Picu Ketidakstabilan Keuangan, Cryptocurrency Perlu Perhatian Serius Pemerintah
Terbaru

Picu Ketidakstabilan Keuangan, Cryptocurrency Perlu Perhatian Serius Pemerintah

Peran lembaga pengawasan yang saat ini ada, perlu diperkuat.

CR-27
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Mulai diminati, saat ini cryptocurrency mulai menjadi komoditas investasi baru yang menjadi pilihan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pengguna crypto yang mencapai 11,2 juta orang pada Januari 2022.

Investor di crypto jauh lebih besar dibanding investor di pasar modal yang masih berada di angka 7 juta investor. Jika, dilihat dari segi nilai transaksi, crypto menunjukkan perkembangan yang tak kalah signifikan hingga mencapai angka Rp856 triliun.

Melihat ini, Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati menyampaikan pandangannya terkait dengan persoalan crypto. Ia mengkhawatirkan pengawasan pemerintah saat ini yang dilihat belum mampu mengimbangi pesatnya perkembangan investor di crypto hingga memicu ketidakstabilan di pasar keuangan

“Peran lembaga pengawasan yang saat ini ada, perlu diperkuat karena selama ini yang melakukan fungsi pengawasan di pasar crypto hanya Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti),” ungkapnya dalam keterangan resmi. (Baca: Jual Beli Aset Kripto yang Aman Ala Bappebti)

Bappebti hadir untuk melakukan fungsi pengawasan dan dituntut untuk lebih ketat karena jumlah investor dan transaksi dari investor crypto sudah besar. Anis mengatakan, hal ini untuk mengantisipasi dan memitigasi modal hazard, kecurangan, penipuan dan pelanggaran hukum lainnya.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) ini juga mengimbau agar informasi mengenai crypto ini harus berimbang, sehingga masyarakat tidak saja hanya seperti mengikuti tren crypto, tetapi juga mengetahui risikonya.

Anggota DPR RI dari fraksi PKS itu turut mengingatkan bahwa Bank Indonesia (BI) telah mewanti-wanti bahwa kepemilikan crypto sangat beresiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab.

“Saat ini tidak sedikit negara-negara di Asia melarang penggunaan mata uang crypto. Data proporsi pengguna cryptocurrency didominasi generasi milenial, karena mayoritas investor crypto berusia dari rentang 18-35 tahun yang mencapai 66 persen dari keseluruhan investor,” papar Anis.

Namun, Anis tetap mengapresiasi antusiasme generasi milenial yang mulai melek dalam berinvestasi dan melek finansial. Akan tetapi, ia menganjurkan untuk para investor tidak terjebak dalam euforia crypto yang menyajikan persentase profit yang begitu menjanjikan dalam setiap transaksinya.

“Sebaiknya kita pilih dahulu opsi lain dengan kontribusi pada sektor riil yang sudah jelas yang dapat menggerakkan roda perekonomian negara,” ujarnya.

Sebelumnya Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, berpendapat pentingnya duduk bersama antara dua lembaga yakni OJK dan Bappebti terkait transkasi akset kripto. Hal ini dirasa penting untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Di satu sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap Nailul, Rabu (9/2) lalu.

Tags:

Berita Terkait