Petinggi SCTV Ungkap Bos Sentul City Minta Namanya Tidak Disebut
Berita

Petinggi SCTV Ungkap Bos Sentul City Minta Namanya Tidak Disebut

Akhirnya petinggi SCTV ini tidak mengakomodir permintaan Swie Teng karena merasa pengakuan Swie Teng tidak benar.

NOV
Bacaan 2 Menit
Bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng. Foto: RES.
Bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng. Foto: RES.

Wakil Presiden Komisaris SCTV yang juga Komisaris Utama Indosiar, Suryani Zaini mengaku pernah diminta Bos Sentul City, Cahyadi Kwee Kumala alias Swie Teng tidak menyebut-nyebut namanya, keluarganya, Sentul City, dan Kementerian Kehutanan dalam pemberitaan kasus FX Yohan Yap yang tertangkap tangan KPK menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin.

Suryani menceritakan, perkenalannya dengan Swie Teng bermula saat dirinya dipanggil ke rumah pemegang saham SCTV, Raden Eddy K Sariaatmadja pada 17 Mei 2014. Ketika itu, ia diperkenalkan Eddy kepada Swie Teng dan menantunya. Swie Teng mengeluhkan namanya yang disangkutpautkan dengan perkara Yohan.

"Dia bilang tidak kenal Yohan. Yohan karyawan adiknya, Asie (Haryadi Kumala). Dia juga bilang adiknya suka ngambil uang perusahaan. Kalaupun ada uang ke Yohan, itu dari Asie karena Pak Cahyadi sudah pensiun," katanya saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang perkara Swie Teng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (1/4).

Suryani mengatakan, dalam pembicaraan tersebut, Swie Teng sempat mengungkapkan dirinya tidak sanggup menghadapi pemeriksaan KPK, bahkan mempertimbangkan untuk melarikan diri. Padahal, kala itu, Swie Teng belum dipanggil sebagai saksi untuk perkara Yohan, terlebih lagi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Mendengar keluhan Swie Teng, Suryani lalu mengajak Swie Teng ke KPK untuk menjelaskan duduk perkaranya. Namun, Swie Teng malah menanyakan beberapa alternatif pengacara yang dapat ia gunakan. Suryani memberikan dua alternatif nama pengacara, yaitu Luhut MP Pangaribuan dan Rudi Alfonso.

Pilihan Swie Teng jatuh ke Luhut. Suryani yang sudah mengenal Luhut karena sama-sama berlatar belakang hukum, mencoba menemui Luhut. Sayang, Luhut tidak berhasil ditemui. Suryani yang sudah berada di lantai 7 Gedung Menara Kuningan, Jl HR Rasuna Said Blok X-7, Kavling 5, Jakarta Selatan menerima kedatangan Swie Teng.

Swie Teng datang membawa beberapa karyawannya, Dian Purwheny dan Roselly Tjung alias Sherley Tjung. Swie Teng meminta Suryani mencari informasi dari karyawannya. Akan tetapi, menurut Suryani, tidak banyak informasi yang ia dapatkan dari karyawan Swie Teng. Malahan, ketika ditanya dokumen, Sherley mengaku dokumen sudah dihancurkan.

"Jadi, poin saya hanya ingin membuktikan apa benar perkataan Pak Cahyadi kalau itu Asie. Muncul naluri investigasi saya. Saat mengobrol dengan Sherley, Sherley bilang sebetulnya ada cek Rp5 miliar, tapi cek itu sudah dia slender atau dia musnahkan. Saya tanya kenapa dislender? Sherley bilang kan (cek) tidak jadi dikasih," ujarnya.

Pada hari berikutnya, Suryani kembali mengajak Swie Teng bertemu Luhut. Lagi-lagi, Suryani tidak berhasil menemui Luhut. Swie Teng yang datang bersama beberapa karyawannya, termasuk Sherley meminjam ruangan untuk briefing. Dalam pertemuan itu, Suryani mencoba meminta dokumen kepada Sherley terkait pencairan cek ke perusahaan istri Yohan.

Namun, Sherley mengaku dokumen sudah dipindahkan dan tidak memiliki salinannya. Setelah Suryani mencoba mengorek keterangan Sherley, tiba-tiba Sherley mengungkapkan jika sebenarnya ada pengganti cek Rp5 miliar yang ditandatangani anak Swie Teng. Sontak Swie Teng menimpali cek itu untuk membeli tanah karena Yohan adalah broker.

Merasa kurang mendapat informasi dari beberapa karyawan Swie Teng, Suryani meminta Swie Teng menghadirkan Direktur PT Brilliant Perdana Sakti ke Gedung Istana Kana, Jl RP Soeroso No.24, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Tak lama datang pria kurus memakai sandal yang belakangan diketahui Direktur PT BPS Suwito.

Melihat penampilan Suwito, Suryani tidak yakin Suwito benar-benar Direktur PT BSP. Benar saja, Suwito ternyata hanya nominee. Nama Suwito cuma digunakan dalam akta PT BSP, sedangkan kuasa yang berhak mencairkan dan mengeluarkan uang dari PT BPS adalah Elfi Darlis dan anak Swie Teng, Danie Otto Kumala.

"Terus, Steven ngomong ke Suwito. 'Lu kan nominee Asie'. Suwito bilang dia tidak kenal Asie. Steven bilang lagi, 'Lu google aja bego'. Akhirnya, Pak Cahyadi ngomong gini, 'Pokoknya, lu jangan sebut-sebut nama gue'. Lalu, saya kasihan juga sama orang ini. Dia bilang dia mau dipanggil KPK. Itu pertemuan pertama dan terakhir saya sama dia," tuturnya.

Setelah pertemuan itu, Suryani melaporkan kepada pemegang saham SCTV bahwa pengakuan Swie Teng mengenai Asie banyak tidak benarnya. Dengan demikian, Suryani menyatakan medianya tidak dapat mengakomodir permintaan Swie Teng yang meminta agar namanya, keluarganya, Sentul City, dan Kemenhut tidak disebut-sebut.

Lebih lanjut, Suryani membantah jika dirinya disebut membuat simulasi pertanyaan yang kemungkinan akan ditanyakan penyidik KPK di Gedung Istana Kana. Ia hanya imengkonfirmasi apa yang disampaikan Swie Teng di rumah pemegang saham SCTV. Ia hanya menyarankan kepada para saksi untuk memberikan keterangan yang benar.

Senada, mantan pengacara Swie Teng, Dodi Abdulkadir juga mengatakan ia tidak pernah memberikan arahan apapun kepada saksi-saksi perkara Yohan. Menurut Dodi, selaku advokat, ia dan timnya mendapat kuasa untuk memberikan konsultasi hukum kepada para saksi yang sebagian besar karyawaan perusahaan Swie Teng.

Dodi menceritakan dirinya pernah didatangi Suwito. Ketika itu, Suwito menanyakan apakah posisinya sebagai saksi bisa dipersalahkan atau tidak. Dodi menjelaskan, posisi saksi hanya menerangkan apa yang diketahui, dilihat, dan didengar. Jadi, tergantung, apakah saksi tersebut melanggar hukum atau tidak. Kalau tidak, tentu tidak dapat dipersalahkan.

Tidak hanya memberikan konsultasi kepada karyawan Swie Teng, Dodi juga pernah melayani beberapa pertanyaan Swie Teng mengenai pasal tindak pidana korupsi. "Seingat saya (setelah penangkapan Yohan) beliau ada menanyakan pasal perbuatan melawan hukum, gratifikasi, suap, serta menghalang-halangi penyidikan dan pasal penyertaan," akunya.

Selain itu, Dodi tidak menampik dirinya pernah diberikan handphone (HP) smartfren oleh Swie Teng. HP tersebut dikirimkan Sekretaris Swie Teng, Dian dan dititipkan ke resepsionis kantor Dodi. Namun, Dodi menyatakan Swie Teng sudah sering memberikan HP. Ada yang ia gunakan sendiri, ada pula yang diberikan kepada sopir dan tim pengacaranya.  

Sementara, pengacara lain yang juga menjadi saksi dalam sidang perkara Swie Teng, Tantawi Jauhari Nasution membantah pernah diperintahkan Swie Teng menyuruh Jo Shien Ni alias Nini menandatangani perjanjian antara PT BPS dan PT Multihouse Indonesia milik istri Yohan, sehingga seolah-olah uang suap Rp4 miliar kepada Rachmat Yasin sebagai transaksi jual beli.

Sebagaimana diketahui, selain didakwa turut serta menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin, Swie Teng juga didakwa menghalang-halangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi Yohan Yap. Swie Teng diduga mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar, serta memerintahkan pemindahan dokumen agar tidak dapat disita KPK.

Tags:

Berita Terkait