Pihak Terkait Sebut UU Hak Cipta Melindungi Pencipta dan Pelaku Pertunjukan
Terbaru

Pihak Terkait Sebut UU Hak Cipta Melindungi Pencipta dan Pelaku Pertunjukan

Menurut Pihak Terkait, Pasal 18, Pasal 30, dan Pasal 122 Undang-Undang Hak Cipta telah menciptakan kepastian, kesetaraan kedudukan pencipta, pelaku pertunjukan, dan para produser fonogram.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Dengan tidak mempertimbangkan perlindungan yang berlaku bagi ciptaan buku dan karya tulis lainnya ini, menurut Pihak Terkait, Pemohon menilai norma a quo secara parsial dan tidak lengkap. “Sehingga tidak adil apabila permohonan a quo yang hanya mengulas berlakunya Pasal 18 dan Pasal 122 UU Hak Cipta terhadap ciptaan lagu dan/atau musik kemudian dikabulkan dan putusannya berlaku juga bagi ciptaan buku dan/atau karya tulis lainnya,” kata Marcell.

Sebelumnya, PT Musica Studios melalui Kuasa Hukumnya Otto Hasibuan, mempersoalkan berlakunya Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122, Pasal 63 ayat (1) huruf b UU Hak Cipta. Menurut Pemohon, ketentuan pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Pemohon sebagai Produser/Produser Rekaman dalam melaksanakan bisnis usahanya membuat/memproduksi Fonogram, selalu didahului dengan membuat perjanjian terlebih dahulu dengan Pencipta. Perjanjian tersebut berisi pengalihan Hak Cipta atas suatu Ciptaan “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks” dari Pencipta kepada Pemohon yang umumnya dilakukan dengan sistem flat pay sempurna atau jual putus yaitu Pemohon membayar di muka berupa sejumlah uang kepada Pencipta sesuai dengan nilai yang disepakati bersama. Lalu, Pencipta mengalihkan Hak Cipta atas suatu Ciptaan “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks” kepada Pemohon untuk selama-lamanya.

Namun, Pasal 18 UU Hak Cipta menyebutkan “Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun.” Kemudian Pasal 30 UU Hak Cipta menyebutkan “Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun.”

Pemohon menilai Pasal 18 UU Hak Cipta menghalangi hak milik Pemohon atas karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus. Sebab, pasal tersebut memberi ketentuan batas waktu atas sebuah karya cipta. Kemudian karya tersebut harus dikembalikan pada pemilik hak cipta setelah 25 tahun. Pemohon menilai ketentuan tersebut merugikan karena hanya berstatus sebagai penyewa dan sewaktu-waktu harus mengembalikan hak tersebut pada pencipta karya,” ujar Otto Hasibuan dalam sidang pendahuluan yang diketuai Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Senin (13/12/2021) lalu.

Selain itu, Pemohon mengungkapkan kehilangan hak ekonomi atas berlakunya ketentuan Pasal 122 UU Hak Cipta. Dengan bisa dikembalikannya/beralihnya hak cipta kepada pencipta dalam jangka waktu tertentu kepada pencipta/pelaku pertunjukan, Pemohon tidak dapat mengambil royalti atas eksploitasi yang dilakukan pihak lain atas atas fonogram dari sebuah karya tersebut. Karenanya, Pemohon dalam petitum meminta MK menyatakan Pasal 18, Pasal 30, dan Pasal 122 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tags:

Berita Terkait