnya dari Warens & Achyar Law Firm, Septi menggugat PT Garuda Indonesia, Direktur Utama PT Garuda Indonesia, serta PT Garuda Indonesia EVP Strategy & Corporate Affairs. Pasalnya, pemecatan dirinya sebagai pilot Garuda merupakan tindakan melawan hukum, serampangan, dan penuh rekayasa. 

Hal ini menurut Septi, bisa dilihat dari surat pemecatannya yang mencantumkan nomor pegawai yang bukan miliknya. "Saya memiliki nomor pegawai 522663, bukan 522633 sebagaimana yang tertera dalam surat pemecatan saya," ungkap Septi dalam gugatannya. 

Begitu juga dengan hasil tes urine yang dijadikan dasar pemecatannya. Padahal tes hanya dilakukan sekali. Karena itu menurut septi, jelas pemeriksaan urine yang menyatakan bahwa dirinya positif menggunakan narkotika merupakan tindakan yang premature (terlalu dini). Seharusnya, tegas Septi, ia diberikan kesempatan untuk membela diri, atau paling tidak dilakukan pemeriksaan ulang. 

Septi beralasan bahwa pemeriksaan urine pertama yang menyebutkan dirinya positif memakai narkotika penuh dengan kecerobohan, khususnya ketika dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Kecerobohan ini terlihat dari pengambilan sample yang dilakukan secara tidak teliti dan tidak akurat. Karena botol-botol sample-nya terbuka, sehingga berpotensi terjadi kontaminasi. 

Anehnya lagi, kalau memang dirinya dituding tergugat memakai narkotika berdasarkan hasil laboratorium tersebut, mengapa pihak tergugat masih membolehkan dirinya menerbangkan pesawat penumpang sipil. Tentunya, tindakan tergugat ini mengancam keselamatan jiwa penumpang yang ia piloti.  

Tanpa ijin P4D    

Selain dasar pemecatan yang masih harus dipertanyakan, dalam gugatannya Septi yang sudah memiliki jam terbang tinggi ini juga mempermasalahkan surat keputusan PHK yang tanpa ijin dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D). Padahal berdasarkan Kepmenaker Kep.150/Men/2000, itu suatu keharusan. 

Akibat pemecatan dirinya sebagai Pilot Garuda, Septi mengaku kehidupannya menjadi hancur karena kehilangan mata pencarian. Selain itu, nama baik serta martabat keluarganya rusak karena cap masyarakat sekitarnya yang menganggap dirinya sebagai pengguna narkotika dan obat-obat terlarang.  

Oleh karena itu, Septi dalam gugatannya menuntut ganti rugi kepada para tergugat untuk membayar kerugian moril sebesar Rp14 miliar, serta kerugian materiil sebesar Rp7 miliar. Kerugian materiil ini dinilai dari tipe rating terbang penggugat yang sudah tidak bisa lagi dipergunakan sejak penerbitan PHK yang sewenang-wenang. 

Selain itu, dalam gugatannya Septi mengajukan permohonan provisi kepada majelis hakim PN Jakarta Pusat untuk meletakkan sita jaminan (consevatoir beslag) terhadap aset para tergugat, yaitu Gedung Garuda, 4 simulator pesawat Foker, dan Boeing, serta 5 pesawat terbang jenis DC-10-30. Permohonan provisi ditujukan karena khawatir para tergugat akan mengalihkan aset-asetnya. 

Tidak berwenang 

Menanggapi gugatan mantan pilotnya, para tergugat melalui kuasa hukumnya dari Hanafia Ponggawa Bangun Law Firm menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan penggugat. "Hanya PTUN lah yang berhak untuk mengadili perkara ini," tutur kuasa hukum para tergugat dalam eksepsi absolutnya. 

Merujuk kepada SK PHK yang dikeluarkan pejabat PT Garuda Indonesia kepada penggugat, merupakan keputusan pejabat tata usaha negara. Pasalnya, SK PHK pejabat PT Garuda Indonesia merupakan putusan pejabat tata usaha negara, yang merupakan objek PTUN dan bukan peradilan umum (PN Jakarta Pusat). 

Sedangkan soal tidak adanya ijin P4D atas keluarnya SK PHK terhadap penggugat, para tergugat menganggap bahwa selaku PT Persero pemerintah, PT Garuda Indonesia tidak pernah menundukkan diri secara sukarela kepada kententuan UU No. 12 Tahun 1964 jo UU No. 22 tahun 1957 tentang Ketenagakerjaan. Karena itu, ketentuan Kepmenaker Kep.150/Men/2000 tidak berlaku. 

Persidangan gugatan matan pilot terhadap maskapainya di PN Jakarta Pusat, saat ini masih menuggu putusan sela majelis hakim. Namun bila majelis hakim menerima eksepsi absolut para tergugat, selesailah perjuangan sang mantan pilot. Tapi apabila majelis menolak eksepsi para tergugat, masih ada harapan bagi sang mantan pilot.  

Tags: