Piagam ASEAN Dinilai Hambat Negara Berkembang
Berita

Piagam ASEAN Dinilai Hambat Negara Berkembang

Hakim konstitusi meminta pemohon memperbaiki permohonan.

ASh
Bacaan 2 Menit
MK gelar sidang perdana pengujian tentang Pengesahan Piagam<br> ASEAN. Foto: Ilustrasi (Sgp)
MK gelar sidang perdana pengujian tentang Pengesahan Piagam<br> ASEAN. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Majelis panel Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Hamdan Zoelva menggelar sidang perdana pengujian Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n UU No 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN yang dimohonkan Aliansi untuk Keadilan Global.

 

 

Tergabung dalam Aliansi di antaranya Institute for Global Justice, Serikat Petani Rakyat, Perkumpulan INFID, Aliansi Petani Indonesia, FNPBI, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Migrant Care, Aktivis Petisi 28, Asosiasi Pembela Perempuan Usaha Kecil, Koalisi Anti Utang, Salamuddin, Dani Setiawan, dan Haris Rusli.   

 

Mereka menilai pemberlakuan Piagam ASEAN yang menyangkut perdagangan bebas merugikan industri dan perdagangan nasional, karena Indonesia harus tunduk dengan segala keputusan yang diambil di tingkat ASEAN. Makanya, para pemohon berpendapat Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n UU Pengesahan Piagam ASEAN dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

 

“UU Pengesahan Piagam ASEAN khususnya Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” kata kuasa hukum pemohon, Catur Agus Saptono dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di ruang sidang Gedung MK Jakarta, Selasa (7/6).   

 

Catur mengutip pendapat Prof Edi Swasono yang dimaksud dengan frasa perekonomian dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 adalah perekenomian harus disusun, dalam arti tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri lewat mekanisme pasar bebas. Dengan kata lain, sistem  perekonomian Indonesia tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar.  

 

Pasal 1 ayat (5) mengatur prinsip pasar tunggal dengan basis produksi tunggal yang berarti pelaksanaan kesepakatan perdagangan ASEAN itu harus sama (homogen). Pasal itu  yang menjadi landasan (hukum) bagi ASEAN untuk melakukan perdagangan bebas dengan negara-negara lain di luar kawasan.

 

Catur mengatakan keberadaan Piagam ASEAN ini sangat mengurangi kedaulatan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Sistem pasar bebas ini akan sangat merugikan negara berkembang termasuk Indonesia. Terlebih, sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada Pasal 33 (1) UUD 1945 yang disusun atas asas kekeluargaan. 

 

“Kita melihat gagasan Piagam ASEAN dengan konsep pasar tunggal dan basis produksi tunggal (neoliberalisme) itu berdampak pada pengalihan krisis dari negara maju ke negara berkembang,” tudingnya.

 

Hamdan Zoelva menyarankan agar sistematika permohonan diperbaiki. Sebab, permohonan hanya menguraikan background dan legal standing. “Meski sepintas adanya pertentangan pasal dalam bagian kerugian konstitusional, tetapi harusnya diuraikan dalam bagian sub bagian tersendiri yakni alasan-alasan konstitusional, kenapa pasal itu bertentangan dengan UUD 1945,” kata Hamdan.

 

Ia meminta pemohon menguraikan bentuk pertentangan antara pasal yang diuji dengan UUD 1945. “Ini yang harus diuraikan secara panjang lebar kenapa Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n bertentangan dengan UUD 1945, pasal berapa, apakah hanya Pasal 33 ayat (1)? Ini permohonan belum ada sama sekali bagian itu dan ini harus diperbaiki,” katanya. 

 

Hamdan mengatakan meski Pasal 10 UU Perjanjian Internasional telah disinggung dalam permohonan. Namun, perlu juga diuraikan posisi perjanjian internasional yang sudah disahkan menjadi undang-undang dan posisinya dalam sistem hukum nasional.

 

“Apa perjanjian internasional otomatis norma-normanya menjadi undang-undang atau harus dimuat kembali dalam bentuk undang-undang, coba ini diuraikan selain contoh kasus jika ada,” sarannya.

Tags: