Pidato Perdana, Ketua MA Tekankan Pengawasan Demi Integritas Hakim
Berita

Pidato Perdana, Ketua MA Tekankan Pengawasan Demi Integritas Hakim

“Aparatur MA dan badan peradilan jangan alergi pada pengawasan, karena bagi yang tidak mau diawasi, justru perlu dicurigai, dengan semboyan ‘Yang bisa dibina kita bina, yang tidak bisa dibina dibinasakan saja!’”

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Syarifuddin saat pidato prosesi pergantian Ketua MA di Gedung MA, Rabu (13/5). Foto: AID
Ketua MA M. Syarifuddin saat pidato prosesi pergantian Ketua MA di Gedung MA, Rabu (13/5). Foto: AID

Mahkamah Agung (MA) menggelar acara prosesi pergantian Ketua MA dari Muhammad Hatta Ali ke Muhammad Syarifuddin di ruang Command Center Gedung MA, Rabu (13/5/2020). Sebelumnya, M. Syarifuddin resmi dilantik sebagai Ketua MA periode 2020-2025 oleh Presiden Joko Widodo, Kamis, 30 April 2020 di Istana Negara yang menggantikan posisi Prof Hatta Ali yang telah memasuki masa pensiun.

 

Dalam pidatonya, Syarifuddin mengatakan paradigma MA periode 2020-2025 melanjutkan kebijakan MA yang digariskan Cetak Biru Pembaharuan Peradillan 2010-2035 untuk percepatan mewujudkan peradilan Indonesia yang agung untuk melakukan pembangunan jiwa dan fisik peradilan Indonesia.

 

Pembangunan jiwa peradilan dengan terus meningkatkan integritas dan profesionalisme hakim dan aparatur peradilan, dengan penegakan dan pengefektifan pelaksanaan paket kebijakan bidang pembinaan dan pengawasan, khususnya pelaksanaan Perma No. 7, 8, dan 9 Tahun 2016 dan Maklumat Ketua MA No. 1 Tahun 2017.

 

“Saya tekankan setiap pejabat baik dari MA maupun tingkat banding, dalam melakukan kunjungan ke daerah untuk pembinaan atau pengawasan agar menerapkan ketentuan baku Badan Pengawasan yang telah saya bangun ketika saya masih menjadi Kepala Badan Pengawasan,” ujar Syarifuddin di Gedung MA secara daring, Rabu (13/5/2020). (Baca Juga: Sah! M. Syarifuddin Resmi Jabat Ketua MA)

 

Kepada Bawas MA, Ketua MA ke-14 ini meminta agar 20 orang yang telah dilatih sebagai misteriuos shopper dan unit pemberantasan pungli terus digalakkan menjalakan salah satu metode pengawasan setiap hari dengan menggunakan manajemen resiko. Ketua Pengadilan Tingkat (KPT) Banding sebagai voor post MA di daerah agar meningkatkan peran dalam pengawasan dan pembinaan di daerah masing-masing.

 

“Seluruh permasalahan yang ada pada pengadilan tingkat pertama diselesaikan terlebih dahulu oleh pimpinan pengadilan tingkat banding. Nanti, pimpinan pengadilan banding meneruskan permasalahan ke MA bila tidak dapat diselesaikan,” pintanya.

 

Untuk itu, perlu diberdayakan secara maksimal adanya hakim pengawas daerah di tingkat banding di bawah koordinasi wakil ketua pengadilan tingkat banding sebagai koordinator pengawasan, manfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebaik mungkin untuk pengawasan dan pembinaan.  

 

Dia melanjutkan MA akan menghidupkan kembali hakim agung pengawasan daerah di bawah koordinasi Wakil Ketua MA Nonyudisial, tapi perlu dikaji lagi. Terutama dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi agar tidak menganggu penyelesaian perkara. “Perlu diingat, apapun bentuk dan metode pengawasan dilakukan, jangan sampai menggangu independensi hakim dalam memutus perkara,” pesannya.

 

Syarifuddin pun mengingatkan kembali kepada aparatur MA dan badan peradilan agar tidak alergi dengan pengawasan. “Aparatur MA dan badan peradilan jangan alergi pada pengawasan, karena bagi yang tidak mau diawasi, justru perlu dicurigai, dengan semboyan “Yang bisa dibina kita bina, yang tidak bisa dibina dibinasakan saja!” tegasnya.

 

Kemudian, dalam paradigma MA melalui pembangunan fisik peradilan Indonesia dimulai dari pembaruan stuktur kelembagaan MA dengan melalui restrukturisasi dan reorganisasi MA, perbaikan infrastruktur peradilan, serta peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tugas peradilan dan pelayanan masyarakat pencari keadilan.

 

Kekurangan hakim agung

Melihat kondisi penanganan perkara di MA yang dipengaruhi jumlah hakim agung berkurang karena memasuki masa purnabakti atau meninggal dunia, rekrutmen hakim agung belum memenuhi kebutuhan yang diminta. Apalagi menurut UU MA perlu 60 hakim agung. Karena itu, beban kerja hakim agung sudah over kapasitas dan perlu diupayakan agar setiap hakim agung dibantu oleh tenaga profesional dari kalangan hakim tingkat banding paling tidak dua hakim tingkat banding sebagai hakim pemilah perkara.

 

Peran tenaga profesional yang membantu hakim agung ini, kata dia, perlu dilembagakan jabatan asisten hakim sebagai tenaga ahli yang memberikan masukan-masukan bersifat teknis terhadap fungsi hakim, yang mempunyai tugas antara lain melakukan penelusuran literatur serta membuat memorandum hukum untuk keperluan hakim.

 

Penyelenggara peradilan di semua tingkat peradilan dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan tidak hanya berlandaskan pada adagium justice delayed is justice denied, tetapi juga pada adagium justice rushed is justice crushed.  Artinya, penyelenggaraan peradilan tidak hanya harus cepat, tetapi juga harus tepat, yang putusan atau penetapannya tidak hanya dapat diterima oleh common sense atau akal sehat, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan kepada hati nurani.

 

Hal lain mengenai era peradilan satu atap, kata Syarifuddin, merupakan amanat reformasi kekuasaan kehakiman, harus tetap dijaga dan memantapkan kemandirian kekuasaan kehakiman. “MA selalu terbuka akan segala masukan maupun kritik terhadap peradilan, menyambut baik segala upaya berbagai pihak yang turut memikirkan dan mencintai keadilan,” kata dia.  

 

MA membuka lebar pintu kerja sama dan peran serta semua pihak, khususnya dari kementerian dan lembaga negara, penegak hukum, para akademisi dan praktisi hukum, serta lembaga masyarakat untuk bersama-sama memajukan dunia peradilan demi mewujudkan peradilan agung.

 

Untuk penyelenggaraan wewenang bidang teknis yudisial, administrasi, organisasi, dan finansial peradilan yang telah jauh ke depan ini, Syarifuddin mengimbau jangan sampai surut kembali dengan adanya trial and error mengujicoba konsep sistem yang telah menuju kemapanan ini. “Daftar panjang pekerjaan tersebut, memerlukan extra effort yang untuk itu perlu juga diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan hakim dan aparatur peradilan.”

 

Dalam kesempatan ini, MA akan terus mendorong penyelesaian perubahan kedua terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di Bawah MA. Tak hanya itu, merealisasikan peningkatan remunerasi ASN peradilan yang sedang dalam tahap pembahasan rancangan Peraturan MA sebagai peraturan pelaksana Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2020 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.

 

Syarifuddin menambahkan MA terus mendorong perbaikan tunjangan pensiun hakim dengan hak tunjangan pensiun sebagai pejabat negara. “Marilah kita bersama kembali bahu-membahu, merapatkan barisan, meluruskan niat, dan membulatkan tekad untuk memberi pengabdian terbaik bagi pembangunan hukum dan peradilan Indonesia menuju terwujudnya Peradilan Indonesia yang agung, sekalipun di tengah pandemi Covid-19,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait